Budiyono Budiyono
Bagian Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro, Jl. Prof. H. Soedarto, S.H.,Tembalang, Semarang, Indonesia | Universitas Diponegoro

Published : 15 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search
Journal : Media Kesehatan Masyarakat Indonesia

Kadar Debu Terhirup pada Polisi Lalu Lintas di Kota Semarang Dewi Sekar Tanjung; Budiyono Budiyono; Nikie Astorina Yunita Dewanti
MEDIA KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA Vol 19, No 3 (2020): MKMI
Publisher : Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/mkmi.19.3.226-231

Abstract

ABSTRAKLatar Belakang: Polisi lalu lintas merupakan salah satu profesi dengan risiko gangguan fungsi paru. Polisi lalu lintas terpapar emisi dari kendaraan bermotor dengan lama kerja 6-12 jam/hari. Debu merupakan penyumbang emisi alat transportasi sebanyak 44%. Hasil pengukuran kadar debu total pada tahun 2015-2017 pada Dr. Jalan Sutomo yaitu 664; 345; 141 μgr/nm3, Jalan Pandanaran 373 μgr/nm3 dan Jalan Brigjen Soediarto 290 μgr/nm3. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan kadar debu terhirup pada polisi lalu lintas yang bertugas pagi dan sore di kota Semarang.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain studi cross sectional. Populasi berjumlah 42 polisi lalu lintas yang bertugas di Polrestabes Semarang, Polsek Gayamsari dan Polsek Pedurungan yang memenuhi kriteria inklusi dengan sampel sebanyak 35 polisi lalu lintas. Kelompok pagi hari 17 orang dan kelompok siang hari 18 orang, pembagian didasarkan pada jadwal sift pengaturan lalu lintas pada Bulan Agustus 2019. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan 31 responden (88,6%) memiliki kadar debu terhirup dibawah nilai ambang batas (< 3mg/m3) dengan rata-rata frekuensi paparan 6 kali/bulan dan 45,7% responden dengan status gizi obesitas. Rata-rata kadar debu terhirup pada polisi lalu lintas yang bertugas di sore hari memiliki konsentrasi lebih tinggi (1,99 mg/m3) dibandingkan dengan polisi lalu lintas yang bertugas pada pagi hari (1,32 mg/m3). Hasil dari uji beda pada statistik menunjukkan nilai sig. (p-value) = 0,014 Simpulan: Kesimpulan dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan kadar debu terhirup pada polisi lalu lintas yang bertugas pagi dan sore di Kota Semarang. Penentuan standar jenis masker dan ketentuan penggunaan APD (masker) pada sore hari sangat diperlukan untuk meminimalkan risiko. Kata kunci: kadar debu terhirup, polisi lalu lintas, pagi dan sore hari ABSTRACTTitle: Levels of Dust Inhaled among Traffic Police in Semarang City  Background: Traffic police is one of the professions with the risk of lung function disorders. Traffic police are exposed to emissions from moving vehicles with 6-12 hours / day working hours. Dust is a contributor to emissions of transportation by 44%. Results of measurements of total dust levels in 2015-2017 at Dr. Sutomo Street, 664; 345; 141 μgr / nm3, Pandanaran Road 373 μgr / nm3 and Brigjen Soediarto Road 290 μgr / nm3. This study discusses differences in dust levels in traffic police that connect morning and evening in the city of Semarang.Method: This study was an observational study with a cross sectional study design. The population of 42 traffic police who served in Semarang Police, Gayamsari Police and Pedurungan Police who met the inclusion criteria with a sample of 35 traffic police. Morning group of 17 people and afternoon group of 18 people, the division is based on the traffic control shift schedule in August 2019.Results: The results showed 31 respondents (88.6%) had inhaled dust levels below the threshold value (<3mg / m3) with an average frequency of 6 times / month and 45.7% of respondents with obesity nutritional status. The average level of dust inhaled in high traffic police today has a higher concentration (1,99 mg / m3) compared to traffic police who move in the morning (1,32 mg / m3). The results of different tests on statistics that show the value of sig. (p-value) = 0,014Conclusion: The conclusion in this study is the difference in the level of inhaled dust in the police traffic that benefits the morning and evening in the city of Semarang. Determination of standard types of masks and terms of use of PPE (masks) in the afternoon is needed to be approved. Keywords: levels of dust inhaled, traffic police, morning and afternoon
Paparan Debu Terhirup dan Gangguan Fungsi Paru pada Pedagang Tetap di Terminal Kota Tegal Ranindyta Elda Cintya; Budiyono Budiyono; Tri Joko
MEDIA KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA Vol 19, No 3 (2020): MKMI
Publisher : Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/mkmi.19.3.189-194

