Claim Missing Document
Check
Articles

Found 18 Documents
Search
Journal : Jurnal Media Akademik (JMA)

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK TANPA AGUNAN MELALUI PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DI INDONESIA I Made Nata Widagda; Anak Agung Angga Primantari
Jurnal Media Akademik (JMA) Vol. 3 No. 1 (2025): JURNAL MEDIA AKADEMIK Edisi Januari
Publisher : PT. Media Akademik Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62281/v3i1.1580

Abstract

Penelitian ini berjudul "Penyelesaian Wanprestasi dalam Perjanjian Kredit Bank Tanpa Agunan dari Perspektif Hukum Indonesia." Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 1 butir 11 mendefinisikan kredit sebagai penyediaan dana atau klaim yang memiliki nilai serupa, yang diberikan berdasarkan kesepakatan antara bank dan pihak lain, dengan kewajiban bagi peminjam untuk melunasi utang dalam jangka waktu tertentu beserta bunga. Ditinjau dari jaminannya, kredit dapat dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu kredit dengan jaminan dan kredit tanpa jaminan (tanpa agunan). Kehadiran kredit tanpa agunan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap akses dana yang cepat dan mudah. Jenis kredit ini menjadi solusi bagi individu yang ingin mengajukan pinjaman namun tidak memiliki jaminan. Namun, meskipun memberikan kemudahan bagi nasabah, kredit tanpa agunan memiliki risiko tinggi bagi bank, terutama dalam hal kredit macet. Kredit macet tanpa agunan terjadi ketika debitur, baik individu maupun organisasi, gagal memenuhi kewajibannya untuk membayar utang sesuai dengan perjanjian, meskipun tidak memerlukan jaminan. Oleh karena itu, pemberian kredit tanpa agunan harus melalui proses evaluasi yang mendalam untuk menilai karakter, kemampuan finansial, modal, prospek usaha, dan kondisi ekonomi calon debitur.
PERLINDUNGAN HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL BAGI PENCIPTA KONTEN DIGITAL DALAM KONTEKS KOMERSIL Maeverick Zoe Mories Margana; Anak Agung Angga Primantari
Jurnal Media Akademik (JMA) Vol. 3 No. 8 (2025): JURNAL MEDIA AKADEMIK Edisi Agustus
Publisher : PT. Media Akademik Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62281/ajfjcg20

Abstract

Tujuan studi ini mengkaji mengenai perlindungan hukum bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta di era digital. Studi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan suatu perundang-undangan. Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa perlindungan hak cipta terhadap pemegang hak cipta di era digital dilaksanakan sesuai dengan aturan yang ada. Implementasi dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta belum terlihat secara nyata dalam penegakkan hukumnya. Namun, secara teori Undang-Undang ini dapat memberikan sebuah gambaran terkait perlindungan Pemegang Hak Cipta atas karya yang diciptakan. Dalam hal ini, hak eksklusif dari Pencipta dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu, Hak Moral dan Hak Ekonomi. Hak Moral mencakup hak untuk tetap dicantumkan namanya sebagai pencipta dan menjaga integritas karya dari segala bentuk distorsi, mutilasi, atau modifikasi yang merugikan reputasi pencipta. Sementara itu, Hak Ekonomi memberikan wewenang kepada pencipta atau pemegang hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi dari pemanfaatan karya, seperti melalui royalti, lisensi, atau bentuk komersialisasi lainnya.
TINJAUAN YURIDIS PUTUSAN PENGADILAN TENTANG PERCERAIAN KARENA PERBEDAAN AGAMA Ni Made Aoi Yoneyama; Anak Agung Angga Primantari
Jurnal Media Akademik (JMA) Vol. 3 No. 8 (2025): JURNAL MEDIA AKADEMIK Edisi Agustus
Publisher : PT. Media Akademik Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62281/5fjm7v38

