Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : Jurnal Riset Perencanaan Wilayah dan Kota

Identifikasi Urban Loneliness pada Pengunjung Kiara Artha Park Haifa Aulia Shoobiha Dananjaya; Fachmy Sugih Pradifta
Jurnal Riset Perencanaan Wilayah dan Kota Volume 3, No. 2, Desember 2023, Jurnal Riset Perencanaan Wilayah dan Kota (JRPWK)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jrpwk.v3i2.2763

Abstract

Abstract. Currently, mental health has become the world's spotlight. According to the World Health Organization (WHO) 970 million people or 13% of the world's population experience mental health disorders. Public open space as a third place for interaction is expected to reduce feelings of loneliness. Kiara Artha Park is one of the public open spaces that is favored by the people of the city of Bandung. Therefore, the purpose of this study is to identify the level of loneliness in visitors to Kiara Artha Park and to identify the characteristics of urban communities who experience loneliness. The approach method used in this research is mix methods. A quantitative approach method is used to identify the level of Loneliness in visitors to Kiara Artha Park using the UCLA Loneliness Scale analysis method. While the descriptive qualitative approach method is used to describe the results of observations and results of analysis. The results of the analysis show that the Loneliness level of Kiara Artha Park visitors who live in Bandung City is in the moderate category. The level of loneliness felt by these people is influenced by the lifestyle of urban communities which is likely to reduce their interaction with each other. The results of the analysis stated that the level of loneliness based on sex was higher in women and based on age was higher at the age of 13-25 years. Meanwhile, based on marital status, it is higher for those who are married than those who are not. And based on the type of work, it is higher for those who work or are active as students or students. In daily life style, a higher level of loneliness is for someone who lives in an apartment or flat, spends 8 hours working, spends 30 minutes – 1 hour traveling on a trip, and uses public transportation. Abstrak. Saat ini kesehatan mental sudah menjadi sorotan dunia. Menurut World Health Organization (WHO) 970 juta orang atau 13% dari populasi dunia mengalami gangguan kesehatan mental. Ruang terbuka publik sebagai tempat ketiga untuk berinteraksi diharapkan dapat mengurangi rasa kesepian. Kiara artha park salah satu ruang terbuka publik yang digemari oleh masyarakat kota bandung. Oleh karena itu, adapun tujuan dari penelitian ini mengidentifikasi mengenai tingkat loneliness pada pengunjung Kiara Artha Park dan mengidentifikasi karakteristik masyarakat perkotaan yang mengalami loneliness. Metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah mix methods. Metode pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengidentifikasi tingkat Loneliness pada pengunjung Kiara Artha Park dengan menggunakan metode analisis UCLA Loneliness Scale. Sedangkan metode pendekatan kualitatif deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan hasil observasi dan hasil analisis. Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat Loneliness pada pengunjung Kiara Artha Park yang berdomisili di Kota Bandung tergolong kategori sedang. Tingkat loneliness yang dirasakan oleh masyarakat tersebut dipengaruhi oleh gaya gidup masyarakat urban yang kemungkinan besar mengurangi adanya interaksi satu sama lain. Hasil analisis menyatakan bahwa tingkat Loneliness berdasarkan jenis kelamin lebih tinggi pada perempuan dan berdasarkan usia lebih tinggi pada usia 13-25 tahun. Sedangkan berdasarkan status perkawinan, lebih tinggi yang berstatus kawin daripada belum. Dan berdasarkan jenis pekerjaan, lebih tinggi yang bekerja atau beraktivitas sebagai pelajar atau mahasiswa. Pada gaya hidup keseharian, tingkat Loneliness lebih tinggi adalah pada seseorang yang bertempat tinggal di apartemen atau rumah susun, menghabiskan waktu untuk bekerja 8 jam, menghabiskan waktu di perjalanan 30 menit – 1 jam dalam sehari, dan menggunakan transportasi umum.
Arahan Penataan Pedagang Kaki Lima di Kawasan Pusat Pemerintahan Kota Sukabumi Gilang Rizkiansah; Fachmy Sugih Pradifta
Jurnal Riset Perencanaan Wilayah dan Kota Volume 4, No. 1, Juli 2024, Jurnal Riset Perencanaan Wilayah dan Kota (JRPWK)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jrpwk.v4i1.3609

