Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Jurnal Hukum Magnum Opus

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERSANGKA DALAM BATAS WAKTU PENYIDIKAN TINDAK PIDANA UMUM MENURUT HAK ASASI MANUSIA Suswantoro, Suswantoro; Suhartono, Slamet; Sugianto, Fajar
Jurnal Hukum Magnum Opus Vol 1 No 1 (2018): Agustus 2018
Publisher : Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (333.79 KB) | DOI: 10.30996/jhmo.v0i0.1768

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kedudukan hukum tersangka dalam proses penyidikan dan perlindungan hukum tersangka dalam batas waktu penyidikan tindak pidana umum menurut hak asasi manusia. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa KUHAP telah menjabarkan ketentuan-ketentuan yang menjadi hak tersangka dan upaya perlindungan hukum bagi tersangka menurut Hak Asasi manusia. Namun kewenangan yang diberikan KUHAP terhadap penyidik memberi keleluasaan kewenangan kepada Penyidik, dengan alasan bahwa tindakan yang dilakukan tersebut merupakan tindakan keharusan dan masih selaras dengan wewenang sebagaimana diatur dalam rumusan-rumusan sebelumnya. Interprestasi kewenangan sepenuhnya ada di penyidik. Dan dalam proses penyidikan tidak terdapat ketentuan yang mengatur mengenai batas waktu maksimal penetapan status tersangka mulai dari penyidikan sampai pelimpahan perkara kepersidangan, sehingga status tersangka tergantung pada proses penyidikan. Keleluasaan kewenangan penyidik dan tidak adanya batas waktu tercermin dalam Peluang untuk terjadinya penggunaan wewenang yang berlebihan itu misalnya terlihat pada rumusan Pasal 5 ayat (1) huruf a butir 4 KUHAP yang menyatakan penyidik dapat “mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab”. Ketentuan ini menyebabkan ketidakpastian hukum yang dijamin dalam Pasal 28D dan 28G Undang-Undang Dasar 1945 mengenai Hak Asasi Manusia dengan status tersangka pidana umum.Kata kunci: ketidakpastian hukum, jangka waktu, status tersangka
INSTITUTIONALIZING THE CONSTITUTIONAL QUESTION AUTHORITY IN THE CONSTITUTIONAL COURT AND POSSIBILITY INSTITUTIONALIZING IN SUPREME COURT Manurung, Saut Parulian; Suhartono, Slamet; Nasution, Krisnadi
Jurnal Hukum Magnum Opus Vol 4 No 1 (2021): Februari 2021
Publisher : Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30996/jhmo.v4i1.4318

Abstract

AbstractThis article aims to analyze and discuss the institutionalization of the idea of a constitutional question at the Constitutional Court, and the possibility of its institutionalization at the Supreme Court. The method used is a statutory approach, a conceptual approach, and a comparative approach. This article takes the position of "agreeing" if the idea becomes the authority of the Constitutional Court. However, from a different perspective, this article also discusses the possibility of its institutionalization through the Supreme Court. Institutionalization of the constitutional question at the Constitutional Court can at least be carried out in three ways, namely, by amending the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, revising the Law on the Constitutional Court, and through Jurisprudence. On the other side, as a role model for practice and the regulation of a constitutional question mechanism, the Austrian and German states were taken as an example. While institutionalizing the idea at the Supreme Court, theoretically, this is very prospective when referring to comparative studies with the United States, because the US Supreme Court currently has the authority to examine the constitutionality of laws. The goal, if institutionalized in the Supreme Court, is for the Supreme Court to take part in realizing law and constitutional enforcement.Keyword: Constitutional Court; constitutional question; Supreme CourtAbstrakArtikel ini bertujuan untuk menganalisis dan membahas pelembagaan gagasan persoalan konstitusional di Mahkamah Konstitusi, dan kemungkinan pelembagaannya di Mahkamah Agung. Metode yang digunakan adalah pendekatan statutori, pendekatan konseptual, dan pendekatan komparatif. Pasal ini mengambil posisi “menyetujui” jika gagasan tersebut menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi. Namun, dari sudut pandang yang berbeda, artikel ini juga membahas kemungkinan pelembagaannya melalui Mahkamah Agung. Pelembagaan soal konstitusional di Mahkamah Konstitusi setidaknya dapat dilakukan dengan tiga cara, yakni dengan amandemen UUD 1945, revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, dan melalui yurisprudensi. Di sisi lain, sebagai panutan bagi praktik dan regulasi mekanisme persoalan konstitusional, negara Austria dan Jerman dijadikan contoh. Sementara melembagakan gagasan di MA, secara teoritis hal ini sangat prospektif jika mengacu pada studi banding dengan Amerika Serikat, karena MA saat ini memiliki kewenangan untuk memeriksa konstitusionalitas undang-undang. Tujuannya, jika dilembagakan di Mahkamah Agung, agar Mahkamah Agung turut serta mewujudkan penegakan hukum dan konstitusi.Kata Kunci: Mahkamah Agung; Mahkamah Konstitusi; pertanyaan konstitusi