Penelitian ini mengkaji perlindungan hak asasi manusia dalam proses peradilan pidana terhadap orang dengan gangguan jiwa. Meskipun berbagai peraturan hukum di Indonesia, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, dan prinsip-prinsip HAM internasional telah mengatur hak individu dengan gangguan jiwa, penerapannya di lapangan masih belum optimal. Dalam praktiknya, individu dengan gangguan jiwa yang tersangkut kasus pidana sering mengalami pengabaian hak, seperti tidak mendapatkan pemeriksaan psikologis yang layak, tidak didampingi oleh ahli kesehatan mental, hingga perlakuan diskriminatif selama proses penyidikan, penahanan, dan persidangan. Dengan pendekatan kualitatif melalui studi literatur dan analisis kasus, penelitian ini menemukan bahwa stigma sosial terhadap gangguan jiwa turut memengaruhi penegakan hukum, dan berpotensi menyebabkan pelanggaran hak asasi manusia. Temuan ini menegaskan pentingnya integrasi antara pendekatan psikologis, hukum progresif, dan prinsip HAM dalam sistem peradilan pidana Indonesia. Penelitian ini merekomendasikan adanya reformasi hukum berbasis keadilan inklusif, pelatihan khusus bagi aparat penegak hukum dalam menangani pelaku dengan gangguan jiwa, serta penguatan akses terhadap layanan kesehatan jiwa yang layak. Tujuannya adalah agar proses peradilan tidak hanya menekankan aspek legalistik, tetapi juga menjunjung tinggi martabat dan kondisi psikologis pelaku.