Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search
Journal : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan

MEKANISME PEMERIKSAAN DALAM PERSIDANGAN HAK UJI MATERIIL DI MAHKAMAH AGUNG Herlinda Tiara; M. Zuhri
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 1, No 2: November 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pasal 24A ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang, untuk melaksanakan kewenangan tersebut Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan Mahkmah Agung Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, peraturan tersebut tidak mengatur secara rinci mengenai mekanisme beracara dalam persidangan hak uji materiil, dalam pelaksanaannya Mahkamah Agung menggelar pemeriksaan persidangan hak uji materiil secara tertutup, tanpa menghadirkan para pemohon maupun termohon. Tujuan penulisan ini untuk mengetahui dan menjelaskan mekanisme pemeriksaan dalam persidangan hak uji materiil di Mahkamah Agung dan kesesuaian prosedur pemeriksaan dalam persidangan hak uji materiil tersebut dengan prinsip negara hukum Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Mahkamah Agung dalam melakukan mekanisme pemeriksaan dalam persidangan hak uji materiil dilaksanakan secara tertutup, Hal ini  bertentangan dengan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan “asas keterbukaan dalam sidang”. Dan juga tidak sesuai dengan prinsip negara hukum Indonesia, dimana seharusnya berpegang pada konstitusi. Sedangkan mekanisme beracara hak uji materiil yang dilaksanakan secara tertutup bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1), yang menyediakan instrumen hukum berupa pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum, serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Disarankan agar Mahkamah Agung mengatur secara jelas dan rinci tentang mekanisme beracara hak uji materiil, dan mekanisme beracara tersebut terbuka untuk umum dengan meghadirkan para pihak yang terkait agar dapat di dengar keterangan kedua belah pihak tersebut oleh hakim, sehingga hakim dalam memutuskan perkara tersebut mempetimbangkan juga keterangan para pihak.
TINJAUAN HUKUM TERHADAP PENGGUNAAN DANA ASPIARASI OLEH ANGGOTA LEGISLATIF Ari Yusfizal; M. Zuhri
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 2, No 1: Februari 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pasal 3 Ayat (1) Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Jika dilihat dari efisiensi dan efektifitas serta transparansinya pengelolaan dana aspirasi oleh Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh yang dibagi rata menurut daerah pemilihannya sangatlah tidak efektif, karena DPRA masih menggunakanan paradigma lama, anggaran yang hanya berorientasi pada input atau sekedar mengahabiskan anggaran tanpa melihat kinerja yang akan dicapai. Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan efektifitas dan efesiensi penggunaan dana aspirasi oleh anggota DPRA serta dasar hukum dana aspirasi masih diterapkan di DPRA serta hambatan dan tantangan dalam hal penggunaan dana aspirasi oleh DPRA. Dalam penelitian artikel ini menggunakan metode yuridis-empiris. Penelitian ini menggunakan data kepustakaan dan lapangan. Penelitian kepustakaan menghasilkan data skunder yaitu dengan membaca dan menelaah buku-buku dan Peraturan Perundang-Undangan sedangkan untuk data primer dilakukan wawancara dengan responden. Hasil penelitian menunjukkan tidak efektif dan efesien karna dana aspirasi telah mengacaukan sistem perencanaan penganggaran menggunakan pendekatan level pemerintah dan tidak ada dasar hukum yang mengaturnya serta banyak hambatan dalam pelaksanaannya sehingga dengan adanya dana aspirasi akan semakin sulit diukur dampak anggaran pada suatu daerah. Disarankan kepada anggota DPRA, semoga kedepan tidak ada lagi anggaran yang bersumber dari APBA yang dialokasikan untuk anggota DPRA, dan sudah semestinya anggaran tersebut digunakan oleh eksekutif sebagaimana amanat Perundang-Undangan yang berlaku, dan DPRA seharusnya lebih mengoptimalkan fungsinya sebagai anggota legislatif yaitu, fungsi legislasi, fungsi pengawasan dan fungsi anggaran dalam mengawal kinerja pemerintah Aceh.
Tinjauan Yuridis Tentang Hak Recall Oleh Partai Politik Berdasarkan Konsep Kedaulatan Rakyat Dalam Lembaga Perwakilan Di Indonesia Maulana Akmal Zikri; M. Zuhri
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 2, No 2: Mei 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Di Indonesia Recall dimaknai sebagai Pemberhentian dan Penggantian Antar Waktu. Ketentuan dasar dari pemberhentian anggota DPR tertuang dalam Pasal 22 B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang kemudian dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 Pasal 239 dan Pasal 242 mengatur tentang pemberhentian dan penggantian antarwaktu anggota DPR. Sistem recall yang berkembang selama ini menempatkan partai politik sebagai pemangku kekuasaan untuk merecall anggotanya yang dianggap bertentangan dengan AD/ART partai, sehingga dalam perkembangannya banyak anggota DPR yang telah direcall karena tidak sejalan dengan kebijakan yang telah di tetapkan oleh partai pengusungnya. Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan apakah hak recall oleh partai politik telah sesuai dengan prinsip-prinsip negara demokrasi di Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dan dampak yang ditimbulkan dari pelaksanaan hak recall oleh partai politik terhadap eksistensi dan kinerja anggota Dewan Perwakilan Rakyat dalam sistem perwakilan di Indonesia. Dalam penelitian artikel ini menggunakan metode normatif-empiris. Penelitian ini menggunakan data kepustakaan dan pemberlakuan (implementasi) pada setiap peristiwa hukum yang terjadi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hak recall partai politik dalam prakteknya telah mengenyampingkan konsep kedaulatan rakyat dalam lembaga perwakilan di Indonesia, dimana mekanisme pertanggung jawaban anggota DPR terhadap rakyat menjadi pertanggung jawaban terhadap partai politik, secara tidak langsung partai politik turut serta untuk mengawasai anggota partai politiknya yang berada di Parlemen, sehingga berdampak terhadap kinerja anggota DPR yang semestinya melaksanakan kewajibannya sebagai wakil rakyat menjadi wakil partai politik di dalam parlemen. Disarankan kepada DPR untuk menindak lanjuti aturan mengenai pemberhentian dan penggantian antar waktu/hak recall agar kiranya aturan tersebut dalam implementasinya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi di Indonesia, dan diharapkan agar kedepannya penggunaan hak recall betul-betul diperuntukan atas nama kepentingan rakyat itu sendiri bukan sebagai alat untuk menyingkirkan para anggota DPR yang bertentangan dengan kebijakan partai demi melaksanakan kewajibannya sebagai perwakilan rakyat yang bekerja untuk dan atas nama rakyat yang diwakilinya.
