Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Jurnal Pendidikan Dasar dan Sosial Humaniora

TINJAUAN MENGENAI AKIBAT HUKUM PERCERAIAN KATOLIK DI PENGADILAN NEGERI DALAM PRESFEKTIF HUKUM KANONIK Bakdo Lasito Aji; Putri Maha Dewi; Febri Atikawati Wiseno Putri
Jurnal Pendidikan Dasar dan Sosial Humaniora Vol. 2 No. 8: Juni 2023
Publisher : Bajang Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perceraian merupakan penghapusan ikatan perkawinan antara suami dan istri, sehingga mereka tidak dapat hidup bersama lagi seperti saat adanya perkawinan dan harus saling berpisah satu sama lain untuk melanjutkan kehidupannya masing-masing. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 38 dikatakan bahwa perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian dan atas keputusan pengadilan. Hal ini menunjukan apaila perceraian hidup dilakukan maka harus atas keputusan Pengadilan, agar perceraian tersebut berkekuatan hukum. Perceraian bukan hanya memiliki hubungan dengan negara saja melainkan Agama juga berperan dalam perceraian atau pemutusan ikatan perkawinan. Pada penelitian ini penulis menggunakan pendekatan penelitian hukum normatif Adapun penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doctrinal. Pada penelitian ini hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books).Berdasarkan hasil penelitian ini dipahami bahwa perceraianan di atur oleh Hukum Positif seperti yang tertuang Bab VII Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Selain hukum positif yang berlaku di Indonesia terdapat pula hukum agama yang mengatur mengenai percerain, salah satunya Hukum Kanonik dalam agama Katolik yang mengatur aturan mengenai perceraian atau pemutusan ikatan. Adanya dua sumber hukum antara sumber hukum positif dan sumber hukum agama, yaitu Hukum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Hukum Kanonik menimbulkan implikasi iuridis dari dua sistem hukum yang berbeda yang mana Hukum Positif memperbohkan adanya suatu perceraian sedangkan Hukum Kanonik dengan tegas menolak adanya suatu perceraian. Hal ini menjadiakan menjadikan pasangan suami istri Katolik yang sudah resmi bercerai di Pengadilan Negeri tidak bisa melangsungkan pernikahan baru secara resmi dalam Gereja Katolik karena perkawinan yang putus cerai di Pengadilan Negeri status perkawinan masih dianggap sah dan tak terceraikan di Gereja Katolik. hal ini menjadikan kedua pasangan suami istrii Katolik itu masih memiliki kedudukan sebagai suami istri dalam Gereja Katolik. Kedudukan sebagai pasangan suami istri yang masih melekat pada pasangan Katolik yang bercerai secara sipil lewat Pengadilan Negeri menjadikan pasanagan suami isteri Katolik tersebut tidak dapat melakukan perkawinan lagi dalam Gereja Katolik karena perkawinan sebelumnya masih dianggap sah daan belum terceraikan oleh Gereja Katolik.
KAJIAN YURIDIS KEMIRIPAN PEMAKAIAN MEREK DAGANG PRODUK KECANTIKAN DALAM PERSPEKTIF HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 161K/Pdt.Sus-HKI/2023) Yuliana Saputri; Putri Maha Dewi; Novita Alfiani
Jurnal Pendidikan Dasar dan Sosial Humaniora Vol. 2 No. 9: Juli 2023
Publisher : Bajang Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Persoalan merek di bidang perdagangan ini menjadi perosalan yang banyak ditemukan. Setiap tahun dengan kasus yang sama yaitu karena adanya persamaan pokokny atau keseluruhan dengan merek pihak lain yang sudah lebih dulu terdaftar untuk barang/jasa yang sejenis. Tujuan untuk mengetahui dan menganalisis putusan dan pertimbangan hakim dalam perkara merek antara MS GLOW (PT. KOSMETIKA GLOBAL INDONESIA) melawan PS GLOW (PT. PSTORE GLOW BERSINAR INDONESIA), dikarenakan sengketa merek, dimana sebelumnya pada Putusan Nomor 2/Pdt.Sus.HKI/Merek/2022/PN.Niaga Mdn memutusakn bahwa mengabulkan sebagian gugatan MS GLOW dan menyatakan bahwa MS GLOW pemilik satu-satunya dan pendaftar pertama (first to use) tetapi dalam Putusan Nomor 2/Pdt.Sus.HKI/Merek/2022/PN.Niaga Sby memutuskan bahwa mengabulkan sebagian gugatan PS GLOW, menyatakan PS GLOW memiliki hak eksklusif atas penggunaan mereknya, dan menyatakan bahwa MS GLOW mempunyai kesamaan atas PS GLOW padahal MS GLOW lebih dulu menggunakan merek dagangnya. Oleh karena itu dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 161 K/Pdt.Sus-HKI/2023 MS GLOW mengajukan kasasi atas ketidakterimaan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya tersebut. Hasil penelitian menyatakan bahwa Mahkamah Agung dalam putusan Nomor 161 K/Pdt.Sus-HKI/2023 menyatakan permohonan kasasi yang disampaikan PS GLOW tidak cukup alasan untuk dikabulkan