Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : SOEPRA Jurnal Hukum Kesehatan

TANGGUNGJAWAB BIDAN TERKAIT KEGAGALAN DALAM PEMASANGAN ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM DITINJAU DARI SEGI HUKUM PERDATA Betty Sumiati; Yanti Fristikawati; Hadi Susiarno
SOEPRA Vol 3, No 2: Desember 2017
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (199.229 KB) | DOI: 10.24167/shk.v3i2.778

Abstract

Ketentuan hak dan tanggung jawab profesi disusun oleh IBI menjadi sebuah kode etik Bidan yang harus ditaati oleh seluruh Bidan di Indonesia tanpa terkecuali.begitu juga dengan standar pelayanan dan standar praktik yang ditetapkan oleh kompetensi Bidan dan Kepmenkes Tentang Standar Profesi,. Peraturan Menteri Nomor 1464 Tahun 2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.Kasus kegagalan kontrasepsi khususnya AKDR memang sudah banyak terjadi dimanapun dan kapanpun. berbagai kemungkinan terhadap bahaya kegagalan yang di alami dengan pasien merupakan salah satu efek dari kb. Meskipun hingga saat ini belum ada tuntutan baik pidana maupun perdata terhadap petugas kesehatan, dan Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap tenaga kesehatan,karena kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya. Penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan metode pendekatan yuridis normatif dan spesifikasi deskriptif analitis. Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder dibidang hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. dan Analisis terhadap data menggunakan metode normatif kualitatif.Hasil penelitian memperlihatkan bahwa ketentuan mengenai tenaga kesehatan berdasarkan atribusi Pasal 21 ayat (3) UU Kesehatan seharusnya diatur didalam Undang-Undang. Bidan sebagai salah satu tenaga kesehatan berdasarkan ketentuan tentang tenaga kesehatan yang ada saat ini telah memperoleh perlindungan hukum secara represif maupun preventif. Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan bahwa Bidan tidak memiliki kedudukan hukum yang setara dengan profesinya, antara batas kewenangan dengan tanggung jawab yang dimiliki oleh Bidan. Sehingga berdasarkan hasil penelitian perlu adanya ketentuan dan kepastian hukum untuk tenaga kesehatan berupa Undang-Undang berikut dengan peraturan pelaksana lainnya yang sesuai. Serta perlu adanya Undang-Undang Kebidanan dan penyesuaian terhadap peraturan pelaksana pengelola yang mengatur tentang Bidan khususnya tentang standar profesi/kompetensi dalam mejalankan kewenangan dalam melaksanakan tugas profesinya
ANALISIS IMPLEMENTASI KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 378/MENKES/SK/III/2007 TENTANG STANDAR PROFESI PERAWAT GIGI (Studi Kasus Di Puskesmas Perawatan Cempae, Kecamatan soreang, Kota Parepare, Propinsi Sulawesi Selatan) Hery Kadang; Tri Wahyu Murni; Yanti Fristikawati
SOEPRA Vol 2, No 1 (2016)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (311.908 KB) | DOI: 10.24167/shk.v2i1.809

