p-Index From 2020 - 2025
13.263
P-Index
This Author published in this journals
All Journal Fidei: Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika Jurnal Teologi Berita Hidup Manna Rafflesia SANCTUM DOMINE: Jurnal Teologi KHARISMATA: Jurnal Teologi Pantekosta EDULEAD: Journal of Christian Education and Leadership Jurnal Teologi Praktika Kharisma: Jurnal Ilmiah Teologi LOGIA : Jurnal Teologi Pentakosta Excelsis Deo: Jurnal Teologi, Misiologi dan Pendidikan Jurnal Teologi (JUTEOLOG) CARAKA: Jurnal Teologi Biblika dan Praktika Jurnal Pendidikan Agama Kristen (JUPAK) Transformasi Fondasi Iman Kristen dalam Pelayanan Pastoral di Era Society 5.0 Jurnal DIDASKO Jurnal Teologi Amreta Jurnal Kadesi : Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Predica Verbum TELEIOS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Sabda : Jurnal Teologi Kristen ELEOS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen KAMASEAN: Jurnal Teologi Kristen Dunamos: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Miktab: Jurnal Teologi dan Pelayanan Kristiani Illuminate: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Jurnal Teologi & Pelayanan Kerusso Ritornera - Jurnal Teologi Pentakosta Indonesia Veritas Lux Mea (Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen) Shema : Jurnal Teologi Injili dan Pendidikan Kristen MAGNUM OPUS: Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen THRONOS: Jurnal Teologi Kristen CHARISTHEO: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen ALUCIO DEI DIDAKTIKOS: Jurnal Pendidikan Agama Kristen Duta Harapan Voice of HAMI Theologia Insani: Jurnal Theologia, Pendidikan, dan Misiologia Integratif Lentera Nusantara Philoxenia: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Redominate : Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristiani Jurnal Efata: Jurnal Teologi dan Pelayanan HUPERETES: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen KARDIA: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Jurnal Ap-Kain ICHTUS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Redominate : Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristiani
Paulus Kunto Baskoro
Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia Yogyakarta

Published : 98 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search
Journal : Transformasi Fondasi Iman Kristen dalam Pelayanan Pastoral di Era Society 5.0

Konsep Imam dan Jabatan Imam pada Masa Intertestamental Paulus Kunto Baskoro
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 3, No 1 (2020): September 2020 (Studi Intertestamental)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v3i1.50

Abstract

ABSTRACTThe intertestamental period is a Protestant term, while the deuterocanonical period is a Catholic and Orthodox Christian term to refer to the time gap between the period covered by the Hebrew Bible or "Old Testament" and the period covered by the Christian "New Testament". Traditionally, this period is thought to cover about four hundred years, from the time of Malachi's ministry (420 BC) to the advent of John the Baptist in the early 1st century AD, a period that is almost the same as the Second Temple period (530 BC to 70 M). It is known by members of the Protestant community as "400 Silent Years" (400 Silent Years) because it is believed to be a time period in which God did not reveal anything new to His people.However, it is undeniable that in the intertestamental times there are many parts of history that are sometimes questioned and are being sought for truth. Because after all, even though 400 years of God's silence did not speak to humans, the world's history continues. Although the context is mostly in the form of ruling kingdoms. And religious history also continues, with a tradition built. Among them about the journey of the concept of the priesthood in tradition in Israel as the concept of worship for the Jews. The question which is still being debated and becoming a conversation is First, what are the duties and responsibilities of the high priest during the intertestamental period? Second, are priesthood rules in the Torah still enforced during the intertestamental period, or are there changes and adjustments?Through this paper, the author will give a little understanding of what happened during the intertestamental period in connection with the priestly ministry in Israel. ABSTRAKPeriode intertestamental (bahasa Inggris: Intertestamental period) merupakan suatu istilah Protestan, sedangkan periode deuterokanonikal (bahasa Inggris: deuterocanonical period) adalah istilah Katolik dan Kristen Ortodoks untuk menyebut kesenjangan waktu antara periode yang dicakup oleh Alkitab Ibrani atau "Perjanjian Lama" dan periode yang dicakup oleh "Perjanjian Baru" orang Kristen. Secara tradisional, periode ini dianggap mencakup kira-kira empat ratus tahun, sejak masa pelayanan Maleakhi (420 SM) sampai kepada munculnya Yohanes Pembaptis pada awal abad ke-1 Masehi, suatu periode yang hampir sama dengan periode Bait Suci Kedua (530 SM hingga 70 M). Dikenal oleh anggota komunitas Protestan sebagai "400 Tahun Sunyi" (400 Silent Years) karena diyakini merupakan kurun waktu di mana Allah tidak menyatakan apa-apa yang baru kepada umat-Nya.Namun tidak bisa dipungkiri bahwa dimasa-masa intertestamental banyak sekali bagian-bagian sejarah yang terkadang banyak yang dipertanyakan dan sedang dicari kebenarannya. Sebab bagaimanapun juga meskipun 400 tahun masa Allah diam tidak berbicara kepada manusia, manusia sejarah dunia tetap berjalan. Meskipun konteksnya banyak berupa kerajaan-kerajaan yang berkuasa. Dan sejarah keagamaan juga tetap berjalan, dengan sebuah tradisi-tradisi yang dibangun. Diantaranya tentang pejalanan konsep keimaman dalam tradisi di Israel sebagai konsep penyembahan bagi orang-orang Yahudi. Pertanyaan yang masih menjadi perdebatan dan menjadi perbincangan adalah Pertama, bagaimanakah tugas dan tanggung jawab imam besar pada masa intertestamental?  Kedua, apakah aturan keimaman dalam Taurat tetap ditegakkan pada masa intertestamental, ataukah ada perubahan dan penyesuaian?Lewat makalah ini, penulis akan sedikit memberikan pemahaman tentang apa yang terjadi di masa intertestamental sehubungan dengan perjalanan pelayanan keimaman di Israel.
Metode Pendekatan Pemberitaan Injil yang Efektif Menurut Injil Matius dan Aplikasinya Bagi Orang Percaya Masa Kini Paulus Kunto Baskoro; Suhadi Suhadi
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 2 (2022): Maret 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v4i2.191

