Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search
Journal : Melayu Arts and Performance Journal

DILEMATIKA PENGEMBANGAN MUSIK TALEMPONG TRADISI MENJADI TALEMPONG KREASI DAN TALEMPONG GOYANG DI SUMATERA BARAT Asril Asril
Melayu Arts and Performance Journal Vol 1, No 2 (2018): Melayu Art and Performance Journal
Publisher : Pascasarjana Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26887/mapj.v1i2.636

Abstract

ABSTRACT Talempong experiences metamorphosis from cultivated/orchestration aspect and form, from tradition into talempong kreasi and talempong goyang. This change is oriented on the diatonic musical system – by changing the musical scale/gamut into diatonic gamut. This new musical characteristic can accommodate various kinds of song such as traditional song, Minang pop-song, and dangdut so it is able to enter various people’s musical tastes. This change results on pessimistic and optimistic dilemma among people, artists, and art academics in Sumatera Barat. It’s pessimistic because the development rate of talempong kreasi has “killed” half of the social function of the talempong tradisi in the society and urged its distribution area to remote areas. Meanwhile, they who are optimistic move forward to developing talempong kreasi with bigger orchestration, with the wider scope of audience, even it can reach the outside area of Minangkabau ethnicity. This article aims at discussing the Dilemmatics of Minangkabau talempong (traditional music) development in Sumatera Barat. Observation toward the growth and development of talempong kreasi became the important data to support this research, and also simultaneously observe the existence of talempong tradisi in the society. Keywords: dilemmatics, talempong tradisi, talempong kreasi, and talempong goyang  ABSTRAK Talempong mengalami metamorfosis dari aspek garapan/orkestrasi dan bentuknya, dari tradisi menjadi talempong kreasi dan talempong goyang. Perubahan ini berorientasi pada sistem musik diatonis — dengan mengubah skala/tangga nada ke diatonis. Ciri musik “baru” ini dapat mengakomodasi berbagai jenis lagu tradisi, pop Minang, dan dangdut, sehingga ia mampu memasuki selera musik berbagai kalangan masyarakat. Perubahan ini menyisakan dilematika yang bersifat pesimistik dan optimistik di kalangan masyarakat, seniman, dan akademisi seni di Sumatera Barat. Pesimis, karena laju perkembangan talempong kreasi telah “membunuh” sebagian fungsi sosial talempong tradisi di masyarakat, dan mendesak wilayah sebarannya ke pelosok pedesaan. Sementara mereka yang optimis bergerak lebih maju mengembangkan talempong kreasi dengan orkestrasi yang lebih besar, dengan jangkauan penikmat yang lebih luas, bahkan bisa di luar kawasan etnik Minang. Artikel ini bertujuan membahas dilematika perkembangan talempong (musik tradisional) Minangkabau di Sumatera Barat. Pengamatan terhadap pertumbuhan dan perkembangan talempong kreasi menjadi data penting untuk mendukung penelitian ini, dan secara bersamaan mengamati pula keberadaan talempong tradisi dalam masyarakat.
HIBRIDITAS LAGU POP DAERAH JAMBI DALAM ALBUM JAMBI KREASI BARU Rangga Sonata Weri; Asril Asril; Martarosa Martarosa
Melayu Arts and Performance Journal Vol 2, No 1 (2019): Melayu Art and Performance Journal
Publisher : Pascasarjana Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26887/mapj.v2i1.893

Abstract

ABSTRACT The album of Jambi Kreasi Baru is the result of hybridization of Jambi pop music in the form of musician’s creativity that grows and develops in Jambi area. Mixing local and global idioms provides new forms of different colors to changes of musical nuance developing specially in Jambi area. The growth and development of that pop music are due to the mixing of urban people’s cultures in Jambi City. The rearrangement of old songs in the album of Jambi Kreasi Baru is a way for Jambi musicians to bring up Jambi regional songs with popular nuances to a wider domain, as a process of glocalization. To maintain the existence of regional pop music in Jambi, some artists and musicians in Jambi City re- create Jambi regional songs with contemporary forms in response to the changing and actual spirit of the age. The purpose of this study is to discuss the hybridity of Jambi regional pop songs in the album of Jambi Kreasi Baru between local music and the concept of Western pop music. The research method used was qualitative research namely doing observation, conducting interview, making documentation, doing direct observation, and analyzing the styles of regional local pop songs as the results of musicians’ creativity in Jambi city. Keywords: Hybridity, Regional Pop Music, Globalization, Urban, Jambi Kreasi Baru Album.   ABSTRAKAlbum Jambi Kreasi Baru merupakan hasil dari hibridisasi musik pop dalam bentuk kreativitas seniman (musisi) yang tumbuh dan berkembang   di daerah Jambi.Percampuran idiom lokal dan global memberikan bentuk baru dengan warna berbeda terhadap perubahan nuansa musikal yang berkembang khususnya di daerah Jambi. Tumbuh dan berkembangnya musik pop tersebut besar dugaan diakibatkan terjadinya pencampuran budaya masyarakat urban atau perkotaan di Kota Jambi.Adapun penataanulang lagu-lagu lama dalam Album Kreasi Baru melalui kreativitas merupakan salah satu cara seniman Jambi untuk memunculkan lagu-lagu daerah Jambi dalam nuangsa musik pop ke ranah yang lebih luas sebagai proses glokalisasi.Kreativitas seniman ini sangat menarik untuk diteliti dalam bentuk mengkreasikan kembali lagu daerah Jambi denganbentuk kekinian sebagai respon para seniman yang terus berubah dan aktual.Tujuan penelitian ini adalah membahas hibriditas lagu pop daerah Jambi dalam Album Jambi Kreasi Baru dalam bentuk garapan musik lokal dengan menggunakan konsep musik popBarat.  Metode  penelitian  ini  menggunakan  penelitian  kualitatif  yaitu  di  sampingmelakukan observasi, wawancara, dan dokumentasi dan juga melakukan pengamatan   langsung dan analisis style musik lagu pop daerah sebagai hasil dari kreativitas seniman di kota Jambi.
Malam Baretong Sebagai Sumber Penciptaan Komposisi “Night Of Baghetong” Vereki Martiano; Asril Asril; Asep Saepul Haris
Melayu Arts and Performance Journal Vol 2, No 2 (2019): Melayu Art and Performance Journal
Publisher : Pascasarjana Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26887/mapj.v2i2.689

