Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search
Journal : Al-Zayn: Jurnal Ilmu Sosial

Legalitas Akta Jual Beli (AJB) sebagai Bukti Peralihan Hak Atas Tanah dalam Perspektif Kepastian dan Perlindungan Hukum Mohammad Ryar Mirzad Aroffa; Sri Wahyu Handayani
Al-Zayn: Jurnal Ilmu Sosial, Hukum & Politik Vol 3 No 5 (2025): 2025
Publisher : Yayasan pendidikan dzurriyatul Quran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61104/alz.v3i5.2327

Abstract

Akta Jual Beli (AJB) merupakan instrumen hukum yang memiliki peran sentral dalam proses peralihan hak atas tanah dan menjadi wujud nyata dari asas kepastian hukum dalam sistem pertanahan Indonesia. Sebagai akta otentik yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), AJB berfungsi sebagai bukti sah atas terjadinya perbuatan hukum jual beli sekaligus dasar pendaftaran hak di kantor pertanahan. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan, doktrin hukum, dan studi literatur yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa legalitas AJB ditentukan oleh terpenuhinya syarat formil dan materiil, yakni dibuat oleh PPAT yang berwenang, dihadiri para pihak yang cakap hukum, serta memiliki objek dan harga yang jelas. AJB memiliki kekuatan pembuktian sempurna selama tidak dibuktikan sebaliknya, sehingga memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi pembeli yang beritikad baik. Namun, keabsahan AJB dapat terpengaruh oleh kelalaian dalam verifikasi data, kesalahan administratif, atau penyalahgunaan kewenangan PPAT. Oleh karena itu, peningkatan profesionalitas PPAT, pengawasan pemerintah, serta penguatan sistem pendaftaran tanah berbasis digital diperlukan untuk menjamin efektivitas AJB sebagai alat bukti hukum yang sah dan melindungi hak kepemilikan tanah secara berkeadilan.
Kepastian dan Keadilann Hak Atas Tanah di Indonesia Analisis Komprehensif Hak Atas Tanah di Indonesia: Dasar Hukum, Karakteristik, dan Tantangan Kontemporer Kukuh Kurniawan; Sri Wahyu Handayani
Al-Zayn: Jurnal Ilmu Sosial, Hukum & Politik Vol 3 No 5 (2025): 2025
Publisher : Yayasan pendidikan dzurriyatul Quran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61104/alz.v3i5.2328

Abstract

Tanah tidak hanya berfungsi sebagai aset ekonomi, tetapi juga memiliki makna sosial, budaya, dan politik yang mendalam dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan analisis komprehensif terhadap sistem hukum pertanahan nasional, dengan fokus pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA 1960) sebagai fondasi utama yang mengakhiri dualisme hukum kolonial dan membentuk kerangka hukum agraria yang tunggal dan berkeadilan. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif yang menelaah peraturan perundang-undangan, doktrin hukum, serta isu-isu kontemporer dalam praktik pertanahan di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep Hak Menguasai dari Negara (HMN) menjadi dasar bagi hierarki hak atas tanah, mulai dari Hak Milik hingga Hak Pakai, dengan prinsip fungsi sosial sebagai pengendali utama. Namun, implementasi sistem ini menghadapi tantangan serius, seperti pengakuan hak ulayat masyarakat adat, tumpang tindih sertifikat, serta maraknya mafia tanah akibat lemahnya sistem digitalisasi pertanahan. Temuan ini menegaskan pentingnya reformasi sistem administrasi pertanahan dan penguatan perlindungan hukum untuk mewujudkan keadilan dan kepastian hukum yang berkelanjutan
Kedudukan Pendaftaran Tanah dalam Menjamin Kepastian dan Perlindungan Hak Penguasaan Atas Tanah Raihana Manila Azzahra; Sri Wahyu Handayani
Al-Zayn: Jurnal Ilmu Sosial, Hukum & Politik Vol 3 No 5 (2025): 2025
Publisher : Yayasan pendidikan dzurriyatul Quran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61104/alz.v3i5.2332