TINJAUAN YURIDIS NORMATIF KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DALAM MELAKUKAN HAK ANGKET TERHADAP KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI Harisul Haqi; M. Zuhri
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 3, No 1: Februari 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pasal 79 Ayat (3) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3), menyebutkan  bahwa “Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.” Namun kenyataannya DPR melakukan hak angket terhadap KPK. KPK diminta oleh anggota Komisi III DPR agar membuka rekaman BAP anggota DPR Miryam S Haryani terkait kasus korupsi e-KTP. KPK tidak dapat memenuhi permintaan Komisi III tersebut. Lalu Komisi III membentuk Pansus hak angket terhadap KPK. Tujuan penulisan artikel ini untuk menjelaskan mengenai penggunaan hak angket DPR dalam melakukan penyelidikan terhadap KPK menurut UU No. 17 Tahun 2014 Tentang MD3, dan implikasi yang ditimbulkan dari penggunaan hak angket oleh DPR terhadap KPK. Metode yang digunakan yaitu penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian hukum dengan cara meneliti bahan pustaka. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan membaca buku teks, peraturan perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan hak angket DPR terhadap KPK menurut Pasal 79 Ayat (3) UU No. 17 Tahun 2014 Tentang MD3, yang menjadi subjek dari hak angket adalah kebijakan atau pelaksanaan Undang-Undang oleh Pemerintah. Implikasi yang ditimbulkan dari penggunaan hak angket oleh DPR terhadap KPK, adalah cacat hukum dan DPR melanggar Pasal 79 Ayat (3) UU No 17 Tahun 2014 Tentang MD3 dan menyalahgunakan hak angket, karena DPR menggunakan hak angket pada KPK. Hak angket seharusnya digunakan untuk mengawasi Pemerintah. Bukan untuk Lembaga Negara Penunjang (Auxiliary Organ/ di luar Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif) seperti KPK. Disarankan kepada DPR agar memahami Pasal 79 ayat (3), terutama tentang proses mekanisme penggunaan hak angket agar tidak disalahgunakan, sehingga tidak terjadi pelanggaran dalam penggunaan hak angket, karena hak angket itu digunakan untuk mengawasi pemerintah, bukan untuk lembaga negara penunjang seperti KPK.
Efektivitas Fungsi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Dalam Penanggulangan Gempa Bumi Di Kabupaten Pidie Jaya Muksalmina Fadri; M. Zuhri
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 2, No 2: Mei 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan efektif atau tidaknya fungsi BPBD, mengetahui dan menjelaskan faktor-faktor penghambat dari pelaksanaan fungsi BPBD serta menjelaskan dan mengetahui upaya-upaya apa saja yang dilakukan BPBD dalam penanggulangan gempa bumi di Kabupaten Pidie Jaya. Untuk memperoleh data dalam penulisan artikel ini, dilakukan penelitian kepustakaan dan lapangan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku teks serta pendapat para sarjana yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, sedangkan penelitian lapangan dilakukan dengan cara mewawancarai beberapa narasumber yang terkait. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan fungsi BPBD dalam penanggulangan gempa bumi di Pidie Jaya belum efektif dikarenakan dalam melaksanakan fungsinya terkait pemenuhan kebutuhan dasar pengungsi belum dilakukan secara tepat sasaran maupun tepat waktu. Hambatan yang dialami dilapangan yaitu sulitnya aksesibilitas lokasi bencana, masih ada oknum masyarakat yang tidak kooperatif dalam penanggulangan bencana dan koordinasi yang kurang menyatu antara para pihak penanggulangan bencana. Upaya yang dilakukan BPBD adalah Melakukan koordinasi sebaik mungkin dengan setiap instansi pelaksana penanggulangan bencana dan melakukan upaya pengurangan risiko bencana melalui rumah tahan gempa. Disarankan kepada BPBD agar lebih aktif mensosialisasikan tentang kebencanaan kepada masyarakat, melakukan pembinaan sebanyak satu bulan sekali, meningkatkan koordinasi dengan instansi-intsansi terkait penanggulangan bencana serta lebih berhati-hati dalam mengkalkulasikan jumlah dana bantuan dengan jumlah kerugian yang diterima agar dapat disalurkan dengan lebih baik.