Widianto, Harry
Unknown Affiliation

Published : 12 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search
Journal : Berkala Arkeologi

Utilization of natural resources in prehistoric times based on archaeological findings in Gua Arca, Kangean Island, East Java : Pemanfaatan sumber daya alam masa prasejarah berdasarkan temuan arkeologis Gua Arca, Pulau Kangean, Jawa Timur Alifah, Alifah; Widianto, Harry; Arrozain, M. Dziyaul F.; Purnamasari, Rizka; Suniarti, Yuni; Ansory, Mirza
Berkala Arkeologi Vol. 42 No. 1 (2022)
Publisher : BRIN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30883/jba.v42i2.955

Abstract

Tulisan ini membahas tentang eksplorasi dan pemanfaatan sumber daya alam oleh penghuni gua. Data yang digunakan dalam tulisan ini adalah hasil ekskavasi situs Gua Arca di Pulau Kangean, Sumenep, Jawa Timur. Metode yang digunakan deskriptif dengan analisis ekofak dan analisis residu mikrobotani pada artefak. Hasil penelitian menunjukkan adanya pola adaptasi dari penghuni pulau ini, dengan melakukan eksplorasi maksimal terhadap sumber daya alam di darat dan laut. Pada periode awal hunian sekitar 6000 BP, terjadi pemanfaatan sumber daya darat yang cukup dominan berupa binatang dengan habitat hutan terbuka, yaitu Cervidae, Bovidae, Macaca sp., dan binatang kecil seperti Cercopithecidae, Rodentia dan Varanidae. Pada periode setelahnya, sekitar 900 BP, terjadi perubahan pemanfaatan sumber daya alam. Pemanfaatan sumber daya laut menjadi lebih dominan, yang sebagian besar diperoleh dari lingkungan perairan mangrove dan daerah pasang surut. Tumbuhan yang dimanfaatkan antara lain pisang liar, padi liar, kelapa, umbi, dan penggunaan intensif tanaman Zingiberacea.
IT'S TIME TO LOOK TO THE WEST: A NEW INTERPRETATION ON HOMO ERECTUS FINDINGS DISTRIBUTION OF JAVA: SAATNYA MENENGOK KE BARAT: SEBUAH INTERPRETASI BARU TENTANG DISTRIBUSI TEMUAN HOMO ERECTUS DI JAWA Widianto, Harry; Noerwidi, Sofwan
Berkala Arkeologi Vol. 40 No. 2 (2020)
Publisher : BRIN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30883/jba.v40i2.598

Abstract

Abstract Paleontological data indicate that the beginning of Java Islandia occupation occurred at the Plio-Pleistocene boundary, around 2.4 Mya. However, the oldest Homo erectus fossil was found in Sangiran, around 1.5 Mya. Recently, Pleistocene sites were discovered from the western part of Java, e.g. Rancah, Semedo, and Bumiayu. This paper describes the significance of archeological, paleontological, and especially paleoanthropological data from the new sites, and their implications to the future Quaternary prehistory research strategies determination. Data collection methods include literature study and surveys, while analysis is carried out on the geological, archeological, paleontological, and paleoanthropological data. The result shows the dispersal of Homo erectus is extended to the western part of Java, between 1.8-1.7 Mya, older than the oldest Homo erectus of Sangiran. A new window of the human arrival on this island is identified. So, it is time to look to the west, and intensive research should be carried out to those areas. Abstrak Data paleontologis menunjukkan bahwa awal penghunian Jawa terjadi pada batas Plio-Plestosen sekitar 2.4 juta tahun lalu, namun fosil Homo erectus tertua yang ditemukan di Sangiran, berasal dari lapisan 1.5 juta tahun lalu. Belakangan ini, ditemukan situs-situs Plestosen, dari bagian barat Pulau Jawa, yaitu Rancah, Semedo, dan Bumiayu. Tulisan ini bertujuan untuk menampilkan signifikansi data arkeologi, paleontologi dan terutama paleoanthropologi dari situs-situs tersebut, serta implikasinya bagi penentuan strategi penelitian prasejarah kuarter di masa depan. Metode pengumpulan data meliputi studi pustaka, dan survei pada ketiga situs tersebut. Analisis data dilakukan pada data geologis, arkeologis, paleontologis dan paleoantropologis. Hasilnya, distribusi lateral Homo erectus semakin luas di bagian barat Jawa, dengan kronologi 1.8-1.7 juta tahun, lebih tua dibanding Homo erectus tertua dari Sangiran. Sebuah jendela baru tentang kedatangan Homo erectus di Pulau Jawa telah teridentifikasi. Implikasinya, sudah saatnya penelitian prasejarah kuarter intensif dilakukan di bagian barat pulau ini.
DARI PITHECANTHROPUS KE HOMO ERECTUS: SITUS, STRATIGRAFI, DAN PERTANGGALAN TEMUAN FOSIL MANUSIA DI INDONESIA Widianto, Harry
Berkala Arkeologi Vol. 26 No. 2 (2006)
Publisher : BRIN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30883/jba.v26i2.936