Abstract

ABSTRAKLatar belakang: Sektor transportasi memiliki kontribusi terbesar dalam menyebabkan pencemaran udara di lingkungan. Terminal bus merupakan salah satu kawasan yang menyumbang pencemaran udara dalam bentuk partikulat debu. Partikel debu respirabel bersifat mudah masuk ke dalam saluran pernapasan manusia sehingga paparannya berbahaya bagi kesehatan. Pedagang tetap di terminal merupakan populasi yang berisiko mengalami gangguan fungsi paru akibat paparan debu. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara paparan debu terhirup dengan gangguan fungsi paru pada pedagang tetap di Terminal Kota Tegal.Metode: Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik observasional dengan desain studi cross sectional. Sebanyak 35 sampel pedagang tetap yang masih aktif berjualan di Terminal Kota Tegal merupakan subjek penelitian ini. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Pengukuran paparan debu terhirup menggunakan Personal Dust Sampler selama 1 jam, sedangkan gangguan fungsi paru menggunakan spirometer. Analisis statistik dalam penelitian ini menggunakan uji Chi square dengan tingkat signifikansi 95%.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 12 responden (34,3%) memiliki paparan debu terhirup diatas NAB (≥3 mg/m3) dengan rata-rata paparan debu terhirup 2 mg/m3. Hasil pemeriksaan fungsi paru ditemukan sebanyak 22 responden (62,8%) memiliki gangguan fungsi paru restriksi dengan jenis gangguan terbanyak restriksi ringan. Hasil analisis menunjukkan ada hubungan antara paparan debu terhirup dengan gangguan fungsi paru (p=0,027).Simpulan: Paparan debu terhirup merupakan faktor risiko terjadinya gangguan fungsi paru pada pedagang tetap di Terminal Kota Tegal. Kata kunci: paparan debu terhirup, lama paparan, masa kerja, gangguan fungsi paru, terminal kota tegal ABSTRACTTitle: Exposure to Inhaled Dust and Pulmonary Function Disorder in Permanent Traders at Tegal City Bus Station  Background: The transportation sector has the biggest contribution in causing air pollution in the environment. The bus station is one of the areas that contributes air pollution in the form of dust particulates. Respirable dust particles are easily entered into the human respiratory tract so that the exposure is harmful for health. Permanent traders in the bus station are populations who are risk of pulmonary  function disorder due to dust exposure. The purpose of this study to analyze the relationship between exposure of inhaled dust and pulmonary function disorder in permanent traders in Tegal bus station.Method: The type of research is observational analytic with cross sectional design. A total of 35 samples of permanent traders who are still active selling at Tegal bus station are the subjects in this study. The sampling tecnique using purposive sampling. Measurement of inhaled dust exposure using Personal Dust Sampler for an hour, while pulmonary function disorder using spirometer. Statistical analysis in this research using Chi square test with a significance level of 95%.Result: The result of research showed that 12 respondents (34,3%) had inhaled dust exposure above NAB (≥3 mg/m3) with an average of inhaled dust exposure was 2 mg/m3. The result of the examination of lung function were found as many as 22 respondents (62.8%) had restriction pulmonary disorder with the most types of disorder is mild restriction. The analysis showed that there was a relationship between exposure of inhaled dust and pulmonary function disorder (p = 0.027).Conclusion:. Exposure of inhaled dust is a risk factor for pulmonary function disorder in permanent traders in Tegal bus station. Keywords: exposure of inhaled dust, duration of exposure, work period, pulmonary function disorder, tegal bus station
Kemampuan Lysol dan Sodium Hipoklorit dalam Menurunkan Bakteri Pseudomonas aeruginosa dari Limbah Jarum Suntik di RS X Rosa Faradila; Nur Endah Wahyuningsih; Budiyono Budiyono
MEDIA KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA Vol 19, No 2 (2020): MKMI
Publisher : Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/mkmi.19.2.100-107