Abstract

Perkawinan merupakan ikatan yang sakral karena di dalam ikatan perkawinan tersebut tidak hanya terdapat ikatan lahir batin atau jasmani saja tetapi juga ada ikatan rohani yang berdasarkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Cerai gugat adalah terputusnya ikatan suami istri dimana dalam hal ini sang istri yang melayangkan gugatan cerai kepada sang suami. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengapa perbedaan agama dapat digunakan sebagai alasan dalam cerai gugat di pengadilan agama Badung dan mengetahui pertimbangan majelis hakim dalam perkara di pengadilan agama Badung. Tipe penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini yaitu Penelitian Hukum Empiris yaitu di ambil berdasarkan fakta yang terjadi di lapangan, yang didapatkan melalui penjelasan- penjelasan dari informan dan di pelajari dengan sikap hukum yang nyata atau sesuai dengan kehidupan di masyarakat. Hasil dari penelitian ini yaitu, perbedaan agama digunakan sebagai alasan dalam cerai gugat di pengadilan agama Badung sebenarnya Undang-undang perkawinan dan peraturan pelaksanaannya tidak mengatur tentang perpindahan agama (murtad) sebagai alasan putusnya perkawinan dikarenakan Negara Indonesia menganut prinsip kebebasan beragama. Akan tetapi di dalam KHI dalam Pasal 116 huruf (k) menyatakan salah satu alasan dalam perceraian, yaitu apabila salah satu pihak meninggalkan agama (murtad). 2) Pertimbangan majelis hakim dalam perkara cerai gugat di pengadilan agama badung sudah mempunyai pertimbangan- pertimbangan dan alasan yang kuat untuk di jadikan sebagai landasan dalam mengambil suatu keputusan, seperti dalam putusan perkara Nomor 0166/Pdt.G/2017/PA.Bdg. Maka dapat di simpulkan bahwa Perceraian hanya dikatakan sah setelah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, serta Majelis Hakim dalam mengadili perkara perceraian yang diajukan harus mengetahui jelas fakta yang menyebabkan perpindahan agama.
TINJAUAN YURIDIS ALASAN-ALASAN PEMBATALAN LELANG MELALUI GUGATAN DI PENGADILAN NEGERI Annisa Putri Ayutama; Anak Agung Angga Primantari
Jurnal Media Akademik (JMA) Vol. 3 No. 8 (2025): JURNAL MEDIA AKADEMIK Edisi Agustus
Publisher : PT. Media Akademik Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62281/gj5gp383

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaturan hukum mengenai pelaksanaan lelang di Indonesia, khususnya terkait dengan pembatalan lelang yang diajukan melalui gugatan di Pengadilan Negeri. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan studi kasus. Pendekatan ini dipilih untuk mengidentifikasi secara lebih mendalam dasar hukum pelaksanaan lelang, mekanisme dan prosedur lelang, serta alasan yang paling sering digunakan dalam gugatan pembatalan lelang.Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun terdapat pengaturan hukum yang relatif jelas mengenai tata cara pelaksanaan lelang, dalam praktiknya masih banyak ditemui kendala. Permasalahan tersebut antara lain adanya pelanggaran prosedur formal, penentuan harga limit yang tidak sesuai dengan ketentuan atau kondisi pasar, serta munculnya potensi konflik kepentingan dari pihak-pihak yang terlibat. Kondisi ini mengakibatkan sebagian proses lelang berakhir pada gugatan di Pengadilan Negeri yang menuntut pembatalan lelang. Pembatalan lelang melalui gugatan di Pengadilan Negeri pada dasarnya merupakan instrumen hukum yang tersedia untuk memberikan jaminan kepastian hukum, sekaligus melindungi hak-hak para pihak yang merasa dirugikan. Putusan pengadilan diharapkan dapat memastikan bahwa pelaksanaan lelang tetap berjalan sesuai dengan prinsip keadilan, transparansi, dan akuntabilitas. Namun demikian, mekanisme ini sering memerlukan waktu yang panjang dan biaya yang tidak sedikit sehingga berpotensi menambah beban bagi para pihak
RUANG LINGKUP PENERAPAN ASAS PERSIDANGAN TERBUKA UNTUK UMUM TERHADAP SIARAN PERSIDANGAN PIDANA OLEH MEDIA MASSA Krisna Amdika; Anak Agung Angga Primantari
Jurnal Media Akademik (JMA) Vol. 3 No. 10 (2025): JURNAL MEDIA AKADEMIK Edisi Oktober
Publisher : PT. Media Akademik Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62281/2p6c8v58