Abstract

Penginjilan menjadi bagian terpenting dalam kehidupan setiap orang percaya dan ini merupakan pesan amanat agung yang Tuhan Yesus nyatakan dalam Matius 28:19-20. Penginjilan selalu indentik dengan konsep pemberitaan Injil. Pemberitaan Injil seharusnya selalu menjadi gaya hidup setiap orang percaya. Sebab sadar atau tidak sadar pemberitaan Injil menjadi kunci pertumbuhan gereja dan juga penambahan murid Yesus yang diperlengkapi dan memperlengkapi setiap orang percaya. Ketika penginjilan tidak menjadi prioritas, yang terjadi gereja akan terjadi kelambatan dalam pertumbuhan dan pemuridan tidak berjalan secara efektif. Perlu dilakukan metode pendekatan tentang pemberitaan Injil, sehingga memberitakan Injil menjadi hal yang menyenangkan serta menggairahkan bagi setiap orang percaya. Karena beberapa orang percaya beranggapan bahwa pemberitaan Injil hanya tugas kaum misionaris dan terkadang sesuatu yang sulit untuk dilakukan. Penulisan ini menggunakan metode deskritif literatur. Tujuannya supaya lewat penulisan yaitu Pertama, menyadarkan setiap orang percaya betapa pentingnya esensi pemberitaan Injil bagi orang yang belum percaya Yesus. Kedua, orang percaya memiliki metode yang terbaik dalam pemberitaan Injil, sehingga pemberitaan Injil menjadi hal yang menyenangkan. Ketiga, banyak jiwa yang dimenangkan dan siap untuk dimuridkan. 
Peranan Alkitab Sebagai Otoritas Tertinggi dan Aplikasinya Dalam Misi Gereja Masa Kini Paulus Purwoto; Suhadi Suhadi; Paulus Kunto Baskoro
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 5, No 1 (2022): September 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v5i1.284