Abstract

More than 100 ancient human individuals were shown from various ancient deposits on the island of Java, whose sites are located in various physiographic landscapes, namely: the Solo basin (Sangiran and Miri), the volcanic deposits of the Kendeng Mountains (Trinil, Kedungbrubus, and Perning in Mojokerto), the Bengawan Solo alluvial deposits (Ngandong, Sambungmacan, and Ngawi), and the volcanic deposits of Mount Muria (Patiayam). Human migration on the island of Java is thought to have only taken place in the Lower Plestocene from mainland Asia, which probably originated in Africa.
PERAN DAN PENTINGNYA FOSIL BAGI ILMU PENGETAHUAN Widianto, Harry
Berkala Arkeologi Vol. 26 No. 1 (2006)
Publisher : BRIN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30883/jba.v26i1.926

Abstract

One of the perceptions of the wider community regarding the meaning of a fossil in everyday life-among other things, is ancient or ancient objects. It is easier for the general public to relate the notion of fossils to something that is antique and in context of the past. Some of these perceptions are true, but in fact a fossil has a broader and more specific meaning. Therefore, the people's perception of fossils above is only an initial understanding - a part of the whole understanding - which is still far from the real understanding of a fossil, so it must be equipped with more perfect definitions. In the above context, this paper will try to provide some understanding of fossils and their details, so that people's perceptions of the inappropriate understanding of fossils can be avoided.
TEKNIK ANALISIS SISA MANUSIA Widianto, Harry
Berkala Arkeologi Vol. 20 No. 1 (2000)
Publisher : BRIN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30883/jba.v20i1.803

Abstract

It is almost certain that the findings of human remains in the context of archaeological data in Indonesia will only range in two species, namely Homo erectus and Homo sapiens. Morphologically, these two types are very easy to distinguish in their cranio-facial aspects, but very difficult for their infra-cranial components. Due to the very limited nature of Homo erectus data which is often in fragmentary form and accompanied by the importance of observing every morphological aspect of this species because it has an evolutionary meaning which is very valuable for its information in the study of the process of human evolution. Homo erectus analysis has to be done in more detail, more carefully, and more thoroughly, to arrive at any interpretation that can be drawn.
GUA BRAHOLO: KARAKTER HUNIAN MIKRO PADA AWAL KALA HOLOSEN DI GUNUNG SEWU Handini, Retno; Widianto, Harry
Berkala Arkeologi Vol. 19 No. 1 (1999)
Publisher : BRIN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30883/jba.v19i1.790

Abstract

Located in Semugih Village, Rongkop District, Gunung Kidul Regency, Yogyakarta Special Region Province, Braholo Cave is one of the prehistoric settlement caves located in the karst mountain range of Gunung Sewu. This cave was discovered by the Prehistoric Division of the National Archaeological Research Center, when a survey was carried out throughout the Mount Sewu area in 1996. Dozens of caves were found in the western part of this mountain and one of them is the Braholo Cave, which was then followed up by carrying out excavations in 1997 and 1998.
SONG KEPLEK: OKUPASI INTENSIF MANUSIA PADA PERIODE PASCA-PLESTOSEN DI GUNUNG SEWU Handini, Retno; Widianto, Harry
Berkala Arkeologi Vol. 18 No. 2 (1998)
Publisher : BRIN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30883/jba.v18i2.785