Abstract

Pertimbangkan status hukum siaran televisi langsung dan persidangan terbuka untuk umum dalam konteks transparansi peradilan modern. Penelitian ini menyajikan dua isu utama: Pertama, bagaimana media TV diatur saat menayangkan persidangan pengadilan secara langsung? Apa yang terjadi jika penyiaran melanggar hukum dan peraturan yang berlaku? Dokumen ini menjelaskan dan menguraikan peraturan media TV saat menayangkan persidangan pengadilan secara langsung serta konsekuensi hukum jika penyiaran melanggar hukum dan peraturan yang telah ditetapkan. Studi ini bersifat normatif-hukum dengan pendekatan deskriptif-analitis. Pertama, aturan penyiaran tidak secara khusus melarang siaran persidangan langsung jika memenuhi standar penyiaran dan jurnalistik yang berlaku, menurut laporan tersebut. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban, serta aturan dan peraturan terkait mengharuskan siaran langsung untuk menghormati martabat pengadilan dan hak-hak terdakwa, saksi, serta korban secara proporsional. Kedua, media yang mempromosikan persidangan terbuka harus membatasi penyiaran langsung dari proses pidana. Hal ini penting untuk menjaga asumsi tidak bersalah, melindungi privasi pihak terkait, dan mencegah terjadinya persidangan oleh media guna memastikan keadilan serta imparsialitas peradilan.
PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL BAGI PEMBUAT KONTEN DIGITAL UNTUK KEPENTINGAN KOMERSIL Made Selya Indah Pertiwi; Anak Agung Angga Primantari
Jurnal Media Akademik (JMA) Vol. 3 No. 10 (2025): JURNAL MEDIA AKADEMIK Edisi Oktober
Publisher : PT. Media Akademik Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62281/xv55j719

Abstract

Tujuan studi ini adalah untuk menelaah secara komprehensif perlindungan hukum terhadap Pencipta atau Pemegang Hak Cipta di era digital, di mana kemajuan teknologi informasi telah mempermudah penyebaran karya namun juga meningkatkan potensi pelanggaran hak cipta. Studi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach), yang berfokus pada analisis terhadap Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta serta penerapannya dalam praktik hukum di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan hak cipta di era digital pada dasarnya telah diatur melalui ketentuan hukum yang berlaku, namun penegakannya belum berjalan secara optimal. Secara teoretis, undang-undang ini memberikan landasan kuat bagi Pencipta maupun Pemegang Hak Cipta untuk memperoleh perlindungan atas hasil karya mereka, baik dalam bentuk hak moral maupun hak ekonomi. Pelanggaran terhadap hak cipta seseorang dapat dikenai sanksi pidana berupa hukuman penjara dalam jangka waktu tertentu dan/atau denda finansial, apabila terbukti melakukan pelanggaran atas kreativitas dan kepemilikan karya cipta. Oleh karena itu, penguatan regulasi dan penegakan hukum menjadi hal penting dalam menjamin kepastian dan keadilan bagi para pemegang hak cipta di Indonesia.
TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP WANPRESTASI PERJAANJIAN UTANG PIUTANG BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA Claresta Farrenina Embon; Anak Agung Angga Primantari
Jurnal Media Akademik (JMA) Vol. 3 No. 10 (2025): JURNAL MEDIA AKADEMIK Edisi Oktober
Publisher : PT. Media Akademik Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62281/41ay1635

