Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search
Journal : Meukuta Alam : Jurnal Ilmiah Mahasiswa

PERLUASAN ASAS LEGALITAS DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA Febrian, Doly; Wilsa, Wilsa; Rachmad, Andi
Meukuta Alam : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Vol 6, No 1 (2024): JURNAL ILMIAH MAHASISWA : MEUKUTA ALAM
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33059/ma.v6i1.783

Abstract

Dalam konteks masyarakat Indonesia, pandangan yang menyatakan bahwa dasar untuk melihat patut atau tidaknya suatu perbuatan dianggap bersifat melawan hukum atau perbuatan pidana hanya ketentuan dalam Undang-undang yang harus ada sebelum perbuatan dilakukan merupakan pandangan yang kurang memuaskan. Hal ini karena dalam konteks masyarakat Indonesia, untuk melihat layak tidaknya suatu perbuatan dianggap bersifat melawan hukum atau perbuatan pidana harus pula didasarkan pada “nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat”. Kehadiran hukum pidana di tengah masyarakat diartikan untuk memberikan rasa aman kepada individu maupun kelompok dalam masyarakat saat melaksanakan aktivitas kesehariannya tanpa ada kekhawatiran akan ancaman atau perbuatan yang dapat merugikan antara individu dalam masyarakat. Dalam artian, asas legalitas selalu menuntut agar penetapan hukuman atas suatu perbuatan harus didahului oleh penetapan peraturan. Asas legalitas di Indonesia ini merupakan amanat fundamental KUHP Nasional yang diatur dalam Pasal 1 Ayat (1) KUHP yang bertujuan jelas untuk memperkuat kepastian hukum, menciptakan keadilan dan kejujuran bagi terdakwa, mengefektifkan fungsi penjeraan dalam sanksi pidana, mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan memperkokoh rule of law. Terlepas dari penilaian bahwa Asas Legalitas ini memang sangat efektif dalam melindungi rakyat dari perlakuan sewenang-wenang kekuasaan, muncul juga wacana bahwa asas legalitas ini dirasa kurang efektif bagi penegak hukum dalam merespon pesatnya perkembangan kejahatan dan bahkan dianggap sebagian ahli sebagai kelemahan mendasar, yang oleh E Utrecht disebut sebagai kekurangan, maupun asas legalitas dalam perlindungan kepentingan-kepentingan kolektif, karena memungkinkan pembebasan pelaku perbuatan yang sejatinya merupakan kejahatan tapi tidak tercantum dalam Peraturan Perundang-undangan. Mencegah terulangnya kembali perbuatan yang sama, mencegah terjadinya impunitas pelaku kejahatan dan mencegah terjadinya kekosongan hukum. Dengan tiga alasan tersebut, asas legalitas yang sering mengalami kebuntuhan ketika berhadapan dengan realitas dapat disimpangi secara selektif. 1 KUHP Nasional yang baru merupakan cerminan dari KUHP yang lama dari WvS tidak dibuang, sebab masih banyak ketentuan yang diadopsi, atau diadaptasi ke dalam KUHP baru. KUHP yang diberlakukan di Hindia Belanda saat itu berasal dari KUHP Belanda yang bersumber dari Code Penal Prancis.
KAJIAN HUKUM NORMATIF TERHADAP TINDAK PIDANA RINGAN YANG DISELESAIKAN MELALUI PERADILAN ADAT ACEH (Studi Kasus Di Gampong Alue Canang Kec. Birem Bayeun Kab. Aceh Timur) Wahyu Siregar, Muhammad; Wilsa, Wilsa; Rachmad, Andi
Meukuta Alam : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Vol 4, No 2 (2022): JURNAL ILMIAH MAHASISWA : MEUKUTA ALAM
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33059/ma.v4i2.483