Abstract

Latar belakang: Masa simpan limbah B3 di RS X cenderung lebih dari 2 hari, proses penyimpanan tidak melalui pendinginan pada suhu 0oC dan seharusnya dilakukan desinfeksi. Limbah jarum suntik yang disimpan positif ditemukan bakteri Psedomonas aeruginosa. Lysol dan sodium hipoklorit merupakan desinfektan yang umum digunakan di rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penurunan jumlah koloni bakteri Pseudomonas aeruginosa dari limbah jarum suntik sebelum dan sesudah desinfeksi menggunakan lysol dan sodium hipoklorit pada berbagai konsentrasi dan durasi kontak.Metode: Jenis penelitian ini adalah quasi experiment. Limbah jarum suntik diambil dan dibilas dengan NaCl 0,85%. Suspensi bakteri dari bilasan limbah jarum suntik digunakan untuk menilai kemampuan lysol dan sodium hipoklorit dalam mengurangi populasi bakteri Pseudomonas aeruginosa setelah desinfeksi. Kepadatan populasi bakteri dihitung dengan menggunakan metode hitung cawan.Hasil: Persentase rata-rata efisiensi penurunan jumlah koloni bakteri pada lysol berkonsentrasi 1,5% dengan durasi kontak 1 menit, 5 menit dan 10 menit masing-masing yaitu 32,7%; 38,0% dan 64,1%. Laju daya bunuh lysol dengan konsentrasi 2,5% telah mencapai 100% sejak durasi kontak 1 menit. Pada sodium hipoklorit, laju daya bunuh mencapai 98,3%. Secara statistik tidak terdapat perbedaan rata-rata jumlah koloni bakteri Pseudomonas aeruginosa antara sebelum desinfeksi, setelah desinfeksi selama 1 menit, 5 menit dan 10 menit dengan lysol 1,5% dan sodium hipoklorit 0,0025.Simpulan: Lysol dan sodium hipoklorit mampu menurunkan bakteri P. aeruginosa dari limbah jarum suntik dengan efektivitas masing-masing 73,5% dan 98,3%. Kata kunci: Pseudomonas aeruginosa, limbah jarum suntik, lysol, sodium hipoklorit ABSTRACT Title: Efficacy of Lysol and Sodium Hypochlorite Against Pseudomonas aeruginosa Bacteria in Needles Waste at X Hospital Background: Storage time of hazardous wastes at X Hospital tent to more than two days, and the process going without cooling at 00C because of it the wastes should be disinfected. Needle waste that storage was positively found Psedomonas aeruginosa bacteria. Lysol and sodium hypochlorite are disinfectants that commonly used at hospital. This study aims to analyze the decrease number of colonies Pseudomonas aeruginosa bacteria from needle waste before and after disinfection using lysol and sodium hypochlorite in various concentration and duration contact.Method: The type of this study is quasi experiment. Needles waste is taken and rinsed with sterile normal saline. The bacterial suspension used to assess microbiological activities of lysol and sodium hypochlorite in reducing the population of Pseudomonas aeruginosa after disinfection. Bacterial population density was calculated using total plate countResult: The average percentage of efficiency decreased number bacterial colonies in lysol concentration 1.5% with duration contact 1 minute, 5 minutes and 10 minutes respectively 32.7%; 38,0% and 64.1%. Killing rate lysol 2.5% has reached 100% since 1 minute duration contact. Sodium hypochlorite’s killing rate reached 98.3%. Statistically there was no difference in the average number of colonies Pseudomonas aeruginosa bacteria before disinfection, after disinfection for 1 minute, 5 minutes and 10 minutes with lysol 1.5% and sodium hypochlorite 0.0025%.Conclusion: Lysol and sodium hypochlorite were effectively against P. aeruginosa bacteria in needles waste with effectiveness 73.5% and 98.3% respectively. Keywords: Pseudomonas aeruginosa, needle waste, lysol, sodium hypochlorite
Kemampuan Hidrogen Peroksida dan Formaldehid dalam Menurunkan Bakteri Pseudomonas aeruginosa pada Limbah Jarum Suntik di RS X Kota Semarang Riza Dwi Utami; Nur Endah Wahyuningsih; Budiyono Budiyono
MEDIA KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA Vol 19, No 1 (2020): MKMI
Publisher : Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/mkmi.19.1.68-76

