Abstract This article examines the history of enclavization, heroization, internationalization and privatization of Adi Soemarmo Airport in Surakarta (1974-1992). This study uses a historical method consisting of 5 stages, namely topic determination, heuristics, verification, interpretation and historiography. This study uses primary archive sources and secondary sources obtained through literature studies. The results of the study indicate that the enclavization of the Adi Soemarmo military air base has been in effect since 1974, marked by the opening of a commercial airport. Adi Soemarmo is a new name that has been in effect since 1977, replacing the previous name, Panasan. The internationalization of the airport was determined in 1989 with the first route Solo-Singapore. This determination is based on the economic and socio-cultural potential of Surakarta and its surroundings. The revocation of Adi Soemarmo international airport status shows that there is something wrong with the management and coordination between stakeholders in the Solo Raya area. To restore its status, stakeholders must synergize and collaborate more considering that the Solo Raya area has large and potential social, economic and cultural capital. Abstrak Artikel ini mengkaji tentang sejarah enklavisasi, pahlawanisasi, internasionalisasi dan privatisasi (swastanisasi) bandara Adi Soemarmo di Surakarta (1970an-1990an). Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang terdiri dari 5 tahap yaitu penentuan topik, heuristik, verifikasi, interpretasi dan historiografi. Penelitian ini menggunakan sumber primer arsip dan sumber sekunder yang diperoleh melalui studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa enklavisasi pangkalan udara militer Adi Soemarmo berlaku sejak tahun 1974, ditandai dengan dibukanya bandara komersil. Adi Soemarmo merupakan nama baru yang berlaku sejak 1977, menggantikan nama sebelumnya yakni Panasan. Internasionalisasi bandara ditetapkan sejak tahun 1989 dengan rute pertama Solo-Singapura. Penetapan ini didasarkan adanya potensi ekonomi dan sosial budaya di kota Surakarta dan sekitarnya. Pencabutan status bandara internasional Adi Soemarmo menunjukkan bahwa ada yang keliru dengan manajemen dan koordinasi antar pemangku kepentingan di wilayah Solo Raya. Untuk mengembalikan statusnya, antar pemangku kebijakan harus lebih bersinergi dan berkolaborasi mengingat wilayah Solo Raya memiliki modal sosial, ekonomi serta budaya yang besar dan potensial.