Abstract

ABSTRAK Malam baretong merupakan salah satu kegiatan gotong royong, sumbang-menyumbang dalam pesta perkawinan yang dilakukan pada saat menghitung uang dari para tamu yang hadir pada malam terakhir atau malam penutupan perelatan di Pariaman Limau Purut. Berdasarkan pandangan positif dan negatif yaitu pada nilai social yang terjadi, memberikan dampak solusi dalam segi menilai kebudayaan. Sehingga pesan dari komposisi musik yang diwujudkan dari hal-hal ekstramusikal digarap dengan menggunakan konsep bentuk analogi musikal melalui instrument konfensional dan non konfensional secara berdialog dan eksperimental bunyi dengan garapan re-interpretasi tradisi. Kata kunci : Baretong, Positf, Negatif, Ekstramusikal, Analogi Musikal.
TARI TABUT SEBAGAI MANIFESTASI BUDAYA MASYARAKAT KOTA BENGKULU Syielvi Dwi Febrianty; Asril Asril; Erlinda Erlinda
Melayu Arts and Performance Journal Vol 3, No 2 (2020): Melayu Art and Performance Journal
Publisher : Pascasarjana Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26887/mapj.v3i2.1335

Abstract

This research aims at discussing Tabut dance as the cultural manifestation of Bengkulu people. Tabut dance is a creation dance sourced from Tabut ritual, namely a ritual sourced from Syiah Islam, but it has grown and developed into the typical culture of Bengkulu people. Various rituals in Tabut were symbolically arranged into a new dance namely Tabut dance. This Tabut dance is perfomed every year in Tabut celebration and several other big events whether it’s inside the Bengkulu city or outside the city. This research is a qualitative research with descriptive and analytical natures. Result achieved in this research is that Tabut dance is the cultural manifestation of Bengkulu people based on the rituals existing on Tabut ritual that is than actualized into a creation dance.Keywords: Tabut dance, Tabut ritual, cultural manifestation, Bengkulu people.AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk membahas tari Tabut sebagai manifestasi budaya masyarakat Kota Bengkulu. Tari Tabut merupakan tari kreasi yang bersumber dari ritual Tabut, yaitu suatu ritual yang berasal dari Islam Syiah, tetapi telah tumbuhdan berkembang menjadi budaya khas masyarakat Kota Bengkulu. Berbagai ritusyang ada di dalam Tabut ditata secara simbolik menjadi tarian baru, yaitu tari Tabut. Tari Tabut ini ditampilkan setiap tahunnya dalam perayaan Tabut dan beberapa event besar lainnya baik di dalam maupun di luar Kota Bengkulu. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif dan analisis. Hasil yang dicapai dalam penelitian ini adalahbahwa tari Tabut merupakan menifestasi budaya masyarakat Kota Bengkulu yangberakar dari ritus-ritus yang ada pada ritual Tabut yang diwujudkan dalam bentuktarian kreasi.Kata Kunci: Tari Tabut, ritual Tabut, manifestasi budaya, masyarakat Kota Bengkulu.
FUNGSI MUSIK PADA TRADISI POTANG BALIMAU DI PANGKALAN KOTO BARU KABUPATEN LIMAPULUH KOTA Rini Lismayanti; Asril Asril
Melayu Arts and Performance Journal Vol 1, No 1 (2018): Melayu Art and Performance Journal
Publisher : Pascasarjana Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26887/mapj.v1i1.633