Abstract

Latar belakang:Pada limbah jarum suntik ditemukan jumlah koloni bakteri Pseudomonas aeruginosa sebanyak 1,3x103 dan 2,1x103 CFU/ml. Desinfeksi dengan Hidrogen Peroksida dan Formaldehiddapat digunakanuntuk menurunkan mikroorganisme pathogen. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas desinfektan Hidrogen Peroksida dan Formaldehid dengan variasi dosis dan lama waktu kontak terhadap penurunan jumlah koloni bakteri Pseudomonas aeruginosa pada limbah jarum suntik.Metode:Jenis penelitian ini adalah quasi experimental dengan rancangan non equivalent control group design. Analisis statistikmenggunakan uji Repeated ANOVA (α=5%).Hasil:Hasil penelitian pada sampel sebelum diberikan perlakuan pada desinfektan Hidrogen Peroksida dan formaldehid masing-masing adalah 2,2x103 dan 2,0x103 CFU/ml. Dosis Hidrogen Peroksida diberikan sebanyak 0,75% dan 1,5% (v/v). Dosis Formaldehid sebanyak 0,0185% dan 0,037%(v/v), masing-masing menggunakan variasi lama waktu kontak 1 menit, 5 menit, 10 menit dengan 4 kali pengulangan. Hidrogen Peroksida dapat menurunkan jumlah koloni bakteri Pseudomonas aeruginosa dosis 1,5% (p=0,032), waktu kontak 10 menit (p=0,024). Sedangkan Formaldehid menurunkan jumlah koloni bakteri Pseudomonas aeruginosa dosis 0,037% (p=0,027), waktu kontak 10 menit (p=0,049).Simpulan:Hidrogen Peroksida dan Formaldehid mampu menurunkan jumlah koloni bakteri Pseudomonas aeruginosapada limbah jarum suntik meskipun belum semuanya hilang. Kata kunci: Hidrogen Peroksida, Formaldehid, Pseudomonas aeruginosa, Limbah jarum suntik ABSTRACT Title: The Ability of Hydrogen Peroxide and Formaldehyde in Reducing Pseudomonas aeruginosa Bacteria in Syringe Waste in X Hospital Semarang City Background:In needle syringe waste, the number of colonies of Pseudomonas aeruginosa was 1,3x103 and 2,1x103 CFU/ml. Disinfection with Hydrogen Peroxide and Formaldehyde can be used to reduce pathogenic microorganisms. The purpose of this study was to determine the effectiveness of Hydrogen Peroxide and Formaldehyde disinfectants with variations in dosage and contact time to decrease the number of colonies of Pseudomonas aeruginosa bacteria in needle syringe waste. Method:This type of research is quasi experimental with a non equivalent control group design. Statistical analysis using Repeated ANOVA test (α=5%). Result:The results of the study on the sample before being given treatment for disinfecting Hydrogen Peroxide and formaldehyde were 2,2x103 and 2,0x103 CFU/ml. The dose of Hydrogen Peroxide is given as much as 0.75% and 1.5% (v/v). Formaldehyde dosages are 0.0185% and 0.037% (v/v), each using a variation of the duration of contact time 1 minute, 5 minutes, 10 minutes with 4 repetitions. Hydrogen Peroxide can reduce the number of colonies of Pseudomonas aeruginosa bacteria by 1.5% (p=0.032), contact time 10 minutes (p=0.024). Whereas Formaldehyde reduced the number of colonies of Pseudomonas aeruginosa bacteria by a dose of 0.037% (p=0.027), contact time of 10 minutes (p=0.049). Conclusion:Hydrogen Peroxide and Formaldehyde can reduce the number of colonies of Pseudomonas aeruginosa bacteria in syringe waste even though not all of them are lost. Keywords: Hydrogen Peroxide, Formaldehyde, Pseudomonas aeruginosa, Syringe waste  
Gambaran Sanitasi Lingkungan di Puskesmas Tengaran Kabupaten Semarang Tahun 2016-2018 Rahmadani Dara Ayuningtyas; Budiyono Budiyono; Nikie Astorina Yunita Dewanti
MEDIA KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA Vol 19, No 2 (2020): MKMI
Publisher : Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/mkmi.19.2.170-176

