Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : SAMAWA : Jurnal Hukum Keluarga Islam

AL-WA’IYYAT AL-KHAMS SEBAGAI COUNTER NARRATIVE TERORISME PESANTREN DI NURUL JADID Mohammad Faizin
Samawa Vol 1 No 1 (2021): Januari
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Darul Falah Bondowoso

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53948/samawa.v1i1.2

Abstract

Tulisan ini mendiskusikan tentang konsep panca kesadaran santri yang diterapkan di Pondok Pesantren Nurul Jadid sebagai narasi teologis yang diterapkan di pondok pesantren Nurul Jadid dalam mengajarkan perdamaian, termasuk juga potensi pesantren dalam mengajarkan counter-narrative terorisme dan juga sebagai alternatif solusi dalam upaya menanggulangi penyebaran radikalisme. Secara garis besar, pemikiran radikal yang berbuntut pada tindakan terorisme merupakan ideologi yang salah akan tetapi dianggap benar karena menggunakan dalil-dalil al-Quran untuk melegitimasikannya. Meskipun sebenarnya tak sedikit upaya deradikalisasi terorisme telah banyak dilakukan untuk memberangus aksi tindakan keji ini, penulis mengemukakan konsep pemikiran pendiri pondok pesantren Nurul Jadid sebagai kontra narasi tumbuhnya radikalisme di pesantren maupun sebagai solusi alternatif terhadap masyarakat yang terjangkit pemikiran ini. Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Artinya data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka, melainkan data tersebut berasal dari dokumen pesantren maupun literasi yang berkaitan dengan radikalisme. Hasil yang didapat dari penelitian yang penulis lakukan adalah bahwa metode, praktik dan budaya pesantren melalui narasi teologisnya mengajarkan perdamaian, termasuk dalam mengajarkan counter-narrative terorisme. Salah satunya adalah panca kesadaran (al-Wa’iyyat al-Khams) yang diterapkan di pondok pesantren Nurul Jadid Paiton, Probolinggo. Pemikiran KH. Zaini Mun’im tentang konsep panca kesadaran santri yakni : kesadaran beragama, kesadaran berilmu, kesadaran bermasyarakat, kesadaran berbangsa dan bernegara, kesadaran berorganisasi. Kelima konsep tersebut mudah dipahami dan hal ini pula merupakan kegiatan manusia disetiap harinya.
AKHLAK DAN ETIKA Mohammad Faizin
Samawa Vol 1 No 2 (2021): Juli
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Darul Falah Bondowoso

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53948/samawa.v1i2.21

Abstract

As a scientific discipline, morality with ethics orients its study on human behavior in the perspective of how it should not be. So not a few among Muslims who translate morals with ethics. In fact, the two depart from a different study and from a different source. Morals are developed from standard Islamic sources, namely the Qur'an and Sunnah. While ethics is developed from the thinking of the human brain, namely philosophy, so that one is sacred and the other is profane, one is from heaven and the other is from earth, one is kholiq, while the other is from creatures. This thought feels unfair if moral behavior that is what it should be is based on ugliness, so that it becomes akhlakul qobiha or al akhlakul madmumah. Moreover, if morality is then believed to be an Islamic science, then of course the other Islamic sciences are fiqh, aqidah, and tasawwuf.