Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : Jurnal Teknik Kimia

THE BAFFLE V AND ERECT INFLUENCE ON THE DISTILATION SIEVE PLATE TOWARD MIXING SYSTEM AIR-WATER dewati, Retno
Jurnal Teknik Kimia Vol 5, No 1 (2010): JURNAL TEKNIK KIMIA
Publisher : Program Studi Teknik Kimia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33005/jurnal_tekkim.v5i1.135

Abstract

The baffle influence to the degree of liquid mixing in the plate and the pressure drop on the plate has beenstudied in this research. The operational pressure in this research is limited in the atmospheric pressure .Thedistillation column that used in the research has 0.2m diameter and 1.4 m height with the distance betweentrays is 0.4 m. The research was carried out by to flows water into the column with the flow rate of water are105 l/h, 149 l/h, 189 l/h and to flows air into the lower of the column with superficial speed from 0 to 0.3 m/s.After steady state is required the dry plate pressure and the pressure drop because the difference between theheight of clear liquid and the height of foam is measured. The mixing degree is determined by stimulusresponse method, i.e flows air into the system, then give a tracer (i.e. NaCl saturated 20 CC) as a stimulatorthat injected into the fuild to the basin. This experiment will give the data off the concentrations and the time.The conclusion of this research is the pressure drop by dry plate can provide the correlation hD = 8.34926( )( ) Lh GgUρρ22. The value of residual pressure drop at the column of sieve plate without baffle and with use abaffle in this study almost constant, i.e. 1-2 mm H2O. The relation among the Peclet number, the F factor andthe flow rate of water can expresse in empirical equation are : for without baffle Pe = 0.3837 F0.9254 Q-0.05229;Baffle V, Pe = 0.00005306 F-2.341 Q-1.005; vertical Baffle Pe = 0.004989 F-1.775 Q-0.4848. The presentation of thedifference of the clear liquid’s height in the condition without use a baffle are 86,88% for the V baffle,53,55% for the vertical baffle (105 l/h); 73,5% for V baffle, 50,64% for the vertical baffle (149 l/h); 84,34 forV baffle, 65,58% for vertical baffle (189 l/h). The value of EMV / EOG for the experiment without use a baffle isgreater than the value of EMV / EOG fot the experiment use a baffle.
GARAM INDUSTRI BERBAHAN BAKU GARAM KROSOK DENGAN METODE PENCUCIAN DAN EVAPORASI Sumada, Ketut; Dewati, Retno; Suprihatin, Suprihatin
Jurnal Teknik Kimia Vol 11, No 1 (2016): JURNAL TEKNIK KIMIA
Publisher : Program Studi Teknik Kimia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33005/jurnal_tekkim.v11i1.827

Abstract

Garam krosok atau disebut “Crude Solar Salt” merupakan garam yang dihasilkan melalui proses evaporasi dan kristalisasi air laut. Beberapa garam krosok yang dihasilkan khususnya di Jawa Timur mempunyai kualitas yang berbeda-beda hal ini dipengaruhi oleh kualitas air laut sebagai bahan baku, fasilitas produksi yang tersedia dan penanganan pasca panen. Empat contoh garam krosok yang diperoleh dari berbagai sentra garam di Jawa Timur mempunyai kadar natrium klorida yang berbeda-beda yaitu : 89.25% ; 82.32% ; 83.65% dan 88,34 % (dry base), sisanya adalah bahan pengotor seperti ion magnesium (Mg), kalsium (Ca), sulfat (SO4) dan lainnya. Garam krosok yang dihasilkan memiliki kualitas rendah karena kandungan natrium klorida (NaCl) hanya berkisar antara 80-90 %, kualitas ini masih berada dibawah dari standar nasional Indonesia (SNI) yaitu kadar NaCl minimal 94,7 % untuk garam konsumsi dan diatas 98 % untuk garam industri. Dalam rangka memenuhi standar nasional Indonesia (SNI) untuk garam konsumsi maupun garam industry, perlu dilakukan pengolahan terhadap garam krosok yang tersedia, proses yang dilakukan meliputi proses PENCUCIAN dengan larutan garam mendekati jenuh (300 gram/liter air) yang bertujuan untuk menghilangkan kandungan bahan pengotor “tidak terlarut” seperti tanah, debu dan pasir, serta bahan pengotor “terlarut” seperti ion magnesium (Mg), kalsium (Ca), sulfat (SO4) dan kalium (K). Proses EVAPORASI sering disebut rekristalisasi dilakukan setelah proses pencucian, meliputi proses pelarutan garam dan evaporasi, evaporasi dilakukan secara bertahap dan evaporasi total dan partial.Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas garam krosok yang dihasilkan setiap daerah berbeda-beda dengan kisaran kandungan NaCl : 82.32% - 89.25%, proses pencucian dengan larutan garam mendekati jenuh menghasilkan garam dengan kadar NaCl: 94,85 % - 98,14 %, proses evaporasi tahap pertama menghasilkan garam dengan kadar NaCl : 97,75 % - 99,21 %, proses evaporasi tahap kedua dengan evaporasi total menghasilkan garam dengan kadar NaCl : 98,67 % - 99,43 % dan dengan evaporasi partial menghasilkan garam dengan kadar NaCl : 99,34 % - 99,73 %. Proses pencucian dapat menghasilkan garam yang memenuhi standar garam konsumsi, dan proses evaporasi tahap kedua secara total maupun partial dapat menghasilkan garam yang memenuhi standar garam industri.
SINTESIS KOMPOSIT FIBER-SILIKA DARI ABU SEKAM PADI DAN PULP DENGAN METANOL Muhammad, Aulia Azra; Venisia, Devira Andyna; Dewati, Retno
Jurnal Teknik Kimia Vol 15, No 1 (2020): JURNAL TEKNIK KIMIA
Publisher : Program Studi Teknik Kimia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33005/jurnal_tekkim.v15i1.2301

Abstract

Komposit merupakan suatu jenis bahan baru hasil rekayasa yang terdiri dari dua atau lebih bahan dimana sifat masing – masing bahan berbeda atau sama lainnya. Saat ini banyak dikembangkan komposit berbasis serat alami sebagai pengganti serat sintetis, salah satunya adalah Komposit Fiber-Silika yang berasal dari proses sintesis pulp dengan abu sekam padi dengan adanya penambahan asam pada proses asidifikasi. dipilih sumber silika dari abu sekam padi karena sumbernya yang berlimpah, mudah diperoleh, dan dapat meningkatkan daya guna dari limbah pertanian. Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan sintesis silika-selulosa dari sodium silika dan pulp dengan pengaruh metanol yang berfungsi untuk meregenerasi selulosa sehingga membentuk fiber. Proses yang digunakan adalah proses ekstraksi. Abu sekam padi di ekstraksi dengan larutan natrium hidroksida, kemudian dicampur dengan larutan pulp. Dari hasil penelitian yang didapat, komposit Fiber-Silika dapat dibuat menggunakan fiber selulose dari silika dan pulp dengan metanol. Pencampuran pulp dengan metanol mampu meregenerasi selulose dan membentuk presipitat fiber selulose. Kemudian, berdasarkan hasil analisa yang dilakukan, kadar silika terbesat terdapat pada pulp 0,3 gram pH 6 dengan kandungan sebesar 97,6 %.  DOI : https://doi.org/10.33005/jurnal_tekkim.v15i1.2301