WHO memperkirakan lebih dari 7,1 juta cedera luka bakar pada tahun 2004 dan menyumbangkan angka kejadian 110/100.000/tahun. Penyebab tersering adalah api (55,1 %) dan terbanyak adalah luka bakar derajat II (76,9%). Ekstrak jahe telah diidentifikasi memiliki berbagai efek farmakologis, salah satunya adalah antiinflamasi, sehingga penggunaan ekstrak jahe pada luka bakar diharapkan dapat menurunkan proses inflamasi pada luka bakar. Tujuan penelitian ini untuk menguji ekstrak jahe terhadap penurunan tanda inflamasi eritema. Desain penelitian ini adalah eksperimental murni, dengan sampel terdiri dari 18 ekor tikus Wistar. Sampel dipilih dengan simple random sampling dan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok kontrol dengan menggunakan silver sulfadiazine (n = 9), dan kelompok perlakuan dengan ekstrak jahe (n = 9). Pengamatan dilakukan setiap 24 jam sekali selama 3 hari, dan data yang diperoleh dianalisis dengan T-test. Variabel yang diukur pada penelitian ini adalah penurunan tanda inflamasi eritema. Hasil yang didapat pada penelitian ini adalah ekstrak jahe dapat menurunkan tanda inflamasi eritema pada hari ke-2 (p = 0,001) dan ke-3 (p = 0,006). Namun, ekstrak jahe tidak efektif menurunkan tanda inflamasi eritema dibandingkan dengan penggunaan silver sulfadiazin, dibuktikan dengan hasil nilai signifikansi uji t tidak berpasangan yaitu p = 0,005 pada hari ke-1, kemudian pada hari ke-2 dengan nilai p = 0,271, dan pada hari ke-3 yaitu p = 0,885. Dapat disimpulkan bahwa ekstrak jahe terbukti mampu menurunkan tanda inflamasi eritema pada tikus putih galur Wistar dengan luka bakar derajat II, namun, tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan menggunakan silver sulfadiazine. Kata kunci: Ekstrak jahe, Eritema, Luka bakar derajat II.