Artikel ini bertujuan untuk menganalisis adanya kekeliruan hakim yang tidak cermat dalam membuktikan unsur Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta untuk menganalisis adanya kekeliruan hakim yang tidak mengimplementasikan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum. Penelitian bersifat yuridis normatif dengan pendekatan studi kasus. Data diperoleh dari penelitian kepustakaan. Hasil analisis putusan menunjukkan hakim tidak mencermati dengan jelas unsur-unsur tindak pidana dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dan putusan Mahkamah Agung tidak sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum. Diharapkan kepada aparat penegak hukum untuk dapat memasukkan kondisi perempuan korban kekerasan seksual sebagai salah satu alasan yang meringankan dalam hal korban menjadi tersangka tindak pidana yang berkaitan langsung dengan kekerasan seksual.