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara komprehensif aturan hukum yang mengatur mengenai wanprestasi dan perjanjian utang-piutang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), serta menjelaskan bentuk dan batas tanggung jawab debitur ketika terjadi pelanggaran terhadap perjanjian. KUHPerdata melalui ketentuan Pasal 1238–1248, 1243, dan 1266–1267 telah memberikan dasar normatif yang mengatur konsekuensi hukum dari wanprestasi. Namun, dalam praktiknya sering timbul perbedaan interpretasi mengenai kapan suatu tindakan dapat dikualifikasikan sebagai cidera janji dan sejauh mana debitur dapat dimintakan ganti rugi oleh kreditur. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual, yang didukung oleh bahan hukum primer berupa KUHPerdata serta bahan hukum sekunder berupa literatur, jurnal, dan pendapat para ahli hukum perdata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kewajiban utama debitur mencakup pemenuhan prestasi, pemberian ganti rugi yang meliputi biaya, kerugian, dan bunga, serta kemungkinan pembatalan perjanjian atas permintaan kreditur. Namun, tanggung jawab tersebut tidak bersifat absolut, karena dapat dikecualikan dalam keadaan memaksa (force majeure), ketiadaan unsur kesalahan, adanya klausul eksonerasi, daluwarsa tuntutan, serta pembatasan yang diatur dalam Pasal 1247–1248 KUHPerdata yang menegaskan bahwa ganti rugi hanya dapat dituntut atas kerugian yang secara wajar dapat diperkirakan sejak saat perjanjian dibuat.
SERTIFIKAT GANDA DALAM SENGKETA TANAH: TINJAUAN HUKUM VALIDITAS SERTIFIKAT HAK MILIK DALAM SISTEM PERTANAHAN NASIONAL Gerald Alvaro Gwaine Purba; Anak Agung Angga Primantari
Jurnal Media Akademik (JMA) Vol. 3 No. 10 (2025): JURNAL MEDIA AKADEMIK Edisi Oktober
Publisher : PT. Media Akademik Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62281/av4z6d71

Abstract

Sengketa pertanahan di Indonesia masih sering muncul, salah satunya akibat terbitnya sertifikat ganda yang menimbulkan ketidakpastian hukum dan merugikan masyarakat. Kondisi ini mencerminkan kelemahan sistem administrasi pertanahan nasional, terutama dalam hal validasi data fisik dan yuridis, serta membuka peluang kesalahan administratif maupun penyalahgunaan wewenang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tinjauan hukum terhadap validitas sertifikat hak milik dalam kasus sertifikat ganda serta mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhinya. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus, didukung studi kepustakaan terhadap regulasi, doktrin, dan putusan pengadilan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa validitas sertifikat hak milik tidak hanya bergantung pada dokumen formal, melainkan juga pada keabsahan alas hak, prosedur penerbitan, serta penguasaan fisik tanah. Dalam penyelesaian sengketa, Kantor Pertanahan berperan melalui klarifikasi, mediasi, dan tindak lanjut putusan pengadilan. Penelitian ini menegaskan pentingnya digitalisasi data, peningkatan integritas aparatur, serta partisipasi masyarakat untuk mencegah terjadinya sertifikat ganda. Implikasinya, diperlukan reformasi administrasi pertanahan yang lebih transparan dan akuntabel guna menjamin kepastian hukum dan mencegah konflik agraria di masa mendatang.
PENGUASAAN HAK MILIK ATAS TANAH OLEH WARGA NEGARA ASING MELALUI NOMINEE BERDASARKAN KUHPERDATA DAN UUPA Putu Kanya Prajna Maharani; Anak Agung Angga Primantari
Jurnal Media Akademik (JMA) Vol. 3 No. 10 (2025): JURNAL MEDIA AKADEMIK Edisi Oktober
Publisher : PT. Media Akademik Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62281/wq5yx917

