Indonesia telah mengesahkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023. Perubahan kebijakan hukum pidana itu menimbulkan perdebatan, khususnya terkait kedudukan pidana mati yang kini diatur sebagai hukuman alternatif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan tersebut dengan menggunakan pendekatan teori sibernetika dari Talcott Parsons. Teori ini memandang masyarakat sebagai sistem sosial yang saling terkait dan bertumpu pada fungsi adaptasi, pencapaian tujuan, integrasi, dan pemeliharaan pola. Penelitian menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan konseptual dan perundang-undangan. Hasil kajian menunjukkan bahwa pengaturan pidana mati sebagai hukuman alternatif mencerminkan upaya adaptasi sistem hukum terhadap nilai-nilai hak asasi manusia dan perkembangan sosial global. Selain itu juga menjaga stabilitas sosial melalui simbolik hukuman yang tegas terhadap kejahatan berat. Kebijakan ini dinilai sebagai bentuk respon sistem hukum terhadap dinamika masyarakat, dengan fungsi integratif yang tetap memperhatikan struktur norma dan moral kolektif. Kesimpulannya, KUHP baru berusaha menyeimbangkan antara kebutuhan penegakan hukum yang efektif dan perlindungan hak hidup sebagai prinsip universal.