Abstract

Abstract. This street vendors (PKL) typically operate in public spaces or crowded areas such as educational zones or government centers. The spatial arrangement of street vendors is a crucial issue faced by developing countries, including Indonesia, which often makes efforts to organize and regulate street vendors. The guidance for organizing street vendors aims to realize a clean, beautiful, orderly, and safe Sukabumi city with adequate infrastructure. Street vendors, operating as informal businesses due to limited formal employment opportunities, require attention in urban areas to avoid disrupting formal economic activities and other sectors. The coexistence of street vendors with other activities becomes a point of conflict in planning research. The organizational guidance incorporates several concepts derived from the analysis, including a time-based direction for street vendors. Abstrak. Pedagang kaki lima (PKL) biasanya berjualan di tempat-tempat umum atau di tempat keramaian seperti kawasan Pendidikan ataupun di Kawasan pusat pemerintahan. Penataan ruang Pedagang Kaki Lima (PKL) menjadi persoalan yang krusial yang dihadapi oleh negara-negara berkembang tidak terkecuali di Indonesia yang kerap melakukan upaya untuk menata dan menertibkan Pedagang Kaki Lima. Arahan penataan Pedagang Kaki Lima untuk Mewujudkan Kota Sukabumi yang Bersih, Indah, Tertib, dan Aman dengan Sarana Prasarana yang memadai. pedagang kaki lima sendiri yang merupakan tempat usaha informal akibat pekerjaan formal yang terbatas, maka pedagang kaki lima yang terdapat di perkotaan harus di perhatikan agar tidak mengganggung aktivitas perekonomian formal yang ada dan sektor lainnya, karena terdapat kesemarautan PKL dengan aktivitas lainnya menjadikan hal ini salah satu titik konflik yang ada pada penelitian di wilayah perencanaan. Arahan penataan ini memiliki beberapa konsep dari hasil analisis yang telah disusun di mana terdapat konsep arahan waktu untuk pedagang kaki lima. .
Studi Konfigurasi dan Kinerja Ruang Pejalan Kaki dengan Metode Space Syntax Firdaus, Ghany Rahadian; Fachmy Sugih Pradifta
Jurnal Riset Perencanaan Wilayah dan Kota Volume 5, No. 1, Juli 2025, Jurnal Riset Perencanaan Wilayah dan Kota (JRPWK)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jrpwk.v5i1.6667

Abstract

Abstrak.Berjalan kaki merupakan suatu aktivitas berpindah tempat dari satu tempat ke tempat lainnya dengan cara yang paling sederhana. Berjalan kaki merupakan satu-satunya proses aktivitas perpindahan tempat yang sangat flexible dikarenakan perpindahan yang dilakukan dapat mencapai seluruh arah sesuai sudut pandang visual. Aktivitas berjalan kaki memerlukan fasilitas yang mumpuni serta terhubung dengan jaringan pejalan kaki yang lain untuk lebih memudahkan dalam proses perjalanan tersebut. Studi mengenai Konfigurasi ruang pejalan kaki diperlukan untuk mengukur seberapa besar tingkat keterhubungan dan tingkat kesatuan sebuah jaringan pejalan kaki. Penelitian ini dimaksudkan untuk menilai bagaimana tingkat konfigurasi ruang jejaring pejalan kaki yang ada pada area sekitar Alun-alun Kota Bandung dengan menggunakan metode analisis Space Syntax. Penelitian ini dibantu oleh perangkat lunak DepthmapX yang akan menghitung choice, integration, dan connectivity sebagai variabel penilaian konfigurasi ruang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa konfigurasi ruang dapat memberikan pengaruh terhadap pergerakan dan sejalan dengan terbentuknya ragam akivitas yang ada pada suatu ruang. Keterkaitan antara konfigurai ruang dan kinerja dapat memberikan suatu identitas ruang yang dapat meningkatkan atau menurunkan intensitas penggunaanya. Abstract. Walking is the activity of moving from one place to another in the simplest way. Walking is the only process of moving places that is very flexible because the movements carried out can reach all directions according to the visual point of view. Walking activities require adequate facilities and are connected to other pedestrian networks to make travel easier. A study of the configuration of pedestrian spaces is needed to measure the level of connectivity and level of unity of the pedestrian network. This research aims to examine the level of spatial configuration of the pedestrian network in the area around Bandung City Square using the Space Syntax analysis method. This research is assisted by DepthmapX software which will calculate choice, integration and connectivity as variables for assessing space configuration. Based on the research conducted, it was found that spatial configuration can have an influence on movement and is in line with the formation of various activities in a space. The relationship between spatial configuration and performance can provide a spatial identity that can increase or decrease the intensity of use.