Abstract

Latar Belakang: Lingkungan mempunyai andil yang paling besar terhadap status kesehatan.  Sanitasi lingkungan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan, terutama pengelolaan sampah rumah tangga, pengelolaan limbah cair rumah tangga, kepemilikan air bersih dan kepemilikan jamban. Sanitasi lingkungan merupakan salah satu factor terkait dalam kejadian diare.Metode: Tujuan penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan kondisi sanitasi lingkungan di Puskesmas Tengaran Kabupaten Semarang tahun 2016-2018. Penelitian ini termasuk penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional dan menggunakan analisis deskriptif. Variable dalam penelitian ini adalah cakupan pengelolaan sampah rumah tangga, cakupan pengelolaan limbah cair rumah tangga, cakupan kepemilikan air bersih dan cakupan kepemilikan jamban. Sampel dari penelitian ini adalah data sekunder terkait dengan kejadian diare dan sanitasi lingkungan di Puskesmas Tengaran tahun 2016-2018.Hasil: Hasil dari penelitain ini menunjukan bahwa pada tahun 2016-2018 cakupan pengelolaan sampah rumah tangga tertinggi berada di Desa Tengaran (91,8%), Desa Tegalrejo (87,6%), Desa Tengaran (98,5%). Pada tahun 2016-2018 cakupam pengelolaan limbah cair rumah tangga tertinggi berada di Desa Butuh (88,6%), Desa Bener (81,7%), Desa Tegalrejo (90,3). Pada tahun 2016-2018 cakupan kepemilikan air bersih tertinggi berada di Desa Patemon (100%, 100%, 96%). Pada tahun 2016-2018 cakupan kepemilikan jamban tertinggi berada di Desa Patemon (100%, 100%, 96,5%).Simpulan: Sanitasi lingkungan (pengelolaan sampah rumah tangga, pengelolaan limbah cair, kepemilikan air bersih, kepemilikan jamban) sudah tergolong baik. Sanitasi lingkungan di Puskesmas Tengaran tahun 2016-2018 merupakan salah satu faktor yang terkait dengan kejadian diare di Puskesmas Tengaran Kabupaten Semarang Tahun 2016-2018.Kata kunci: Sanitasi Lingkungan, Puskesmas Tengaran, Deskriptif ABSTRACT Title: Diarrhea And Environmental Sanitation In Tengaran Health Center Semarang District, 2016-2018 Background: The environment has the biggest contribution to health status. Environmental sanitation is an important factor that must be considered, especially management of household waste, management of household wastewater, ownership of clean water and ownership of latrines. Environmental sanitation is one of the factors in the incidence of diarrhea.Method: The purpose of this study was to describe the conditions of environmental sanitation at the Tengaran Health Center Semarang Regency in 2016-2018. This study is an observational study with a cross sectional approach and used descriptive analysis. Variables in this study are coverage of household waste management, coverage of household wastewater management, coverage of ownership of clean water and coverage of latrine ownership. The sample from this study is secondary data related to the incidence of diarrhea and environmental sanitation in Tengaran Health Center in 2016-2018.Result: The results of this study show that in 2016-2018 the highest coverage of household waste management was in Tengaran Village (91.8%), Tegalrejo Village (87.6%), Tengaran Village (98.5%). In 2016-2018, the highest level of household wastewater management was in the Need Village (88.6%), Bener Village (81.7%), Tegalrejo Village (90.3). In 2016-2018 the highest coverage of clean water ownership was in Desa Patemon (100%, 100%, 96%). In 2016-2018 the highest latrine ownership coverage was in Patemon Village (100%, 100%, 96.5%).Conclusion: Environmental sanitation (management of household waste, management of household wastewater, ownership of clean water, ownership of latrines) has been classified as good. Environmental sanitation in Tengaran Puskesmas in 2016-2018 is one of the factors associated with the incidence of diarrhea in the Tengaran Semarang Health Center in 2016-2018.Keywords: Environmental Sanitation, Tengaran Health Center, Descriptive
Faktor yang Berhubungan dengan Tekanan Darah pada Petani Penyemprot Tanaman Hortikultura di Desa Trayu Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang Latifa Rachmawati; Suhartono Suhartono; Budiyono Budiyono
MEDIA KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA Vol 19, No 1 (2020): MKMI
Publisher : Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (215.142 KB) | DOI: 10.14710/mkmi.19.1.38-42

