Hanif Muhammad, Afifah Kusumadara, Diah Pawestri Maharani Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169, Malang e-mail hanifmhmmd245@gmail.com  ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mengenai kesesuaian ketentuan pasal 35 Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia terkait dengan kewajiban penggunaan merek berbahasa Indonesia ditinjau dari Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis, serta untuk mengetahui akibat hukum dari keberlakuan ketentuan tersebut terhadap merek yang terdaftar tidak menggunakan bahasa Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normati dengan pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan analisis (analytical approach). Berdasarkan hasil penelitian, ketentuan pasal 35 Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2019 tidak sesuai, tidak sinkron dan tidak harmonis apabila ditinjau dari Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis. Apabila dilihat dari prinsip National Treatment dalam perjanjian TRIPs seharusnya perlindungan terhadap pemilik hak atas merek dari warga asing harus mendapat perlakuan yang sama dengan pemilik hak atas merek dari warga negara Indonesia sendiri. Secara hierarki pengaturan, Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis lebih khusus dan lebih tinggi dari Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2019. Oleh karena itu, seharusnya pemerintah meniadakan ketentuan pada Peraturan Presiden tersebut karena keberlakuannya mempengaruhi sistem hukum merek dan dirasa membatasi kreativitas dalam pencarian dan penemuan nama merek, serta tidak sejalan dengan tujuan dibentuknya Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis dalam hal perkembangan ekonomi baik secara nasional maupun internasional. Kata Kunci: Kewajiban, Bahasa Indonesia, Merek ABSTRACT This research aims to analyse the relevance of the provision of Article 35 of Presidential Regulation Number 63 of 2019 concerning the Use of Indonesian Language in Trademarks from the perspective of law concerning Trademarks and Geographical Indications and to find out the legal consequence of the effectuation of the provision regarding registered trademarks not in the Indonesian language. With a normative juridical method, statutory and analytical approach, this research reveals that Article 35 of Presidential Regulation Number 63 of 2019 is not relevant if seen from Law concerning Trademarks and Geographical Indications. In terms of national treatment in TRIPs, the rights to trademarks owned by foreigners should be protected as those of Indonesians. In the hierarchy of regulations, the Law concerning Trademarks and Geographical Indications are more specific and positioned higher than Presidential Regulation Number 63 of 2019. Thus, the government should have omitted the presidential regulation since its effectuation affects the system of the law governing trademarks and restricts the creativity of inventing new trademarks. Another reason for this omission is also due to its relevance to the objective of the formulation of Law concerning Trademarks and Geographical Indications in terms of economic development at national and international levels. Keywords: responsibility, Indonesian language, trademark