Abstract

The Bible is the Word of God has an inerrancy that cannot be wrong and has a position as the highest authority. The Church is an institution founded by the Lord Jesus who has roots in the Old Testament having a duty and a call to mission. The question is how the Bible plays the role of the Bible as the highest authority in the ministry of the church's mission. The method used in this research is qualitative descriptive with a library research approach. The conclusion in this study is that the Bible as the highest authority in the ministry of the church's mission plays a role in determining the motivation of the church's mission and formulating various methods of mission approaches that are sensitive to context and do not come out of the corridors of the Bible.Alkitab adalah Firman Allah memiliki sifat inerrancy tidak mungkin salah serta memiliki kedudukan sebagai otoritas tertinggi. Gereja merupakan lembaga yang didirikan oleh Tuhan Yesus yang telah memiliki akar dari Perjanjian Lama mempunyai tugas dan panggilan untuk bermisi. Persoalannya adalah bagaimanakah peranan Alkitab sebagai otoritas tertinggi dalam pelayanan misi gereja. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan library research. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah Alkitab sebagai otoritas tertinggi dalam pelayanan misi gereja berperan untuk menentukan motivasi misi gereja serta merumuskan berbagai metode pendekatan misi yang peka terhadap konteks serta tidak keluar dari koridor Alkitab.
Konsep Imam dan Jabatan Imam pada Masa Intertestamental Paulus Kunto Baskoro
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 3, No 1 (2020): September 2020 (Studi Intertestamental)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v3i1.50

Abstract

ABSTRACTThe intertestamental period is a Protestant term, while the deuterocanonical period is a Catholic and Orthodox Christian term to refer to the time gap between the period covered by the Hebrew Bible or "Old Testament" and the period covered by the Christian "New Testament". Traditionally, this period is thought to cover about four hundred years, from the time of Malachi's ministry (420 BC) to the advent of John the Baptist in the early 1st century AD, a period that is almost the same as the Second Temple period (530 BC to 70 M). It is known by members of the Protestant community as "400 Silent Years" (400 Silent Years) because it is believed to be a time period in which God did not reveal anything new to His people.However, it is undeniable that in the intertestamental times there are many parts of history that are sometimes questioned and are being sought for truth. Because after all, even though 400 years of God's silence did not speak to humans, the world's history continues. Although the context is mostly in the form of ruling kingdoms. And religious history also continues, with a tradition built. Among them about the journey of the concept of the priesthood in tradition in Israel as the concept of worship for the Jews. The question which is still being debated and becoming a conversation is First, what are the duties and responsibilities of the high priest during the intertestamental period? Second, are priesthood rules in the Torah still enforced during the intertestamental period, or are there changes and adjustments?Through this paper, the author will give a little understanding of what happened during the intertestamental period in connection with the priestly ministry in Israel. ABSTRAKPeriode intertestamental (bahasa Inggris: Intertestamental period) merupakan suatu istilah Protestan, sedangkan periode deuterokanonikal (bahasa Inggris: deuterocanonical period) adalah istilah Katolik dan Kristen Ortodoks untuk menyebut kesenjangan waktu antara periode yang dicakup oleh Alkitab Ibrani atau "Perjanjian Lama" dan periode yang dicakup oleh "Perjanjian Baru" orang Kristen. Secara tradisional, periode ini dianggap mencakup kira-kira empat ratus tahun, sejak masa pelayanan Maleakhi (420 SM) sampai kepada munculnya Yohanes Pembaptis pada awal abad ke-1 Masehi, suatu periode yang hampir sama dengan periode Bait Suci Kedua (530 SM hingga 70 M). Dikenal oleh anggota komunitas Protestan sebagai "400 Tahun Sunyi" (400 Silent Years) karena diyakini merupakan kurun waktu di mana Allah tidak menyatakan apa-apa yang baru kepada umat-Nya.Namun tidak bisa dipungkiri bahwa dimasa-masa intertestamental banyak sekali bagian-bagian sejarah yang terkadang banyak yang dipertanyakan dan sedang dicari kebenarannya. Sebab bagaimanapun juga meskipun 400 tahun masa Allah diam tidak berbicara kepada manusia, manusia sejarah dunia tetap berjalan. Meskipun konteksnya banyak berupa kerajaan-kerajaan yang berkuasa. Dan sejarah keagamaan juga tetap berjalan, dengan sebuah tradisi-tradisi yang dibangun. Diantaranya tentang pejalanan konsep keimaman dalam tradisi di Israel sebagai konsep penyembahan bagi orang-orang Yahudi. Pertanyaan yang masih menjadi perdebatan dan menjadi perbincangan adalah Pertama, bagaimanakah tugas dan tanggung jawab imam besar pada masa intertestamental?  Kedua, apakah aturan keimaman dalam Taurat tetap ditegakkan pada masa intertestamental, ataukah ada perubahan dan penyesuaian?Lewat makalah ini, penulis akan sedikit memberikan pemahaman tentang apa yang terjadi di masa intertestamental sehubungan dengan perjalanan pelayanan keimaman di Israel.
Metode Pendekatan Pemberitaan Injil yang Efektif Menurut Injil Matius dan Aplikasinya Bagi Orang Percaya Masa Kini Paulus Kunto Baskoro; Suhadi Suhadi
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 2 (2022): Maret 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v4i2.191