Abstract

ABTRACT Potang balimau is self-purifying tradition or ritual namely taking a bath by using potpourri and lime water. This ritual is conducted one day before entering fasting month or Ramadhan and started after Dzuhur salat until before Magrib azan. Potang balimau is people’s tradition in Pangkalan Koto Baru, Lima Puluh Kota district. In its implementation, potang balimau tradition involves several competitions such as qasidah, reading Quran, and decorating mimbau competitions. Mimbau is the combination of two sampans decorated with various kinds of form such as tiger, traditional house, warplane, and so on. Specifically, each mimbau prepares a set of talempong gondang oguang equipped with jimbe, tambourine, drum, and sarunai. Music is played on the mimbau as the part of potang balimau tradition. This research objective is to reveal the function of music in potang balimau tradition in Pangkalan Koto Baru. The method used was the qualitative method; the data collection was conducted through observation and observing potang balimau tradition especially music performance related to the ceremony, audio-visual documentation, and the interview with a number of customary and public figures. This research data was analyzed with Merriam’s theory of function. Keywords: potang balimau tradition, mimbau, function, music, Pangkalan Koto Baru    ABSTRAK Potang balimau adalah tradisi atau ritual mensucikan diri, mandi dengan bunga rampai dan air perasan jeruk nipis. Ritual ini dilaksanakan sehari sebelum memasuki bulan puasa Ramadhan dimulai setelah shalat dzuhur hingga sebelum adzan magrib berkumandang. Potang balimau adalah tradisi masyarakat Pangkalan Koto Baru, Kabuaten Lima Puluh Kota. Dalam pelaksanaannya tradisi potang balimau melibatkan beberapa perlombaan, seperti lomba qasidah, mengaji, dan menghias mimbau. Mimbau adalah gabungan dua buah sampan yang dihiasi dengan berbagai macam bentuk seperti harimau, rumah adat, dan pesawat tempur, dan lain sebagainya. Secara khusus, masing-masing mimbau mempersiapkan seperangkat talempong gondang oguang dan ditambah dengan jimbe, tamburin, drum, dan sarunai. Musik dimainkan di atas mimbau sebagai bagian dari tradisi potang balimau. Tujuan penelitian ini adalah mengungkap fungsi musik dalam tradisi potang balimau di Pangkalan Koto Baru. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif, pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan mengamati tradisi potang balimau,  khususnya pertunjukan musik yang terkait dengan upacara, dokumentasi audio dan visual serta wawancara dengan sejumlah tokoh adat dan masyarakat. Penelitian ini dianalisis dengan teori fungsi oleh Merriam.
SALUKO TOK AKE: KOMPOSISI TARI PEREMPUAN SUKU ANAK DALAM ANTARA ADAT DAN EMANSIPASI PEREMPUAN Lucky Pesona Sari; Rasmida Rasmida; Asril Asril
Melayu Arts and Performance Journal Vol 4, No 1 (2021): Melayu Art and Performance Journal
Publisher : Pascasarjana Institut Seni Indonesia Padang Panjang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26887/mapj.v4i1.2066

Abstract

The cultural phenomenon of Suku Anak Dalam especially Saluko or the rules of women in the Suku Anak Dalam, where women in Suku Anak Dalam adhere to the rules that have been built from ancestors despite sacrificing Women's Human Rights (emancipation of women), they still survive and are very obedient against the existing rules, rules for women in the Suku Anak Dalam such as: girls are prohibited from going out to the jungle, are prohibited from bathing with soap, are forbidden to learn how to read and write, may not talk to men except customary holders and their families, prohibited from using cosmetics, for women adolescents wear kemben, adult women wear clothes except when the Tomonggong is at the location of the village, this will be interpreted into a dance composition work that uses a pure type, supported by the cultivation of movements, symbols, expressions, music and artistic in order to become a whole dance composition work set in the background behind the In Sukun Anak Dalam.Keywords: Saluko Tok Ake; Anak Dalam tribe, women's emancipation; dance composition.AbstrakArtikel ini bertujuan untuk membahas fenomena perempuan Suku Anak Dalam di Merangin, Jambi yang terikat dengan aturan adat mereka dalam komposisi tari Saluko Tok Ake. Saluko adalah aturan-aturan adat untuk para perempuan pada Suku Anak Dalam di Merangin, Jambi  yang telah ditetapkan dan diwariskan oleh nenek moyang mereka. Aturan–aturan untuk anak perempuan itu berupa larangan seperti: dilarang keluar rimba, dilarang mandi pakai sabun, dilarang belajar baca tulis, tidak boleh berbicara dengan lelaki kecuali pemangku adat dan keluarga mereka, dilarang memakai kosmetik, dilarang memakai kemben bagi perempuan remaja, perempuan dewasa memakai baju kecuali ketika temenggung berada di lokasi perkampungan hanya memakai kodek ( bawahan ). Mereka tetap bertahan dan sangat patuh terhadap aturan-aturan adat itu. Fenomena  ini  ditafsirkan dalam perspektif emansipasi wanita yang tampak bertolak belakang seperti mengorbankan hak-hak perempuan ke dalam bentuk karya komposisi tari yang memakai tipe murni, didukung dengan penggarapan gerak, simbol, ekspresi, musik dan artistik berlatar belakang SAD.Kata Kunci: Saluko Tok Ake; Suku Anak Dalam; emansipasi wanita; komposisi tari