Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search
Journal : Cermin Dunia Kedokteran

Peranan Mikronutrien terhadap Perkembangan Otak Siregar, Gursal Rai Gandra; Saing, Johannes Harlan; Dimyati, Yazid; Destariani, Cynthea Prima
Cermin Dunia Kedokteran Vol 46, No 3 (2019): Nutrisi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (610.365 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v46i3.504

Abstract

Perkembangan otak dimulai saat konsepsi sampai masa dewasa muda. Nutrisi berperan penting dalam perkembangan saraf, mulai dari neurulasi sampai mielinasi. Penelitian telah menunjukkan hubungan antara kadar mikronutrien dengan perkembangan otak, baik bersifat sementara maupun permanen dan dalam jangka pendek maupun jangka panjang.Brain development begin from conception through young adult period. Nutrition plays a main role in the brain development from neurulation until myelination process. Studies showed the relationship between micronutrient status and brain development.
Kejang Demam sebagai Faktor Predisposisi Epilepsi pada Anak Hasibuan, Dede Khairina; Dimyati, Yazid
Cermin Dunia Kedokteran Vol 47, No 11 (2020): Infeksi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (152.671 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v47i11.1191

Abstract

Kejang demam adalah bangkitan kejang pada anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (di atas 38°C dengan metode pengukuran suhu apapun) yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial. Faktor-faktor risiko kejang demam berkembang menjadi epilepsi adalah kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama, kejang demam kompleks (KDK), riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung, dan kejang demam sederhana (KDS) berulang 4 episode atau lebih dalam satu tahun. Kombinasi faktor risiko tersebut akan lebih meningkatkan risiko epilepsi. Pemberian obat rumatan kejang demam belum terbukti dapat mencegah epilepsi di kemudian hari.Febrile seizure is a seizure episode in children aged 6 months to 5 years preceded with an increase in body temperature (above 38° C with any measurement method) not caused by intracranial process. Risk factors to epilepsy are neurological or developmental abnormalities before the first febrile seizure, complex febrile seizures, history of epilepsy in parents or siblings, and simple febrile seizures 4 episodes or more in one year. Combination of these risk factors will increase the likelihood of epilepsy. Febrile seizure prophylaxis medication has not been proven to prevent epilepsy.
Peran Vitamin D pada Epilepsi Anak Batubara, Ratna Suwita; Saing, Johannes Harlan; Sianturi, Pertin; Dimyati, Yazid; Destariani, Cynthea Prima
Cermin Dunia Kedokteran Vol 46, No 10 (2019): Farmasi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (694.588 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v46i10.432

Abstract

Vitamin D memiliki peran penting selama perkembangan otak, proliferasi, diferensiasi, neurotrofik dan neuroprotektif. Bentuk aktif vitamin D menekan inflamasi dan mengubah keseimbangan antara sitokin inhibitor dan sitokin eksitasi. Bentuk aktif vitamin D menunjukkan efek imunomodulator dan secara efektif dapat menekan inflamasi sehingga mempunyai efek antikonvulsan. Penderita epilepsi anak berisiko tinggi defisiensi vitamin D.Pemakaian obat antiepilepsi sebagai politerapi dihubungkan dengan penurunan kadar vitamin D yang lebih besar dibandingkan obat antieepilepsi sebagai monoterapi. Pemberian vitamin D harus cukup untuk mempertahankan kadar normal 25(OH)D (≥30 ng/mL). Pemberian vitamin D pada epilepsi dapat meningkatkan batas ambang kejang secara signifikan dan mengurangi keparahan kejang.Vitamin D has an important role during brain development, proliferation, differentiation, neurotrophic and neuroprotection. The active form of vitamin D suppresses inflammation and changes the balance between inhibitory cytokines and excitatory cytokines. The active form of vitamin D shows an immunomodulatory effect and can effectively suppress inflammation so that it has an anticonvulsant effect. Epileptic children are in high risk of vitamin D deficiency. Antiepileptic polytherapy is associated with a greater reduction in vitamin D levels than in monotherapy. Vitamin D supplementation must be sufficient to maintain normal level of 25(OH)D (≥30 ng/mL. Vitamin D can significantly increase the seizure threshold and reduce the severity of seizure. 
Analisis Gas Darah dan Laktat Darah Tali Pusat sebagai Parameter Metabolik pada Asfiksia Perinatal Sitanggang, Fitri Parinda; Lubis, Bugis Mardina; Dimyati, Yazid; Tjipta, Guslihan Dasa; Syofiani, Beby; Sianturi, Pertin; Lubis, Syamsidah; Wahyuni, Fera
Cermin Dunia Kedokteran Vol 46, No 9 (2019): Neuropati
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (588.827 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v46i9.437

Abstract

Asfiksia masih merupakan salah satu penyebab utama kematian neonatus per tahun. Skor Apgar dapat memberikan informasi vitalitas neonatus namun memiliki beberapa keterbatasan. Asfiksia perinatal dapat muncul dari berbagai risiko intrapartum dan postpartum yang mengakibatkan terhentinya pertukaran gas pada fetus. Metabolisme anaerob akan menyebabkan akumulasi laktat dan penurunan pH. Analisis asam-basa dan laktat darah tali pusat dapat memberikan penilaian objektif terhadap status metabolik neonatus.Asphyxia still remain a major causes of neonatal death per year. Apgar score provides information on neonatal vitality but has several limitations. Perinatal asphyxia can arise from a variety of intrapartum and postpartum risks which result in cessation of gas exchange. Anaerobic metabolism will cause lactate accumulation and pH decrease. Analysis of acid-base and lactate in cord blood can provide an objective assessment of the metabolic status of the neonate.Â