Abstract

Penginjilan menjadi bagian terpenting dalam kehidupan setiap orang percaya dan ini merupakan pesan amanat agung yang Tuhan Yesus nyatakan dalam Matius 28:19-20. Penginjilan selalu indentik dengan konsep pemberitaan Injil. Pemberitaan Injil seharusnya selalu menjadi gaya hidup setiap orang percaya. Sebab sadar atau tidak sadar pemberitaan Injil menjadi kunci pertumbuhan gereja dan juga penambahan murid Yesus yang diperlengkapi dan memperlengkapi setiap orang percaya. Ketika penginjilan tidak menjadi prioritas, yang terjadi gereja akan terjadi kelambatan dalam pertumbuhan dan pemuridan tidak berjalan secara efektif. Perlu dilakukan metode pendekatan tentang pemberitaan Injil, sehingga memberitakan Injil menjadi hal yang menyenangkan serta menggairahkan bagi setiap orang percaya. Karena beberapa orang percaya beranggapan bahwa pemberitaan Injil hanya tugas kaum misionaris dan terkadang sesuatu yang sulit untuk dilakukan. Penulisan ini menggunakan metode deskritif literatur. Tujuannya supaya lewat penulisan yaitu Pertama, menyadarkan setiap orang percaya betapa pentingnya esensi pemberitaan Injil bagi orang yang belum percaya Yesus. Kedua, orang percaya memiliki metode yang terbaik dalam pemberitaan Injil, sehingga pemberitaan Injil menjadi hal yang menyenangkan. Ketiga, banyak jiwa yang dimenangkan dan siap untuk dimuridkan. 
Nilai-Nilai Internalisasi Pendidikan Kristen Menurut 2 Timotius 3:16: Implikasi Logis bagi Gereja Masa Kini di Era Dirupsi Baskoro, Paulus Kunto
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol. 7 No. 1 (2024): September 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v7i1.734

Abstract

The world of education covers a very broad discussion. However, it is not uncommon nowadays that education is only seen from the perspective of the world of secular education and without, realizing that education in a church, the church will experience a spiritual decline in the congregation’s spiritual maturity. As this era advances, the church and the world of education should be able to work together to make big changes towards a better direction. Because basically Christian education is also centered on the Bible as well as the preaching of the Word in the church, which is studied according to 2 Timothy 3:16. The method used in this research is a descriptive qualitative method. The purpose of this research is First, to examine important principles in Christian education based on 2 Timothy 3:16. Second, the church plays its function in Christian education for the entire congregation. Third, the entire congregation experiences Biblical spiritual maturity in Christian education.Dunia pendidikan mencakup pembahasan yang sangat luas. Namun tidak jarang pada masa sekarang ini pendidikan hanya dilihat dari segi dunia pendidikan sekuler saja dan tanpa disadari bahwa pendidikan juga memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan gereja. Sebab tanpa adanya pendidikan dalam sebuah gereja, gereja tersebut akan mengalami kemerosotan kerohanian dalam kedewasaan rohani jemaat. Semakin maju zaman ini, sepatutnya gereja dan juga dunia pendidikan bisa berkerja sama guna untuk melakukan perubahan yang besar untuk menuju ke arah yang lebih baik. Karena pada dasarnya pendidikan Kristen juga berpusat pada Alkitab demikian juga dengan pemberitaan Firman dalam gereja, yang dikaji menurut 2 Timotius 3:16. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskritif. Tujuan dari penelitian ini adalah Pertama, mengkaji prinsip-prinsip penting dalam pendidikan Kristen berdasarkan 2 Timotius 3:16. Kedua, gereja memerankan fungsinya dalam pendidikan Kristen bagi seluruh jemaat. Ketiga, seluruh jemaat mengalami kedewasaan rohani secara Alkitabiah dalam pendidikan Kristen.
Nilai-Nilai Internalisasi Pendidikan Kristen Menurut 2 Timotius 3:16: Implikasi Logis bagi Gereja Masa Kini di Era Dirupsi Baskoro, Paulus Kunto
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol. 7 No. 1 (2024): September 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v7i1.734

