Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : Media Dermato-Venereologica Indonesiana

KEBERHASILAN TERAPI LUKA BAKAR SUPERFICIAL PARTIAL-THICKNESS DENGAN ASTAXANTHIN SISTEMIK DAN TOPIKAL: SEBUAH LAPORAN KASUS Sari, Ninda; Dahlan, Nelly Herfina
Media Dermato-Venereologica Indonesiana Vol 52 No 1 (2025): Media Dermato Venereologica Indonesiana
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33820/mdvi.v52i1.485

Abstract

Pendahuluan: Luka bakar pada kulit terjadi ketika sebagian atau seluruh lapisan kulit rusak akibat energi fisik. Setelah terjadi luka bakar, beberapa faktor seperti iskemia, stres oksidatif, peradangan, dan kematian sel (nekrosis atau apoptosis), berkontribusi terhadap proses luka bakar menjadi lebih luas atau lebih dalam dari lokasi awal. Astaxanthin (ASX) merupakan karotenoid alami yang memiliki efek antioksidan yang kuat dan antiinflamasi sehingga sangat berperan dalam penyembuhan luka, termasuk luka bakar. Kasus: Dilaporkan satu kasus luka bakar derajat dua (superficial partial-thickness) akibat terkena air panas pada seorang perempuan berusia 28 tahun dengan tipe kulit Fitzpatrick III. Pengobatan yang diberikan berupa analgetik nonsteroid, ASX sistemik, formulasi topikal gentamisin dan ASX berbasis krim gel; memberikan penyembuhan luka komplet dalam 10 hari, tidak terjadi infeksi dan tanpa gejala sisa skar hipertrofik. Diskusi: Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ASX berperan dalam semua fase penyembuhan luka sehingga dapat digunakan untuk pengobatan luka bakar. Stres oksidatif sekunder terkait mitokondria dan apoptosis memiliki peran penting dalam fase awal luka bakar dan inflamasi yang berkepanjangan. Penyembuhan luka tanpa skar merupakan salah satu tujuan penatalaksanaan luka bakar, sehingga tindakan yang tepat, cepat, dan komprehensif sangat penting. Kesimpulan: Kombinasi ASX sistemik dan topikal memberikan efek penyembuhan yang lebih cepat untuk luka bakar partial-thickness. 
PERAN ANTIOKSIDAN PADA MELASMA Sari, Ninda; Earlia, Nanda; Maulida, Mimi
Media Dermato-Venereologica Indonesiana Vol 52 No 2 (2025): Media Dermato Venereologica Indonesiana
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33820/mdvi.v52i2.479

Abstract

   Melasma adalah kelainan hipermelanotik didapat, biasanya terjadi pada perempuan dengan jenis kulit yang lebih gelap. Sejumlah faktor pemicu melasma antara lain genetik, pajanan sinar ultraviolet (UV), dan hormon seks perempuan. Patofisiologi melasma tidak terbatas pada melanosit; penelitian saat ini menunjukkan bahwa keratinosit, sel mast, regulasi gen yang menyimpang, neovaskularisasi, dan gangguan membran basal saling barkaitan. Sinar UV sebagai agen utama diyakini memicu reactive oxygen species (ROS) melalui stimulus melanogenesis dan mengaktifkan oksida nitrat terinduksi. Melasma sulit diobati dan cenderung kambuh setelah pengobatan karena patofisiologinya yang kompleks. Antioksidan telah digunakan dalam pengobatan melasma untuk mengurangi melanogenesis akibat sinar UV, karena fungsinya sebagai penetral dan penghambat pembentukan ROS. 
PERAN MIKROBIOMA KULIT PADA AKNE Sari, Ninda; Adriman, Zikri; Pradistha, Aldilla
Media Dermato-Venereologica Indonesiana Vol 50 No 4 (2023): Media Dermato Venereologica Indonesiana
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33820/mdvi.v50i4.445

Abstract

Kulit adalah permukaan terluar tubuh, yang berfungsi untuk membentuk barier pelindung antara tubuh dan lingkungan eksternal. Kulit terdiri dari populasi mikroorganisme yang berbeda yang berada di lapisan epidermis dan dermis. Mikrobioma kulit berpartisipasi secara fisik, kimia, mikroba dan jalur imunologi bawaan serta adaptif dalam perannya sebagai barier kulit. Hilangnya keragaman mikrobioma kulit, serta perubahan komposisi alami, mendorong perkembangan penyakit inflamasi di kulit, seperti akne. Akne vulgaris adalah peradangan folikel sebaseus manusia yang paling sering. Beberapa mekanisme telah diusulkan dimana Cutibacterium acnes memperberat akne, termasuk aktivitas kelenjar sebaseus, pembentukan komedo, dan respon inflamasi pejamu. Meskipun peran C.acnes dalam patofisiologi akne tidak sepenuhnya dipahami, hilangnya keseimbangan antara filotipe C.acnes tampaknya berperan dalam memicu akne. Tidak ada perbedaan yang signifikan dari distribusi strain C.acnes pada akne ringan dan berat. Staphylococcus epidermidis dapat mengontrol proliferasi C.acnes melalui fermentasi gliserol menjadi asam lemak rantai pendek dan melepaskan asam suksinat. Mallasezia juga jenis fungal yang hidup berdampingan dengan C.acnes dan dianggap potensial untuk menginduksi akne refrakter. Interaksi mikroorganisme di usus dan sistem kekebalan tubuh pejamu penting untuk menjaga homeostasis kulit melalui aksis usus-kulit.