Persoalan yang berkaitan dengan pengurusan ijin bisnis, dan perlakuan yang dialami para pebisnis anggota gereja dari penyelenggara negara yang dirasakan tidak adil, masih kerap terjadi walaupun mereka sudah mengikuti jalur yang sesuai dengan prosedur. Untuk menghadapi persoalan tersebut, dan demi kepentingan saat ini maupun di masa mendatang, pebisnis mencoba untuk menjalin relasi yang baik dengan penyelenggara negara, melalui tindakan memberikan tanda terima kasih, hadiah, atau kado kepada penyelenggara negara. Tindakan semacam ini menurut Undang Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi, dikategorikan sebagai gratifikasi, salah satu jenis korupsi. Gereja sama sekali tidak berperan untuk mencegah terjadinya gratifikasi. Dalam wawancara terhadap pebisnis anggota gereja GKI, penulis menemukan dalam penelitian bahwa gratifikasi masih dipraktikkan karena adanya pemahaman yang berbeda dari para pebisnis, dan adanya kesulitan dalam hal perijinan, yang menjadi sumber munculnya gratifikasi, selain suap, pungli, maupun pemerasan. Masalah sekitar perijinan menjadi bentuk ketidakadilan sosial terhadap pebisnis. Penulis mengusulkan ”Tri Aksi Keadilan Sosial Melawan Gratifikasi dan Korupsi”, yaitu reformasi personal, reformasi struktural, dan transformasi kultural untuk menghadapi persoalan gratifikasi ini.