Abstract

Tindak Pidana Ringan adalah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama 3 bulan dan/atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan. salah satu bidang adat istiadat yang masih dilestarikan oleh masyarakat gampong di Aceh  adalah peradilan adat sebagai alternatif dalam menyelesaikan tindak pidana ringan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengetahui pengaturan dan pelaksanaan peradilan adat Aceh. Penelitian ini menggunakan dua metode yang digabungkan yaitu metode penelitian yuridis normatif dan yuridis empiris, dimana penelitian normatif merupakan penelitian terhadap azas-azas hukum, sistematika hukum, sinkronisasi hukum dan perbandingan hukum. Sedangkan metode penelitian empiris merupakan penelitian terhadap identifikasi hukum dan penerapan hukum dalam dinamika sosial kemasyarakatan. Penyelesaian tindak pidana ringan sudah memiliki legalistas Terkait fungsi, prosedur, hak dan kewenangan serta wewenang yang diatur dalam peraturan Perundang-Undangan dan qanun Aceh. Ketentuan mengenai tindak pidana ringan telah diatur dalam Pasal 13 Ayat (1) Qanun Aceh Nomor 9 tentang Pembinaan Adat Istiadat. Pelaksanaan penyelesaian tindak pidana ringan yang diselesaikan melalui peradilan adat di gampong Alue Canang sebagai alternatif penyelesaian tindak pidana ringan salah satu yang sering terjadi adalah tindak pidana pencurian, penganiayaan dan lain sebagainya. Terhadap perkara-perkara yang telah diputuskan dan telah diterima, maka pelaksanaan eksekusi dilakukan di Meunasah di depan umum, atau di tempat lain di rumah atau Mesjid (atas persetujuan bersama).
PERAN SATRESKRIM POLRES ACEH TAMIANG DALAM PENEGAKAN TINDAK PIDANA RINGAN DI KECAMATAN RANTAU Dwi Angga, Hanif; Wilsa, Wilsa; Rachmad, Andi
Meukuta Alam : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Vol 4, No 2 (2022): JURNAL ILMIAH MAHASISWA : MEUKUTA ALAM
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33059/ma.v4i2.491

Abstract

Tindak pidana ringan di atur KUHAP dan khusus di Aceh di atur juga dalam Qanun Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat. Banyaknya terjadi kasus tindak pidana ringan di Kecamatan Rantau sehingga peran Satreskrim dipertanyakan oleh masyarakakat di mana selama ini tindak pidana ringan banyak diselesaikan secara adat di desa terutama di Desa Paya Bedi Kecamatan rantau. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yuridis empiris. Pengaturan hukum tindak pidana ringan diatur dalam KUHAP sementara itu khusus di Aceh diatur dalam Qanun Nomor 9 Tahun 2008. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum Tindak Pidana Ringan untuk Satreskrim Aceh Tamiang setiap tindak pidana yang terjadi diselesaikan terlebih dahulu di desa sehingga fungsi satreskrim dalam menangani tipiring tidak sepenuhnya berjalan karena setiap permasalahan tipiring banyak diselesaikan di desa dan pihak kepolisian hanya menerima data tipiring yang terjadi di desa khususnya di desa paya bedi.
MEKANISME PENYELESAIAN PERKARA ADAT MELALUI PERADILAN ADAT DI DESA SUKARAMAI DUA Marlina Nst, Lilis; Wilsa, Wilsa; Sahara, Siti
Meukuta Alam : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Vol 6, No 1 (2024): JURNAL ILMIAH MAHASISWA : MEUKUTA ALAM
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33059/ma.v6i1.775