Abstract

Song Keplek is a cave located in the Southern Mountains of Java, which is traditionally known as Gunung Sewu. This area that extends from west (Wonosari) to east (Pacitan) has its own distinctive morphological landscape, which is characterized by sinoid-shaped karst hills. On one of these hilly slopes - which is administratively included in the area of Pagersari Village, Punung District, Pacitan Regency - Song Keplek is located, about 300 meters southwest of the Wonogiri - Pacitan highway.
POSISI STRATIGRAFI DAN TEKNOLOGI ALAT SERPIH SANGIRAN Widianto, Harry
Berkala Arkeologi Vol. 7 No. 1 (1986)
Publisher : BRIN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30883/jba.v7i1.447

Abstract

Persoalan alat paleolitik dan manusia purba, masih merupakan persoalan menarik dalam hakekat sejarah perkembangan manusia. Keduanya tidak dapat dipisahkan kaitannya selama Kala Plestosen, yaitu suatu periode kehidupan antara dua juta hingga 10.000 tahun silam. Oleh sifatnya yang tahan terhadap kekuatan destruktif alam, alat-alat batu yang sederhana tersebut telah dianggap bukti tentang eksistensi manusia saat itu. Bukti-bukti kehidupan tersebut ditemukan kembali dalam endapan Plestosen yang terbentuk, antara lain endapan-endapan teras sungai purba. Asal-usul manusia menjadi begitu kontroversiil selama berabad-abad, dan meliputi masa yang sangat gelap. Penemuan sisa-sisa Pithecanthropus erectus oleh Eugene Dubois di Desa Trinil pada tahun 1890 dan 1891, merupakan penemuan yang sempat menggemparkan dunia pengetahuan, dan hingga pertengahan abad 20 telah menjadi suatu legenda.
MASA DEPAN ARKEOLOGI BAWAH AIR DI INDONESIA Widianto, Harry; Koestoro, Lucas Partanda
Berkala Arkeologi Vol. 5 No. 1 (1984)
Publisher : BRIN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30883/jba.v5i1.264

Abstract

Perkembangan arkeologi sebagai suatu ilmu yang mempelajari kehidupan masa silam berdasarkan benda-benda yang ditinggalkan, telah mengalami kemajuan pesat sejak abad 19. Bermula dari minat yang menimbulkan pengkoleksian benda-benda arkeologis, yang berakhir dengan usaha untuk mengungkap beberapa aspek yang mellputi benda tadi, antara lain jenis, fungsi, periode dan sebagainya. Langkah seperti ini mulai terlihat jelas pacrd tahun 1836, ketika J .C Thomsen~ kurator dari Museum Nasional Copenhagen, memperkenalkan Sistem Tiga. iaman (Three Ages ·system) bagi benda-benda hasil koleksinya. Klasifikasi tersebut didasarkan pada bahan dasar, yaitu batu, perunggu dan. besi (Soejono, 1976: 4). Kemudian disusul dengan langkah berikutnya yang lebih terarah, sehingga dalam waktu singkat, Ilmu Arkeologi telah mengalami proses pematangan. Konsekwensi logis dari proses tadi adalah tuntutan metode kerja yang sistematis bagi ilmu ini, seperti yang dinyatakan oleh Fagan sebagai berikut: ''We have talked of Archaeology as a discipline,_a label diliberately chosen because it fits well. The methods of archaeological research imply disicipline--accurate recording. precise excavation, using scientific methode, and detail analysis in the laboratory (Fagan, 1975:7)
ALAT-ALAT BATU PACITAN: MOBILITAS BUDAYA PRASEJARAH Widianto, Harry
Berkala Arkeologi Vol. 3 No. 1 (1982)
Publisher : BRIN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30883/jba.v3i1.296

Abstract

Dalam kerangka periode prasejarah di Indonesia, masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana dengan penonjolan tradisi paleolithik telah menempati posisi yang tertua. Masa ini bermula dengan terciptanya hasil-hasil kebudayaan manusia pertama sekitar 700.000 tahun yang lalu, kemudian berakhir pada awal Kala Holosen, sekitar 10.000 tahun silam. Dari jangka waktu itu, berbagai alat untuk mengeksploitasi lingkungan telah menjadi bukti tentang eksistensi pendukung kebudayaan Kala Plestosen di Indonesia. Betapapun sangat sederhananya, alat-alat ini telah memberikan gambaran tentang perilaku manusia Plestosen di Indonesia, terutama tentang hubungan timbal-balik yang erat antara lingkungan hidup manusia, teknologi dan sistem-sistem sosial. Tiap-tiap gejala ini harus diperhatikan secara seksama, sehingga dapat diketabui hubungan fungsionalnya.