Abstract

Latar belakang: Pestisida merupakanxsalahxsatuxbahan kimia yang berbahaya. Adanya kandungan bahan – bahan – bahan aktif pada pestisida yang masuk kedalam tubuh manusia dengan berbagai jalur dapat menganggu proses asetilkolin, yang dapat mengakibatkan gangguan pada tekanan darah. Desa Trayu memiliki pekerjaan dengan mayoritas sebagai petani penyemprot hortikultura denganxjumlah sebanyak 416 orang (41,06%), dimana seluruh petani masih aktif menggunakan pestisida. Tujuan penelitianxinixadalahxuntukxmengetahui beberapaxfaktorxyangxberhubunganxdenganxtekananxdarah petani penyemprot hortikultura dixDesa TrayuxKecamatanxSumowonoxKabupaten Semarang.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross-sectional. Sampel penelitian berjumlah 66 orang diambil dengan menggunakan metode simple random sampling. Pengukuran tekanan darah dilakukan menggunakan tensimeter. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner. Analisis statistik menggunakan uji korelasi Rank Spearman pada α 95%.  Hasil: Responden rata – rata berumur 50 tahun, dengan tingkat pendidikan didominasi Sekolah Dasar, dimana untuk penggunaan pestisida di Desa Trayu mencapai 100%. Sebanyak 34 responden (51,51%)  memiliki tekanan darah sistolik tinggi dan 46 responden (69,69%) memiliki tekanan darah diastolik tinggi. Hasil menujukkanxbahwa tidakxadaxhubunganxantaraxmasaxkerjaxdenganxtekananxdarahxsistolik (p value = 0,408). Terdapat hubungan pada variabelxmasaxkerjaxdenganxtekananxdarah diastolik (pxvalue = 0,022).xTerdapat hubungan antara jumlah campuran pestisida dengan tekanan darah sistolik (p value = 0,001). Tidak ditemukan adanyaxhubunganxjumlah campuran pestisidaxdenganxtekananxdarahxdiastolik (p value = 0,238). Ada hubungan antara variabel frekuensi penyemprotan dengan tekanan darah sistolik (p value = 0,041) dan tekanan darah diastolik (p value = 0,006).Simpulan: Frekuensi penyemprotan berhubungan dengan tekanan darah petani penyemprot tanaman hortikulturaKata kunci: tekanan darah, pestisida, petani penyemprot, tanaman hortikultura.ABSTRACT Title: The Analysis Factors Related to Blood Pressure on Horticulture Spraying Farmers in Trayu Village, Subdistrict Sumowono, District SemarangBackground: Pesticides are a dangerous chemical. The composition of active ingredients in pesticides that enter the human body with various pathways can interfere with the process of acetylcholine, which can disturbing blood pressure. The highest occupation in Trayu Village is horticulture sprayer, the total is 416 people (41,06%), where all farmers are actively using pesticides. Thexpurposexofxthis research was to determine severalxfactorsxrelated to blood pressure.Method: This research was an observational analytic study with a cross-sectional design. The sample of this study was 66 people taken by simple random sampling method. Blood pressure was measured using tensimeter. Data collection were gathered by interview using a questionnaire. Statistical analysis using Rank Spearman test with α 95%.Result: The average respondent is 50 years, with an education level dominated by elementary school, meanwhile the use of pesticides in Trayu Village reaches 100%. There were 34 respondents (51,51%) had high systolic blood pressure and 46 respondents (69,69%) had high diastolic blood pressure. xThexresultsxshowxthere is no correlation between a work period and systolic pressure (pxvaluex= 0,408). Therexisxaxcorrelation work period with diastolicxbloodxpressurex(pxvaluex=x0,022). Therexisxan associationxbetweenxthexamount of pesticide mixture with systolic blood pressure (p value = 0,001). There was no correlation between the amount of pesticide mixture with diastolic blood pressure (p value = 0,238). There was no association btween the variable frequency of srpaying with systolic blood pressure (p value = 0,041) and diastolic blood pressure (p value = 0,006).Conclusion: The frequency of spraying associated with the blood pressure of horticulture spraying farmers.Keywords: blood pressure, pesticides, spraying farmers, horticulture plants
Hubungan antara Kualitas Udara dalam Ruang dengan Kejadian Pneumonia pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang Devina Andan Sari; Budiyono Budiyono; Yusniar Hanani Darundiati
MEDIA KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA Vol 18, No 3 (2019): MKMI
Publisher : Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (413.809 KB) | DOI: 10.14710/mkmi.18.3.12-18

