Salah satu cara yang digunakan dalam hukum Islam untuk memperoleh harta adalah hibah. Proses penghibahan dalam hukum Islam tidak bisa dilepaskan dari batasan harta yang dihibahkan. Fenomena di masyarakat terkadang terjadi dualisme hukum yang kontradiksi antara hukum dalam teori dan hukum dalam praktek. Fenomena di masyarakat banyak orang yang menghibahkan hartanya kepada anak angkatnya dengan semua harta yang dimilikinya di depan Notaris. Hal ini menjadi sebuah persoalan tentang posisi anak angkat yang diartikan sebagai orang lain dan diartikan bukan sebagai ahli waris dan dapat dianggap sebagai orang asing yang dapat menerima hibah semua harta. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui akan hakekat adanya pembatasan sepertiga dalam hibah. Penelitian ini menggunakan pendekatan filosofis yaitu dengan menjelaskan hakekat dan hikmah dari objek formalnya. Kesimpulan dari tulisan ini adalah bahwa adanya batasan tersebut, tidak lain untuk memprioritaskan ahli waris atau keluarga di atas orang lain (anak angkat) dalam penerimaan harta. Karena meninggalkan ahli warisnya dalam keadaan berkecukupan lebih baik daripada meninggalkan ahli warisnya dalam keadaan miskin.