Abstract

Pendaftaran tanah merupakan salah satu instrumen hukum yang memiliki peranan fundamental dalam mewujudkan kepastian hukum dan perlindungan hak penguasaan atas tanah di Indonesia. Berdasarkan Pasal 19 UUPA dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, setiap bidang tanah wajib didaftarkan agar memperoleh bukti otentik berupa sertifikat hak atas tanah. Sertifikat tersebut menjadi alat bukti kuat kepemilikan, sekaligus sarana perlindungan terhadap berbagai klaim dan sengketa. Namun, dalam praktiknya, masih sering ditemukan permasalahan, antara lain tumpang tindih sertifikat, penguasaan tanah tanpa dasar hukum, serta lemahnya pengawasan administrasi. Tulisan ini mengkaji secara normatif kedudukan pendaftaran tanah sebagai sarana kepastian hukum, bentuk perlindungan hak penguasaan tanah, serta kendala implementasinya. Kajian ini menunjukkan bahwa pendaftaran tanah memiliki posisi strategis dalam sistem hukum agraria, tetapi masih memerlukan penguatan kelembagaan, modernisasi sistem administrasi, serta peningkatan kesadaran masyarakat
Efektifitas Pengelolaan Tanah Absentee Pada Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap Deni Widiyanto; Sri Wahyu Handayani
Al-Zayn: Jurnal Ilmu Sosial, Hukum & Politik Vol 3 No 5 (2025): 2025
Publisher : Yayasan pendidikan dzurriyatul Quran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61104/alz.v3i5.2338

Abstract

Permasalahan kepemilikan tanah absentee atau tanah guntai di Indonesia menjadi isu penting dalam hukum agraria karena berkaitan dengan ketimpangan struktur penguasaan tanah dan keadilan sosial. Tanah absentee merupakan tanah pertanian yang dimiliki seseorang namun berada di luar kecamatan domisili pemiliknya, yang dilarang berdasarkan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA) serta Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 dan Nomor 41 Tahun 1964. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaturan hukum tanah absentee dan keterkaitannya dengan pelaksanaan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu dengan menelaah peraturan perundang-undangan yang berlaku dan menganalisis implementasinya dalam praktik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PTSL berperan strategis dalam mengidentifikasi dan menertibkan tanah absentee melalui inventarisasi data fisik dan yuridis tanah oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Tanah absentee termasuk dalam kategori Kluster 3 (K3) dalam PTSL, yaitu bidang tanah yang belum dapat diterbitkan sertipikat karena subjek atau objeknya belum memenuhi persyaratan hukum.
Pengaruh Sertifikasi Tanah Massal terhadap Kepastian Hukum dan Pengurangan Sengketa Agraria Nur Aziah Eka Putri; Sri Wahyu Handayani
Al-Zayn: Jurnal Ilmu Sosial, Hukum & Politik Vol 3 No 5 (2025): 2025
Publisher : Yayasan pendidikan dzurriyatul Quran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61104/alz.v3i5.2341

Abstract

Program Sertifikasi Tanah Massal (PTSL) di Indonesia merupakan inisiatif strategis pemerintah untuk menjamin kepastian hukum kepemilikan tanah sekaligus mencegah dan menyelesaikan sengketa agraria yang banyak terjadi di masyarakat.    Kepastian hukum atas kepemilikan tanah adalah fondasi krusial bagi pembangunan berkelanjutan, namun di Indonesia, hanya sekitar 45% dari 126 juta bidang tanah yang terdaftar resmi, menciptakan potensi sengketa dan konflik sosial. Penelitian ini menganalisis pengaruh program Sertifikasi Tanah Massal (PTSL) terhadap kepastian hukum dan pengurangan sengketa agraria. Menggunakan metode Hukum Normatif (Doktrinal) dengan pendekatan Perundang-undangan, penelitian ini mengkaji peraturan relevan dan data sekunder dari berbagai sumber. Temuan menunjukkan bahwa meskipun PTSL berhasil meningkatkan kuantitas sertifikasi, implementasinya masih menghadapi kendala signifikan seperti ketidakakuratan data, birokrasi rumit, dan kurangnya partisipasi aktif masyarakat. PTSL belum sepenuhnya memberikan keadilan substantif, terutama bagi masyarakat rentan, dan justru dapat memicu konflik baru jika tidak dilakukan dengan hati-hati. Akibatnya, pencapaian penyelesaian sengketa agraria dengan cara yang cepat, murah, dan adil belum optimal. Selain itu, masih terdapat ketimpangan gender dalam kepemilikan sertifikat serta kurangnya pengakuan terhadap sistem kepemilikan masyarakat hukum adat