Abstrak Perkawinan merupakan ikatan antara seorang pria dan seorang wanita yang bertujuan membentuk sebuah rumah tangga yang bahagia, harmonis, saling mendukung, dan melengkapi satu sama lain. Di Indonesia, pernikahan bisa menjadi kompleks ketika pasangan berasal dari agama atau keyakinan yang berbeda. Pada 17 Juli 2023, Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2023 yang melarang pengadilan untuk menyetujui permohonan pencatatan pernikahan antar-umat yang berbeda agama. Namun, Pengadilan Negeri Jakarta Utara justru menerima permohonan tersebut dalam register perkara nomor 423/Pdt.P/2023/Pn Jkt.Utr. Hal tersebut menunjukkan kesenjangan antara apa yang seharusnya terjadi (das sollen) dan kenyataan yang ada (das sein). Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis-normatif, mengkaji teori-teori, konsep-konsep, serta peraturan perundang-undangan terkait. SEMA sebenarnya ditujukan untuk mengawasi hakim, namun kekuatannya dalam konteks spesifik suatu kasus bisa berbeda. Hakim tetap memiliki wewenang untuk menafsirkan SEMA sesuai dengan konteks kasus yang dihadapi. Penetapan Pengadilan, seperti dalam kasus nomor 423/Pdt.P/2023/Pn Jkt.Utr., dapat dianggap sebagai putusan pengadilan yang bersifat final. Dalam kasus tersebut, para pemohon diberikan izin untuk mencatatkan pernikahan beda agama di kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Jakarta Utara. Kata Kunci: Kesenjangan Hukum, Perkawinan, Beda Agama