Perkawinan usia dini merupakan fenomena sosial yang banyak terjadi di berbagai wilayah Indonesia, maraknya perkawinan usia dini di kalangan sejoli millennial meresahkan masyarakat terhadap masih tingginya prevelensi perkawinan usia dini yang berdampak besar bagi anak yang melakukannya, seperti adanya kekerasan dalam rumah tangga, putusnya pendidikan anak, dampak kesehatan bagi anak wanita, dampak kehamilan atau kandungan dan pengaruh psikologi dan biologi anak. Posisi prinsipiil hukum negara mengutuk kebiasaan perkawinan usia dini, namun masih menyisahkan kontradiksi dan ruang untuk bermanuver di dalam hukum itu. Selain itu sistem pluralisme hukum di Indonesia mempengaruhi kebiasaan itu. Terkadang hukum adat dan hukum agama terkait polemik ini bertentangan dan mengesampingkan hukum negara, dalam hukum negara ditegaskan dalam UU Perkawinan, Perkawinan hanya dapat dilaksanakan jika usia perkawinan mencukupi sesuai dengan aturan hukum perkawinan, usia yang belum mencukupi usia perkawinan masih termasuk kategori sebagai anak, dalam UU Perlindungan Anak, Anak ialah yang tidak melebihi usia 18 tahun. Sedangkan akil balig adalah sebuah konsep dalam hukum Islam, yang sering kali dipakai untuk membolehkan perkawinan usia dini. Berbagai peraturan dan kebijakan diatas jelas menghadapi banyak tantangan dalam penegakannya yang menimbulkan banyak kontrakdiksi. Untuk menjawab permasalahan diatas penulis menggunakan jenis penelitian yuridis normatif atau metode penelitian kepustakaan.