Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik (JIHHP)

Studi Perbandingan Penerapan Tindak Pidana Penghasutan dalam KUHP dan UU ITE Wicaksono, Candra; Faried, Femmy Silaswaty; Putri, Hanuring Ayu Ardhani
Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik Vol. 5 No. 3 (2025): (JIHHP) Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik
Publisher : Dinasti Review Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38035/jihhp.v5i3.3602

Abstract

Sementara itu, pengertian "menghasut" (opruien) harus dibedakan dari menggerakkan, menganjurkan, atau berusaha menggerakkan. Menghasut berarti membangun minat, nafsu, atau dendam seseorang sehingga ia melakukan apa yang dihasutkan. Dalam hal ini, tidak dipermasalahkan apakah ada usaha dari si penghasut, mirip dengan penggerakan yang diatur dalam Pasal 55 KUHPidana (penyertaan). Namun di era sekarang, penghasutan tidak hanya menyebabkan kerusuhan secara massal dan terlihat langsung di khalayak ramai, upaya penghasutan mengikuti perkembangan zaman yang akhirnya bisa dilakukan melalui media massa atau media elektronik.Penelitian yang dilakukan untuk penulisan jurnal ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, penelitian hukum normatif adalah “penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka".Regulasi mengenai tindakan menganjurkan, membujuk, atau menggerakkan (uitlokken) yang diatur dalam Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP berkaitan dengan tindakan provokasi (menghasut, memancing, mempengaruhi) untuk melakukan tindak pidana. Tindakan menganjurkan, membujuk, atau menggerakkan dapat mencakup tindakan provokasi sepanjang dilakukan sesuai dengan cara yang ditentukan dalam pasal tersebut.Sementara itu, dalam UU ITE, penghasutan diatur dalam Pasal 28 ayat (2), yang melarang penyebaran informasi elektronik yang bersifat menghasut. Pasal ini bertujuan untuk mencegah permusuhan, kerusuhan, atau perpecahan yang berdasarkan SARA.
Peran Pranata Masyarakat dalam Optimalisasi Restorative Justice Terhadap Anak yang Berkonflik dengan Hukum (Studi Unit PPA Polresta Surakarta) Pratiwi, Nindita; Ardhani Putri, Hanuring Ayu; Dewi, Nourma
Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik Vol. 5 No. 3 (2025): (JIHHP) Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik
Publisher : Dinasti Review Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38035/jihhp.v5i3.3948

Abstract

Penelitian menjawab deskripsi proses restorative justice terhadap anak yang berkonflik dengan hukum melalui peran pranata masyarakat serta hambatan optimalisasi restorative justice terhadap anak yang berkonflik dengan hukum melalui peran pranata masyarakat di Kota Surakarta. Restorative justice sebagai sarana penyelesaian konflik belum secara optimal dimanfaatkan. Hal ini dikarenakan kepahaman masyarakat yang rendah mengenai urgensi restorative justice bagi anak yang berkonflik dengan hukum. Padahal, pranata masyarakat mampu digunakan sebagai wadah pelaksanaan restorative justice yang difasilitasi stakeholder setempat. Kota Surakarta merintis Rumah Restorative Justice sebagai realisasinya. Perlu kajian menunjukkan urgensi dan hambatan pelaksanaan restorative justice melalui pranata kemasyarakatan. Penelitian ini empiris dengan data primer dari unit pelayanan perempuan dan anak Polresta Surakarta serta data sekunder dari literatur terkait. Hasil penelitian menunjukkan proses restorative justice terhadap anak yang berkonflik dengan hukum melalui peran pranata masyarakat difasilitasi oleh unit pelayanan perempuan dan anak Polresta Surakarta serta stakeholder Kelurahan di lokasi Rumah Restorative Justice pada beberapa Kecamatan di Kota Surakarta. Prosesnya mengedepankan pendekatan intrapersonal dan musyawarah mufakat untuk menemukan resolusi yang disepakati dan ditaati para pihak. Hambatan optimalisasi restorative justice terhadap anak yang berkonflik dengan hukum melalui peran pranata masyarakat di Kota Surakarta mencakup masyarakat belum mengetahui urgensi restorative justice melalui peran pranata masyarakat, kurangnya sarana prasarana unit pelayanan perempuan dan anak dalam menjangkau pranata masyarakat dan peningkatan kejahatan oleh anak menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap restorative justice.