Abstract

The world of education covers a very broad discussion. However, it is not uncommon nowadays that education is only seen from the perspective of the world of secular education and without, realizing that education in a church, the church will experience a spiritual decline in the congregation’s spiritual maturity. As this era advances, the church and the world of education should be able to work together to make big changes towards a better direction. Because basically Christian education is also centered on the Bible as well as the preaching of the Word in the church, which is studied according to 2 Timothy 3:16. The method used in this research is a descriptive qualitative method. The purpose of this research is First, to examine important principles in Christian education based on 2 Timothy 3:16. Second, the church plays its function in Christian education for the entire congregation. Third, the entire congregation experiences Biblical spiritual maturity in Christian education.Dunia pendidikan mencakup pembahasan yang sangat luas. Namun tidak jarang pada masa sekarang ini pendidikan hanya dilihat dari segi dunia pendidikan sekuler saja dan tanpa disadari bahwa pendidikan juga memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan gereja. Sebab tanpa adanya pendidikan dalam sebuah gereja, gereja tersebut akan mengalami kemerosotan kerohanian dalam kedewasaan rohani jemaat. Semakin maju zaman ini, sepatutnya gereja dan juga dunia pendidikan bisa berkerja sama guna untuk melakukan perubahan yang besar untuk menuju ke arah yang lebih baik. Karena pada dasarnya pendidikan Kristen juga berpusat pada Alkitab demikian juga dengan pemberitaan Firman dalam gereja, yang dikaji menurut 2 Timotius 3:16. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskritif. Tujuan dari penelitian ini adalah Pertama, mengkaji prinsip-prinsip penting dalam pendidikan Kristen berdasarkan 2 Timotius 3:16. Kedua, gereja memerankan fungsinya dalam pendidikan Kristen bagi seluruh jemaat. Ketiga, seluruh jemaat mengalami kedewasaan rohani secara Alkitabiah dalam pendidikan Kristen.
Pola Kurikulum Yang Terstruktur Sebagai Dasar Misi Menurut Matius 28:19-20 Di Gereja Morning Star Indonesia Kalauserang, Jimmy Piter; Baskoro, Paulus Kunto
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol. 7 No. 2 (2025): Maret 2025
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v7i2.909

Abstract

The great commission is a command that must be carried out. The Great Commission is not an optional recommendation or suggestion. So carrying out the Great Commission is proof for every Christian that they make Jesus God. Failure to carry out the Great Commission is one of the factors inhibiting church growth and failure to fulfill the great command of the Lord Jesus. Therefore, the church needs to think about how to overcome any obstacles that arise in implementing the Great Commission, where many churches do not yet have a curriculum pattern for implementing the Great Commission. A structured curriculum pattern is needed in implementing the great commission in accordance with Matthew 28:19-20. This research method is a descriptive qualitative method. The aim of this research is first, to examine the mission pattern in Matthew 28:19-20. Second, create a mission curriculum pattern that can be implemented in the church. Third, implementing the curriculum pattern obtained from Matthew 28:19-20 in today's church.
Pemikiran Baru Pandangan Teologi: Substantif, Relasional, dan Fungsional Tentang Gambar Rupa Allah Dewi, Ester Yunita; Baskoro, Paulus Kunto
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol. 8 No. 1 (2025): September 2025
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v8i1.965

Abstract

Theological study of the image of God helps to understand the two words, words that are not different in meaning, but reinforce each other. The topic of the image and likeness of God has produced three popular views, namely the substantial, relational and functional views. Each of these three views has advantages and disadvantages. The aim of the research is to present a third view in a balanced way and to develop new thinking apart from conducting comparative and evaluation studies. Methode search as methode kualitatif deskritif. The findings of this study indicate that: First, the image of God is a fully Man. The results of the research on the word image and likeness in Genesis 1:26-31, 5:1-3 and 9:6 prove that the use of the words "image" and "likeness" are not separate or distinct terms. In essence, the meaning of the words "image" and "likeness" is the same. Second, the image of God in Genesis 1:26, is man was created to be God's representative, that is, to rule over His creation, to rule in the sense of carrying out God's mandate. Third, the image of God requires God's Atonement. The history of human life on earth tells that humans violate God's word and cause humans to sin. Humans need redemption to be able to live obediently and be able to carry out God's mandate of "power." The complete restoration of the original man as even more like the heavenly body and that of Christ will take place in the eternities. Fourth, further research. The researcher realizes that the results of this study are still incomplete because it opens up opportunities for further research.