Purwantyastuti Purwantyastuti
Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran UI

Published : 8 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional (National Public Health Journal)

Potensi Asam Amino pada Tempe untuk Memperbaiki Profil Lipid dan Diabetes Mellitus Utari, Diah M.; Rimbawan, Rimbawan; Riyadi, Hadi; Muhilal, Muhilal; Purwantyastuti, Purwantyastuti
Kesmas Vol. 5, No. 4
Publisher : UI Scholars Hub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Prevalensi penyakit degeneratif dari tahun ke tahun meningkat akibat perubahan gaya hidup, khususnya perubahan pola makan. Walaupun tempe sebagai makanan tradisional Indonesia yang banyak dikonsumsi masyarakat karena mudah diperoleh dan harga terjangkau, tidak banyak yang mengetahui manfaat tempe bagi kesehatan. Tempe lama dikenal sebagai sumber protein yang dikonsumsi oleh kalangan masyarakat berpenghasilan rendah. Kajian lebih mendalam mengenai kandungan gizi dan manfaat tempe dan bagi kesehatan, khusus sebagai pencegah penyakit degeneratif perlu dilakukan. Proses fermentasi kedelai menjadi tempe mengakibatkan perubahan zat gizi dan non gizi yang mengakibatkan manfaat tempe jauh lebih baik dibandingkan kedelai. Protein tempe lebih mudah di cerna tubuh, sedangkan asam amino arginin yang meningkat hampir dua kali lipat pada tempe, sangat tinggi manfaatnya bagi kesehatan terutama dalam memperbaiki profil lipid dan diabetes mellitus. Mempertimbangkan hal tersebut tempe dapat dipertimbangkan sebagai pangan fungsional yang bermanfaat bagi kesehatan. Degenerative diseases prevalence had been arining over years. One of the causes is the life style changes including eating pattern. Tempeh, an Indonesian soybean traditionally fermented food, was known and consumed by almost all Indonesian people. However, only a few know the health benefit of tempeh. Tempeh was also well known and cheap protein source food affordable for the poor. Hence, there is a need to explore the nutritious content of tempeh and health benefit of it deeper such as in preventing degenerative diseases. Fermentation process of soybean to become tempeh had improved nutrient and non-nutrient contents that make tempeh better than soybean. Tempeh protein is more digestible than soybean and the arginine content increases twice, that could improve lipid profile and diabetes mellitus. Tempeh could be considered as functional food having health benefit.
Prevalensi dan Determinan Sindrom Metabolik pada Kelompok Eksekutif di Jakarta dan Sekitarnya Kamso, Sudijanto; Purwantyastuti, Purwantyastuti; Lubis, Dharmayati Utoyo; Juwita, Ratna; Robbi, Yull Kurnia; Besral, Besral
Kesmas Vol. 6, No. 2
Publisher : UI Scholars Hub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Data tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan sindrom metabolik pada kelompok eksekutif di Indonesia yang diperlukan untuk upaya pencegahan penyakit kardiovaskular sangat terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan determinan sindrom metabolik pada kelompok eksekutif. Penelitian dilakukan di Jakarta dan sekitarnya dengan menggunakan rancangan cross sectional. Jumlah responden yaitu 220 orang eksekutif laki-laki dan 68 orang eksekutif wanita. Pengumpulan data dilakukan dengan pengukuran antropometri, analisis biokimia darah, analisis asupan makanan, pengukuran angka stres, dan pengukuran indeks aktivitas. Analisis regresi logistik ganda dilakukan untuk mengetahui hubungan beberapa independen variabel dengan dependen variabel. Analisis ini menghasilkan indeks massa tubuh (overweight, odds ratio (OR) = 5,54; obesitas, OR = 7,44) dan rasio total kolesterol/high density lipoprotein (HDL)-kolesterol (OR = 8,83) sebagai determinan sindrom metabolik pada kelompok eksekutif. Penelitian ini menunjukkan bahwa pemeriksaan profil lipid dan pengukuran antropometri sederhana yang teratur pada kelompok eksekutif penting dilakukan untuk mendeteksi risiko sindrom metabolik. Available datas on metabolic syndrome among Indonesian executives are limited, despite the fact of the importance of these data for cardiovaskular prevention. The objective of this study was to assess prevalence of metabolic syndrome and its associations between anthropometric measures, lipid profiles, blood pressure, nutrient intakes, and life style in executive group. A cross sectional study was undertaken in some factories in Jakarta, using multistage random sampling. The respondents were 287 executives, 219 male and 68 female. Data were collected through anthropometric measurements, biochemical blood analysis, nutrient intake, stress score, and activity index assessment. Multiple logistic regression analysis used to assess associations between independent variables and metabolic syndrome. This study showed that body mass index (overweight, odds ratio (OR) = 5,54; obesity, OR = 7,44) and ratio serum total cholesterol to high density lipoprotein (HDL)-cholesterol (OR = 8,83) were potential determinants of metabolic syndrome. This study shows the importance of routine check of lipid profile, blood pressure, and simple anthropometric assessment to detect the risk of metabolic syndrome in the elderly.
Level of Exposure of Childhood Tuberculosis with Adult Pulmonary Tuberculosis Household Contacts Asyary, Al; Eryando, Tris; Purwantyastuti, Purwantyastuti; Junadi, Purnawan; Clark, Carol; Teijlingen, Edwin van
Kesmas Vol. 12, No. 1
Publisher : UI Scholars Hub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tuberkulosis paru (TB) pada anak kian menjadi masalah kesehatan global yang masih terlupakan seiring dengan peningkatan proporsi TB di Indonesia. Penularan penyakit ini di populasi umum seringkali berdampak pada anak, terlebih ketika kontak TB terjadi di rumah tangga. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh faktor protektif sehingga anak tetap sehat meskipun memiliki kontak dengan penderita TB dewasa serumah. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kasus kontrol pada 132 responden anak yang berasal dari delapan rumah sakit rujukan dan beberapa puskesmas di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian dilakukan dalam periode Januari hingga Desember 2014 yang hasilnya dianalisis dengan uji bivariat (kai kuadrat) dan multivariat (regresi logistik ganda). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rumah yang memenuhi syarat kesehatan, yakni ruang tidur yang sehat, serta paparan yang jarang diterima dari penderita TB dewasa mampu memproteksi anak agar tetap sehat meskipun tinggal serumah dengan penderita dewasa penyakit ini. Penelitian ini menyimpulkan bahwa lama tinggal bersama bukanlah faktor risiko penyakit TB pada anak.Hal ini karena meskipun lama tinggal bersama antara penderita TB dewasa dengan anak, namun apabila memiliki paparan yang jarang, hal ini pun tidak signifikan menjadikan anak untuk terkena TB. Pulmonary tuberculosis (TB) in children is a neglected global health problem, with an increasing proportion of TB cases in Indonesia. Children with TB are most often impacted by TB transmission in the population at large, especially adult TB that exists in the child’s household. This study aimed to find protective factors that can keep children healthy despite household adult TB contacts. This study reports on 132 respondents with a case-control study conducted at nine referred hospitals and several health centers based on medical records at Special Region of Yogyakarta Province. The study lasted from January to December 2014, while the data analysis was used by both of bivariate (chi-square) and multivariate (multiple logistic regression) analysis. The study found that healthy houses, especially those with healthy bedrooms and fewer exposures to adult TB sufferer, influenced by confounder variables, protected children from TB even though they were exposed to adult TB in their environment. Longer periods of living together is not a risk factor for children to contract TB when living with adult TB patients at home. However, this risk increases with frequent exposure among children to adult TB patients at home.