Menjalani kehidupan sebagai narapidana merupakan bentuk kehidupan tanpa pilihan. Berbagai pembatasan yang mengatur setiap perilaku dan Tindakan membentuk pola interaksi tertentu. Kehidupan dalam penjara menuntut kestabilan psikologis agar individu mampu bertahan. Interaksi yang terjadi kerap kali dibayangi prasangka dan kecemasan. Kemampuan untuk bertahan hidup dalam lingkungan penjara sangat ditentukan oleh cara mereka memaknai dan mengelola interaksi tersebut. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk dan proses penyesuaian diri narapidana dengan lingkungan social mereka. Dengan menggunakan pendekatan fenomenologi, peneliti melakukan wawancara mendalam dengan narapidana di Jawa. Hasilnya interaksi di dalam lingkungan lembaga pemasyarakatan menciptakan solidaritas yang terlihat dari empati, perlindungan sesama mereka. Patahan dalam dinamika kelompok terjadi karena prasangka, kecemburuan, dominasi, ketertutupan dan friksi yang semula memang telah ada. Penelitian ini menekankan bahwa kohesivitas dinamika komunikasi kelompok para napi di lapas bersifat ambivalen. Pada satu sisi, kohesvitas ini menjadi dan menjaga penyangga kondisi mental psikologis, sedangkan di sisi lain berpotensi terjadinya friksi dan perpecahan.