Abstract

Tujuan kajian ini yakni untuk mengkaji peraturan terkait praktik perjanjian nominee dalam penguasaan hak milik atas tanah Warga Negara Asing di Indonesia berdasarkan ketentuan positif Indonesia. Artikel ini merupakan penelitian hukum normatif untuk mengidentifikasi bagaimana keabsahan hak milik tanah berdasarkan nominee dan menelaah akibat hukum penguasaan hak milik atas tanah oleh Warga Negara Asing. Hasil artikel ini menunjukkan bahwa perjanjian pinjam nama oleh Warga Negara Asing dinyatakan tidak sah karena tidak memenuhi syarat sebab yang halal dan tidak sejalan dengan ketentuan UUPA. Akibat hukum yang timbul dari hal itu, perjanjian dikatakan batal demi hukum. Hak milik tanah kembali menjadi milik negara. Maka, perjanjian nominee hak milik tanah oleh Warga Negara Asing (WNA) tidak memiliki kekuatan hukum dan berimplikasi hilangnya kepemilikan atas tanah tersebut. Praktik nominee dianggap sebagai bentuk penyelundupan hukum (rechtsontduiking) yang berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum dan mengancam prinsip kedaulatan negara atas tanah. Oleh karena itu, perlu adanya pengawasan yang lebih ketat terhadap transaksi tanah yang melibatkan pihak asing, termasuk penguatan peran notaris dan pejabat pertanahan dalam melakukan verifikasi identitas serta asal-usul subjek hukum yang berhak atas tanah. Selain itu, pembentukan regulasi turunan yang secara eksplisit melarang dan memberikan sanksi terhadap praktik nominee di bidang pertanahan menjadi sangat penting untuk mencegah penyalahgunaan hukum. Dengan demikian, penguasaan hak milik atas tanah oleh Warga Negara Asing melalui nominee berdasarkan KUHPerdata dan UUPA tidak memiliki dasar hukum yang sah serta berimplikasi pada hilangnya hak kepemilikan atas tanah tersebut.
PERTANGGUNGJAWABAN PERDATA MALPRAKTIK MEDIS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG TENTANG KESEHATAN Ni Kadek Dwina Cipta Dewi; Anak Agung Angga Primantari
Jurnal Media Akademik (JMA) Vol. 3 No. 10 (2025): JURNAL MEDIA AKADEMIK Edisi Oktober
Publisher : PT. Media Akademik Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62281/am9hgf23

Abstract

Tujuan studi ini adalah untuk mengetahui pengaturan hukum mengenai praktik medis dan perjanjian yang terjadi dalam lingkup Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, serta menganalisis pertanggungjawaban perdata atas malpraktik medis berdasarkan ketentuan dalam undang-undang tersebut. Studi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan internal yang berfokus pada norma-norma hukum sebagai objek utama kajian. Hasil studi menunjukkan bahwa malpraktik medis merupakan bentuk praktik kedokteran yang buruk, yakni ketika tenaga medis melakukan tindakan yang menyimpang dari standar pelayanan kedokteran. Malpraktik dapat berupa kelalaian atau kesalahan dalam penggunaan keterampilan dan ilmu kedokteran untuk mengobati pasien. Pertanggungjawaban perdata timbul apabila terdapat wanprestasi dalam perjanjian terapeutik atau perbuatan melawan hukum yang merugikan pasien. Dalam hal ini, pasien memiliki beban pembuktian terhadap adanya kesalahan dokter dalam memberikan pelayanan medis sesuai dengan prinsip hukum perdata yang berlaku. Selain itu, penelitian ini juga menyoroti pentingnya penerapan prinsip kehati-hatian dan profesionalitas oleh tenaga medis agar terhindar dari risiko tuntutan hukum. Pemerintah diharapkan memperkuat sistem pengawasan dan mekanisme penyelesaian sengketa medis agar perlindungan hukum bagi pasien dan tenaga medis dapat terlaksana secara seimbang. Dengan demikian, regulasi dalam Undang-Undang Kesehatan dapat menjadi dasar hukum yang efektif dalam mewujudkan praktik medis yang aman, etis, dan bertanggung jawab.