Pegagan merupakan herba tanpa batang, berumur panjang mempunyai akar rimpang (rhizoma) yang pendek serta geragih yang panjang dan merayap. Tangkai daun berbentuk seperti pelepah, agak panjang, berukuran 5 - 15 cm tergantung dari kesuburan tempat tumbuhnya. Sepanjang tangkai daun beralur dan dipangkalnya terdapat daun sisik yang sangat pendek, licin, tidak berbulu, berpadu dengan pangkal tangkai daun. Daun berwarna hijau, terdiri dari 2-10 helaian daun, tersusun dalam suatu rozet akar, bangun ginjal atau berbentuk kipas dengan tepi bergigi atau beringgit, permukaan dan punggungnya licin, tulang daun berpusat dipangkal dan tersebar ke ujung, serta memiliki diameter 1-7 cm. Tangkai bunga pegagan sangat pendek, keluar dari ketiak daun dan jumlah tangkai bunga antara 1-5. Bentuk bunga bundar lonjong, cekung dan runcing keujung dengan ukuran sangat kecil berwarna agak kemerahan (Winarto dan Surbakti, 2003). Tumbuhan Pegagan yang lebih dikenal masyarakat suku Mee dengan sebutan “Apapotu” fungsinya sebagai Tumbuhan obat bagi masyarakat suku Mee di Kabupaten Distrik Tigi Timur, Kabupaten Deiyai. Ada 3 metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode observasi, metode wawancara dan dokumen (dokumentasi). Metode analisis data dilakukan dengan cara mendeskripsikan data yang terkumpul baik melalui observasi, wawancara maupun dokumentasi dan disajikan dalam bentuk tabel dan gambar sesuai dengan karakter morfologi Pegagan yang ditemukan dilokasi penelitian Identifikasi Tumbuhan Pegagan (Centella asiatica L.) Sebagai Tumbuhan Obat Bagi Masyarakat Suku Mee Di Distrik Tigi Timur, Kabupaten Deiyai Ada perbedaan bentuk tepi daun antara daun tumbuhan Pegagan dibeberapa tempat di Indonesia, dimana tepi daun Pegagan di Distrik Tigi, Kabupaten Deiyai tidak bergerigi tetapi bergelombang, masyarakat menggunakan sebagai obat bisul.