Abstract

Qanun Nomor 9 tahun 2008 tentang kehidupan adat dan istiadat Pasal 13 (3) berbunyi “aparat penegak hukum memberikan kesempatan agar sengketa/perselisihan diselesaikan terlebih dahulu secara adat, oleh sebab itu majelis adat Aceh (MAA) selaku pembentuk desa percontohan peradilan adat di Kampung  Sukaramai Dua Kecamatan Sereway Kabupaten Aceh Tamiang”. Perkara perdata seperti perkara Perceraian, Pembagian harta bersama, waris banyak diselesaikan di Mahkamah Syar’iyah. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris yang merupakan meneliti bagaimana bekerjanya hukum di masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan Pengaturan hukum tentang penyelesaian perkara adat terdapat pada qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008, Qanun No. 5 Tahun 2003 dan Keputusan Bersama Gubernur, POLDA, dan MAA nomor 189/677/2001, 1054/MAA/XII/2011, B/121/I/2012, tanggal 20 Desember 2011. Mekanisme penyelesaian perkara adat melalui peradilan adat yaitu berpedoman kepada ketentuan Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan Adat dan Adat Istiadat.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK ATAS PENDIDIKAN ANAK DI GAMPONG ALUE CANANG KECAMATAN BIREM BAYEUN KABUPATEN ACEH TIMUR Shalsa, Faradila; Fitriani, Rini; Wilsa, Wilsa
Meukuta Alam : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Vol 5, No 1 (2023): JURNAL ILMIAH MAHASISWA : MEUKUTA ALAM
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33059/ma.v5i1.768

Abstract

Pasal 9 Undang-undang No 35 Tahun 2014 menyatakan bahwa setiap anak berhak atas pendidikan dan pengajaran, hal ini harus terpenuhi karena merupakan hak dasar anak, dimana hak atas pendidikan anak mnjadi tanggungjawab Penyelenggara Perlindungan Anak, tetapi di Desa Alue Canang masih banyak anak yang tidak melanjutkan pendidikannya disebabkan terkendala oleh sarana dan prasarana yang tidak memadai.   Pengaturan Hukum hak atas pendidikan anak di atur dalam Pasal 31 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945  yang mengatur tentang hak setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan. Selanjutnya pengaturan hukum hak atas pendidikan anak terdapat pada Pasal 9 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak dan Pasal 28 konvensi hak anak ayat 1 juga  menyatakan bahwa setiap anak berhak mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Berdasarkan hal ini menggambarkan bahwa pemerintah wajib menyediakan fasilitas dan memberikan kesempatan bagi seluruh warga negaranya tanpa terkecuali untuk memperoleh pendidikan yang layak. Selanjutnya perlindungan hukum terhadap pendidikan anak di Desa Alue Canang belum berjalan secara maksimal hal ini dikarenakan pemerintah Desa masih tergantung sepenuhnya pada Pemerintah Kabupaten Aceh Timur. Hambatan yang terjadi terhadap hak pendidikan anak di Alue Canang adalah belum adanya sekolah lanjutan baik SLTP maupun SLTA diseputaran wilayah Alue Canang, akses prasarana yang tidak memadai yang beresiko tinggi terhadap keselamatan anak jika anak melanjutkan kesekolah lanjutan diluar wilayah Alue Canang serta tidak ada dukungan sarana seperti sarana transportasi antar jemput anak sekolah, sementara upaya yang telah dilakukan adalah pendataan, koordinasi, monitoring dan evaluasi baik dari Pihak Dinas Pendidikan Kebudayaan maupun Dinas Perlindungan dan Anak Aceh Timur.
PERAN KEPOLISAN LALU LINTAS TERHADAP PENAGGULANGAN PENYALAHGUNAAN FUNGSI KENDARAAN ANGKUTAN BARANG (Studi Penelitian di Wilayah Hukum Kepolisian Resor Aceh Tamiang) Syahputra, Rifaldi; Wilsa, Wilsa; Sahara, Siti
Meukuta Alam : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Vol 5, No 2 (2023): JURNAL ILMIAH MAHASISWA : MEUKUTA ALAM
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33059/ma.v5i2.752