Abstract

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam segala bidang diera globalisasi ini diprediksikan akan mendorong pertumbuhan dan perkembangan di bidang kesehatan.Perkembangan ilmu dibidang kedokteran gigi harus diimbangi dengan kualitas pelayanan kesehatan yang lebih baik, dengan mengutamakan kepuasan masyarakat dan tetap mengacu pada pelayanan kesehatan dalam dimensi ekonomi, bisnis dan etika. Untuk mengimbangi perkembangan ilmu kedokteran gigi,pentingnya sumber daya manusia kesehatan dalam hal ini dokter gigi selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya.Dalam pelaksanaannya, dokter gigi tidak dapat menjalankan tugas pokok dan fungsinya sendiri dalam memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut kepada masyarakat. Melainkan harus bermitra kerja dengan perawat gigi.Masalah yang timbul saat ini adalah pertama : Keterbatasan jumlah dokter gigi yang bekerja di pelayanan kesehatan di Indonesia dengan ratio terhadap penduduk 1 : 21.500, dimana ideal ratio 1 : 2000 dan itupun penyebarannya tidak merata. Kedua: tugas ganda dokter gigi selain sebagai penangung jawab pelayanan kesehatan gigi dan mulut juga sebagai pejabat struktural yang menyita perhatian dan konsentrasi lebih dalam pelaksanaannya. Sehingga seringkali tugas pokok dan fungsinya tidak dapat dilaksanakan dengan baik,Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sesungguhnya telah mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 378/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar profesi Perawat Gigi.peneliti menggunakan pendekatan kualitatif.Dengan menggunakan pendekatan ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan apa dan bagaimana dalam rumusan permasalahan penelitian ini, serta dapat memberikan data atau informasi secara faktual dari kondisi objek penelitian. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Nawawi dan Hadari tentang pendekatan kualitatif, Pendekatan kualitatif adalah cara/metode yang digunakan dalam disiplin ilmu sosial untuk mengumpulkan informasi secara factual dari kondisi suatu obyek, dikaitkan dengan pemecahan masalah yang dilihat baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis.
PERLINDUNGAN HAK REPRODUKSI PEREMPUAN UNTUK BER KBDIHUBUNGKAN DENGAN PROGRAM JAMINAN PERSALINAN (PERMENKES NO.2562/MENKES/PER/XII/2011) . Eldawaty; Agnes Widanti; Yanti Fristikawati
SOEPRA Vol 3, No 2: Desember 2017
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (185.071 KB) | DOI: 10.24167/shk.v3i2.780

Abstract

ABSTRAK Dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1984 disebutkan bahwa penghapusan diskriminasi dibidang pemeliharaan dan jaminan pelayanan kesehatan termasuk pelayanan KB. Melalui Undang-Undang ini memberikan landasan hukum tentang kepastian perlindungan terhadap hak reproduksi perempuan untuk bebas menentukan jumlah dan jarak kelahiran anak.Salah satu upaya guna melindungi perempuan dari kematian akibat kehamilan, pemerintah melalui peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2562/Menkes/Per/XII/2011 menyelenggarakan Jaminan Persalinan. Pada kebijakan operasional ini disebutkan bahwa penerima manfaat jaminan persalinan didorong untuk mengikuti program KB paska persalinan dengan membuat surat pernyataan. Kondisi ini menimbulkan pertanyaaan bagaimana perlindungan hak reproduksi perempuan dalam mengambil keputusan ber-KB, bagaimana hak reproduksi perempuan yang ingin menggunakan jaminan persalinan tapi tidak mau ber-KB dan apa kendala penerapan PERMENKES Nomor 2562/Menkes/PER/XII/2011 mengenai hak reproduksi perempuan dalam ber-KB.Penelitian hukum ini menggunakan metode penelitian Deskriptif dengan pendekatan metode penelitian Yuridis Normatif ,sehingga jenis penelitian yang digunakan adalah studi kepustakaaan.Data yang dikumpulkan adalah data kualitatif dalam bentuk bahan pustaka,yakni bahan hukum primer,sekunder dan tersier.Sehubungan dengan data yang digunakan data kualitatif,maka akan dilakukan analisis kualitatif terhadap ketiga bahan hukum yang dikumpulkan,dan akan dirumuskan jawaban sementara berbentuk hipotesis kerja.Kewajiban KB pasca persalinan dengan membuat surat pernyataan bertentangan dengan undang-undang. Perempuan tidak dapat menggunakan jaminan persalinan apabila tidak ingin ber-KB.Komunikasi,informasi dan edukasi yang kurang serta ketersediaan alat kontrasepsi yang tidak siap pakai merupakan kendala penerapan PERMENKES.Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,maka PERMENKES yang mengatur KB pasca persalinan perlu direvisi dengan mencantumkan kriteria-kriteria perempuan yang wajib untuk ber-KB guna melindungi perempuan dari kematian akibat kehamilan