Abstract

ABSTRAKLatar belakang: Di Indonesia, prevalensi pneumonia pada bayi hampir 2 kali lebih banyak dibandingkan dengan pneumonia dengan balita. Kematian bayi yang disebabkan oleh pneumonia di Puskesmas Bandarharjo adalah 2 diantara 11 kematian bayi di Kota Semarang.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara kualitas fisik udara dalam ruang dengan kejadian pneumonia pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Bandarharjo Semarang.Metode: Penelitian ini merupakan studi observasional analitik dengan desain cross-sectional.  Populasi dalam penelitian ini adalah bayi yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Bandarharjo. Sampel dalam penelitian sebanyak 61 bayi. Sampel diambil dengan menggunakan teknik proportionate stratified random sampling. Data berasal dari hasil  wawancara terkait karakteristik bayi dan orang tua, status merokok anggota keluarga serta penggunaan anti nyamuk bakar. Data PM10, suhu, kelembaban dan intensitas cahaya diukur dengan menggunakan Personal Dust Sampler, thermo-hygrometer dan lux meter. Data dianalisis menggunakan analisis univariat dan bivariat chi-square.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kadar debu terhirup sebesar 165μg/m3, suhu udara 30,3°C, kelembaban udara 69,3% dan intensitas cahaya 58,3 lux. Terdapat hubungan antara kadar debu terhirup (p=0,039), kelembaban udara (p=0,041), status merokok anggota keluarga (p=0,030), dan penggunaan anti nyamuk bakar (p=0,008) dengan kejadian pneumonia, sedangkan suhu udara (p=0,371), intensitas cahaya (p=0,295) tidak berhubungan dengan kejadian pneumonia.Simpulan: Kesimpulan dalam penelitian ini adalah  terdapat hubungan antara kualitas fisik udara dalam ruang rumah dengan kejadian pneumonia pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang.