Articles
Editorial: Mencari Sistem Hukum Indonesia yang Otentik
Latipulhayat, Atip
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 1, No 3 (2014): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (449.656 KB)
Mencari dan menemukan sistem hukum Indonesia yang asli dan otentik, yang akan menjadi identitas sekaligus pedoman bangsa Indonesia dalam berhukum dan bernegara, tampaknya masih panjang dan berliku. Menemukan otentisitas sistem hukum Indonesia adalah usaha untuk menelusuri jejak kehidupan bangsa Indonesia dan nilai-nilai hukum yang dianut dan dipraktikkan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Salah satu upaya yang harus dilakukan adalah dengan menggali tradisi hukum (legal tradition) yang pernah ada dan hidup dalam masyarakat Indonesia. DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v1n3.a0
Khazanah: John Austin
Latipulhayat, Atip
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 3, No 2 (2016): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (537.497 KB)
Tidak ada yang menyangkal bahwa John Austin adalah penganjur dan pembela mazhab positivisme hukum. Lebih tepatnya, Austin dianggap sebagai pionir mazhab positivisme analitik, yaitu versi positivisme kontemporer yang mengklaim bahwa hukum yang sebenarnya adalah yang mewujud dalam praktik, bukan mengkonstruksi suatu konsep hukum pada tataran normatif dan iedalisme politik semata. Dengan paham positivisme hukum ini Austin menjauhkan hukum dari basis dan penilaian subjektif yang dinilainya abstrak seperti moral dan etika, bahkan agama. Hukum harus bersumber dari sesuatu yang nyata dan ia menemukannya pada apa yang ia sebut sebagai âsovereignâ (daulat atau kuasa) yang bisa berwujud kuasa monarkhi seperti Raja atau kuasa demokratis semisal parlemen. Sesuatu disebut hukum, bukan karena penilaian subjektif bahwa sesuatu itu bersifat baik atau buruk, melainkan karena berasal atau diproduksi oleh âsovereignâ. Atas semua klaimnya itu Austin mengatakan sebagai berikut: the existence of law is one thing; its merit or demerit is another.DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v3n2.a12
Khazanah: Hart
Latipulhayat, Atip
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 3, No 3 (2016): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (2498.246 KB)
Positivisme klasik yang mendalilkan bahwa hukum adalah perintah (command) yang kemudian dikenal dengan âcommand theoryâ dikembangkan antara lain oleh Bentham dan John Austin pada abad 18 dan 19 Masehi. Dalil-dalil positivisme klasik tidak sepenuhnya memuaskan. Para pakar hukum termasuk lingkar dalam positivisme hukum memberikan kritik yang cukup substantif, khususnya kepada Austin. Salah satu yang serius mengkritik positivisme Austin adalah Hart yang menganggap bahwa formula tunggal Austin dalam memaknai hukum sebagai âperintah penguasaâ (command of sovereign) kurang memadai untuk menjelaskan hakikat hukum. Menurut Hart, hukum adalah âruleâ (aturan), tapi bukan aturan seperti yang dimaknai oleh penganut positivisme klasik seperti Austin bahwa aturan itu adalah produk dari penguasa. Sesuatu disebut aturan, menurut Hart bukan karena ia diproduksi oleh penguasa, melainkan karena ia diterima dan beroperasi di masyarakat. DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v3.n3.a12
Editorial: Politik Hukum Pemerintahan Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014: Desentralisasi atau Re-sentralisasi?
Latipulhayat, Atip
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 2, No 3 (2015): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (440.362 KB)
Para pakar sering memandang hubungan antara desentralisasi teritorial dan sentralisasi dalam praktik negara kesatuan sebagai makna dinamik, ibarat âpendulum/bandul yang berayunâ dari sentralisasi (memusat) ke desentralisasi (mendaerah) demikian seterusnya untuk mencari kesembangan (Mawhood: 1984, B.C. Smith: 1985, Bagir Manan: 1999). Secara terminologis pun, metafor âdesentralisasiâ tidak akan pernah muncul tanpa terlebih didahului munculnya konsep âsentralisasiâ dalam pembagian kekuasaan negara secara vertikal. Campur tangan pusat dalam pemerintahan di daerah tidak dapat dihindari 100 %,bahkan dalam pemerintahan yang paling desentralistik sekalipun. Di sisi lain, sistem sentralisasi âmurniâ dalam hubungan pusat â daerah ditolak sebagai pendekatan utama, terutama sejak sistem demokrasi dianggap sebagai model pemerintahan yang paling banyak diterima banyak negara. Dengan kata lain, desentralisasi telah menjadi pendekatan utama dalam pemencaran kekuasaan secara vertikal sebagai cermin dari prinsip âpartisipasiâ â yang merupakan salah satu prinsip demokrasi - dari aras lokal. DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v2n3.a0
Khazanah: Hans Kelsen
Latipulhayat, Atip
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 1, No 1 (2014): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (4864.041 KB)
Hans Kelsen adalah seorang pemikir hukum dunia yang buah pemikirannya bukan saja diperbincangkan di berbagai belahan bumi, tapi juga menjadi salah satu pemikir hukum garda depan (avant garde) pada zamannya, bahkan mungkin sampai sekarang. Roscoe Pound yang juga seorang filosof hukum kenamaan memberikan testimoninya sebagai berikut: â...Kelsen was unquestionably the leading jurist of the time. It is said that if the mark of the genius is that he creates a cosmos out of chaos, then Kelsen has evidently earned that titleâ. Pengakuan Roscoe Pound tentunya bukan tanpa dasar atau sekedar basa-basi, melainkan sebuah testimoni objektif dengan memperhatikan warisan pemikirannya yang tersebar dalam beratus-ratus karya ilmiah yang masih memiliki pengaruh penting sampai saat ini. DOI:https://doi.org/10.22304/pjih.v1n1.a12
Editorial: Due Process of Law
Latipulhayat, Atip
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 4, No 2 (2017): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (454.082 KB)
Penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas) menuai banyak kontroversi, salah satu diantaranya adalah yang menyangkut peniadaan proses pengadilan dalam pembubaran suatu organisasi kemasyarakatan sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Proses peradilan menjadi elemen penting dalam negara hukum, karena adanya proses tersebut merupakan bukti penghormatan negara terhadap hukum dan hak asasi manusia (HAM).  DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v4n1.a0
Editorial: Demokrasi Deliberatif: Dari Wacana ke Kerangka Hukum
Latipulhayat, Atip
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 3, No 2 (2016): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (442.533 KB)
Wacana demokrasi deliberatif â walaupun agak terlambat - mulai masuk dalam khazanah keilimuan Indonesia setelah runtuhnya Orde Baru (Fahrul Muzaqqi, 2013: 123), sekira tahun 2000-an. Dalam hal ini, demokrasi deliberatif mengacu pada gagasan bentuk pemerintahan di mana para warga negara yang bebas dan sederajat, memberikan pembenaran proses pengambilan keputusan di mana mereka memberikan alasan-alasan lain secara timbal balik dapat diterima dan dapat diakses dengan tujuan mencapai kesimpulan - kesimpulan yang mengikat saat ini kepada setiap warga negara namun terbuka untuk digugat di kemudian hari (Gutman dan Thompson dalam Bilal Dewansyah, 2015: 24). Meskipun demikian, gagasan tersebut baru mulai mem-publik pada tahun 2000 dengan muncul beberapa literatur, seperti artikel dan buku yang ditulis F. Budi Hardiman (2004 dan 2009) dalam perspektif Habermasian.DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v3n2.a0
Editorial: Mendudukan Kembali Judicial Activism dan Judicial Restraint dalam Kerangka Demokrasi
Latipulhayat, Atip
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 4, No 3 (2017): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (195.639 KB)
Judicial activism dan judicial restraint menjadi topik hangat pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-XIV/2016 yang menolak permohonan perluasan makna dari Pasal 284, Pasal 285, dan Pasal 292 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Baik judicial activism maupun judicial restraint sejatinya merupakan dua terma yang lahir dari tradisi hukum Amerika Serikat. Kedua tema tersebut secara umum melukiskan perbedaan pandangan para hakim dan ilmuwan hukum mengenai persepsi mereka terhadap hukum dan fungsi hakim di dalam bangunan ketatanegaraan yang demokratis.DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v4n3.a0Â
Khazanah: Grotius
Latipulhayat, Atip
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 4, No 1 (2017): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (554.068 KB)
Hugo de Groot atau yang lebih dikenal dengan Grotius adalah tokoh pemikir Belanda kaliber internasional dengan segudang karya monumental yang bukan saja menjadi rujukan masyarakat internasional, tapi juga memberikan pengaruh mendalam dan relatif abadi dalam sejarah dunia. Grotius adalah tokoh dengan multi wajah dan wijhah (orientasi) keilmuan. Dia adalah ahli sejarah, ahli hukum, filosof, diplomat, dan juga praktisi hukum. Dari sekian banyak pengakuan dan julukan yang diterima Grotius adalah kepakarannya dalam hukum internasional sehingga dunia mengakuinya sebagai Bapak Hukum Internasional Modern khususnya lewat magnum opus nya, De Jure Belli ac Pacis. DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v4n1.a12
Khazanah: Cornelis van Vollenhoven
Latipulhayat, Atip
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 4, No 2 (2017): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
âWhat is needed, is this: practical implementation, along eastern lines, of eastern thoughts and the eastern approach of adat-law to the modernâ¦needs of⦠the contemporary [Netherlands] Indies⦠Adat-law alone, which satisfies eastern needs and speaks to eastern hearts, can be said to parallel the short-sighted recklessness of western law, if only its discovery, effects, insemination can be furthered in the eastern mindâand who can better do this than the Indonesians?â Cornelis van Vollenhoven, 1928