Sutirtha, I Wayan
Unknown Affiliation

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Sapta nayaka putra pradnyana, I made bramastya; Sulistyani, Sulistyani; Sutirtha, I Wayan
Jurnal IGEL : Journal Of Dance Vol 4 No 2 (2024): Jurnal IGEL Vol 4 No 2 2024
Publisher : UPT Pusat Penerbitan LP2MPP Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59997/jijod.v4i2.3397

Abstract

Karya tari bebarisan sapta nayaka merupakan karya tari tradisi yang mengambil jenre bebarisan, karya tari ini berdurasi 12 menit 5 detik. Karya tari bebarisan sapta nayaka terinspirasi dari salah satu prosesi upacara yang ada didesa Semanik yaitu upacara neduh ayu yang didalamnya terdapat tari baris sumbu sebagai salah satu prosesi upacara neduh ayu. Dari tari baris sumbu inilah pencipta terinspirasi untuk menjadikan sebuah karya tari yang baru, dengan mengangkat nilai-nilai spirit atau kekuatan dari tari baris sumbu itu sendiri. Karya tari bebarisan sapta nayaka menjadi media ungkap proses ketubuhan pencipta dari beberapa tahun yang lalu hingga saat ini, karya tari ini berangkat dari gerak nengkleng sebagai identitas spesifik dan unik lalu dikembangkan dan dikemas berdasarkan kreatifitas penata sehingga mendapatkan sesuatu bentuk yanbg baru tanpa meninggalkan spritit dari tari baris sumbu itu sendiri.
Representasi Kekuatan Dewa Brahma, Wisnu, dan Iswara melalui Penciptaan Tari Kreasi Solah Sura Dewi, Kadek Diah Mutiara; Negara, I Gede Oka Surya; Sutirtha, I Wayan
Jurnal IGEL : Journal Of Dance Vol 4 No 1 (2024): Jurnal IGEL Vol 4 No 1 2024
Publisher : UPT Pusat Penerbitan LP2MPP Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59997/jijod.v4i1.3757

Abstract

Tulisan ini membahas mengenai penciptaan sebuah karya seni tari kreasi baru yang bersumber dari Lontar Tutur Barong Swari, menggambarkan pembawaan 3 tokoh yang bersumber dari Dewa Brahma, Wisnu, dan Iswara dalam perwujudannya yakni sebagai penari Telek, Topeng Bang, dan Barong Swari. Ide karya tari ini dilatarbelakangi oleh fenomena minimnya karya tradisi yang dikembangkan oleh para seniman khususnya seniman muda serta “Gender Issue” yang ada di lingkungan mitra studi. Tujuan dari penciptaan karya tari Solah Sura ini adalah: (1) Mengajak masyarakat untuk menumbuhkembangkan daya kreatifitas dan meningkatkan kemampuan diri dalam seni tari, untuk menciptakan sebuah karya kreatif yang original melalui pengolahan maupun pengembangan gerak.; (2) Menjadi sumber refrensi untuk karya-karya baru yang akan diciptakan dikemudian hari; (3) Untuk berkontribusi terhadap kemajuan dan kecemerlangan cipta tari yang bekerja sama dengan Sanggar Seni Taksu Murti Kemanisan. Proses atau tahapan penciptaan yang dilalui meliputi: (1) Ngarencana, (2) Nuasen, (3) Makalin, (4) Nelesin, dan (5) Ngebah. Karya ini diwujudkan dalam bentuk tari kreasi baru yang terdiri dari tiga orang penari putri dengan fokus menggambarkan karakter dari Dewa Brahma, Wisnu, dan Iswara. Struktur karya ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu awal, isi dan akhir. Iringan tari yang digunakan pada karya ini adalah Gamelan Selonding dengan penambahan beberapa instrumen seperti kendang, suling, gentorag, cengceng ricik, dan gong. Tari Solah Sura ini menggunakan tata rias tari Bali modifikasi dan konsep tata busana yang terinsiprasi dari Lukisan Wayang Kamasan. Hasil dari proses penciptaan tari solah Sura dipentaskan di Gedung Natya Mandala Institut Seni Indonesia Denpasar.
Trans Memori Imajinasi Dalam Pewarisan Nilai Monumental Pertunjukan Wayang Kulit Bagi Masyarakat Hindu di Bali Wicaksandita, I Dewa Ketut; Hendra, Santosa; Saptono, Saptono; Sutirtha, I Wayan; Wicaksana, I Dewa Ketut
Jurnal Penelitian Agama Hindu Vol 9 No 1 (2025)
Publisher : Jayapangus Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37329/jpah.v9i1.3499

Abstract

Memory transfer (memory trance) conceptually involves actively remembering, realizing, and inheriting values of greatness, survival, and stability in performing arts. Imagination, used to affirm memory transfer, creates mental images that emphasize large, impressive objects, ideas, or concepts, significantly influencing the inheritance of the monumental value of Balinese traditional wayang kulit performances. This research aims to first identify memory trance based on imagination in inheriting Balinese wayang kulit's monumental value; second, analyze the significance of memory trances in this inheritance. A phenomenological approach (psychology-imagination) and instrumental aesthetic theory support the qualitative research. Findings include: first, imagination memory trance reveals action phases based on imagination behavior, such as 'imagination' (transmutation of objects by the subject), ‘creativity and mental imagery’ (transformation through metacognition), ‘cultural context’ (value clarification and internalization), and 'monumental value' (understanding the majestic value). Second, the significance of imaginary memory transience impacts active behavior in inheriting Balinese wayang kulit's monumental value. It examines the audience's aesthetic experience from imaginary images presented by the puppeteer and transforms artistic sources into aesthetic elements involving socio-cultural trends, creating 'dialectics' and 'catharsis' for audience appreciation. Additionally, it involves internalizing socio-religious values, building involvement, and vertical-horizontal existence, and forming the image of wayang as monumental art.
Sapta nayaka putra pradnyana, I made bramastya; Sulistyani, Sulistyani; Sutirtha, I Wayan
Jurnal IGEL : Journal Of Dance Vol 4 No 2 (2024): Jurnal IGEL Vol 4 No 2 2024
Publisher : UPT Pusat Penerbitan LP2MPP Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59997/jijod.v4i2.3397

Abstract

Karya tari bebarisan sapta nayaka merupakan karya tari tradisi yang mengambil jenre bebarisan, karya tari ini berdurasi 12 menit 5 detik. Karya tari bebarisan sapta nayaka terinspirasi dari salah satu prosesi upacara yang ada didesa Semanik yaitu upacara neduh ayu yang didalamnya terdapat tari baris sumbu sebagai salah satu prosesi upacara neduh ayu. Dari tari baris sumbu inilah pencipta terinspirasi untuk menjadikan sebuah karya tari yang baru, dengan mengangkat nilai-nilai spirit atau kekuatan dari tari baris sumbu itu sendiri. Karya tari bebarisan sapta nayaka menjadi media ungkap proses ketubuhan pencipta dari beberapa tahun yang lalu hingga saat ini, karya tari ini berangkat dari gerak nengkleng sebagai identitas spesifik dan unik lalu dikembangkan dan dikemas berdasarkan kreatifitas penata sehingga mendapatkan sesuatu bentuk yanbg baru tanpa meninggalkan spritit dari tari baris sumbu itu sendiri.