Abstract

Penyalahgunaan fungsi kendaraan angkutan barang dalam hal ini yang dialih fungsikan sebagai angkutan orang dijalan raya merupakan bentuk pelanggaran lalu lintas serta perbuatan melawan hukum serta tindakan tersebut merupakan tindakan ilegal. menyangkut perbuatan pelanggaran penyalahgunaan fungsi kendaraan angkutan barang sebagai angkutan orang dijalan raya adapun merujuk pada  ketentuan Pasal 137 ayat 4 Undang – Undang No 22 Tahun tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan 2009 yaitu Mobil barang dilarang digunakan untuk angkutan orang dan serta ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 303 Undang – Undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. Peran kepolisan lalu lintas kabupaten aceh tamiang dalam penanggulangan penyalahgunaan fungsi kendaraan angkutan barang sebagai angkutan orang di jalan raya dengan melakukan upaya preventif yaitu dengan melakukan  sosialisai, memberikan himbauan, pemasangan spanduk, menurunkan penumpang dan upaya represif yaitu berupa memberikan teguran tertulis, Razia dan patroli, penilangan dan mencabut izin mengemudi. Hambatan yang dihadapi kepolisan lalu lintas Kabupaten Aceh Tamiang adalah kurangnya kesadaran hukum masyarakat serta faktor budaya atau kebiasaan menggunakan kendaraan angkutan barang sebagai angkutan orang yang dilakukan turun temurun dan berulang ulang kali.
MEKANISME PENYELESAIAN TINDAK PIDANA PENCURIAN RINGAN HASIL KEBUN DI DESA SUKARAMAI DUA KECAMATAN SERUWAY Asmi, Anggie Thania; Wilsa, Wilsa; Krisna, Liza Agnesta
Meukuta Alam : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Vol 5, No 2 (2023): JURNAL ILMIAH MAHASISWA : MEUKUTA ALAM
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33059/ma.v5i2.757

Abstract

Peradilan Adat adalah salah satu upaya perdamaian yang dilakukan masyarakat Hukum Adat untuk mendapat kepastian atas sengketa atau permasalahannya yang dialami oleh masyarakat adat itu sendiri. Serta pelaksanaan Peradilan Adat yang dipimpin oleh Geuchik selaku pemimpin di Gampong. Seperti yang kasus tindak pidana ringan berupa pencurian hasil kebun yang terjadi di Desa Sukaramai Dua Kecamatan Seruway Kabupaten Aceh Tamiang melalui penyelesaian peradilan adat atau diluar pengadilan. Banyak alasan yang membuat masyarakat lebih memilih menyelesaikan permasalahan melalui peradilan adat dikarenakan prosesnya yang lebih cepat dibandingkan dengan persidangan di pengadilan yang sudah pasti memakan waktu yang lama serta biaya yang besar.Peradilan adat bertujuan untuk menyelesaikan permasalah secara damai dan kesepakatan kedua belah pihak melalui musyawarah. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya pencurian di Desa Sukaramai Dua, Kecamatan Seruway, Kabupaten Aceh Tamiang seperti faktor ekonomi, rendahnya pendidikan, kurangnya ilmu pengetahuan dan juga iman di diri seseorang, selain itu juga faktor lingkungan yang kurang ketatnya penjagaan oleh aparat keamanan setempat. Namun apapun alasannya yang namanya pencurian tidak dibenarkan dan tetap harus menjalankan sanksi atau hukuman sesuai kesepakatan hasi dari musyawarah peradilan adat oleh perangkat Desa Sukaramai Dua Kecamatan Seruway Kabupaten Aceh Tamiang berdasarkan Pasal 16 Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat.Mekanisme penyelesaian melalui peradilan adat terdapat dalam Pasal 17 ayat (2) Peraturan Gubernur Aceh Nomor 60 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Penyelesaian Sengketa/Perselisihan Adat Istiadat yaitu: Penerimaan laporan/pengaduan,perlindungan para pihak,koordinasi dan gelar perkara ditingkat gampong, pemanggilan pelapor, korban dan pelaku serta penelusuran duduk perkara,pemeriksaan para pihak, saksi-saksi dan barang bukti serta tempat kejadian,penentuan keputusan penyelesaian kasus,mediasi dan lobi para pihak,sidang adat dan rapat pengambilan keputusan, penyampaian atau pengumuman keputusan, penandatangan lembar berita acara penyelesaian peardilan adat, pelaksanaan putusan dan pemulihan; dan Pengajuan ke tingkat mukim atau ke polisi.