Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search
Journal : LISANI : Jurnal Kelisanan Sastra dan Budaya

TRADISI MAPASIKARAWA DALAM PERKAWINAN MASYARAKAT BUGIS DI KECAMATAN WOLO KABUPATEN KOLAKA Arini Safitri; Wa Kuasa Baka; Sitti Hermina
LISANI: Jurnal Kelisanan, Sastra, dan Budaya Vol 1 No 1 (2018): Volume 1 Nomor 1, Januari - Juni 2018
Publisher : Jurusan Tradisi Lisan, Fakultas Ilmu Budaya, Univeritas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/lisani.v1i1.848

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tahapan pelaksanaan, makna simbolik, dan pola pewarisan ilmu tradisi mappasikarawa. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan metode pengumpulan data melalui pengamatan secara langsung, wawancara mendalam dan dokumentasi. Analisis data dilakukan secara deskripsi melalui tiga alur yaitu reduksi data, penyajian data dan menarik kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prosesi tradisi mappasikarawa memiliki dua tahap. Pertama tahap awal yaitu tahap pengantaran mempelai laki-laki ke rumah mempelai perempuan disebut sebagai mappaenre botting urane, tahap ijab kabul, dan tahap pembukaan pintu disebut sebagai pattimpa tange’. Kedua tahap pelaksanaan mappasikarawa yang memiliki makna yaitu mempelai pengantin laki-laki dituntun masuk ke kamar mempelai pengantin wanita untuk kegiatan pembatalan wudhu dengan menyentuh bagian-bagian tubuh mempelai wanita seperti telapak tangan yang berisi, lengan, dada, dahi, berlomba berdiri dan mencium tangan mempelai laki-laki (suami). Dalam pola pewarisan tradisi mappasikarawa yaitu dengan cara belajar, baik dari pihak keluarga maupun masyarakat secara umum.
RITUAL KAFONIISINO SANGIA PADA MASYARAKAT MUNA DESA WAALE-ALE KABUPATEN MUNA Wiwin Widyati; La Niampe; Sitti Hermina
LISANI: Jurnal Kelisanan, Sastra, dan Budaya Vol 1 No 1 (2018): Volume 1 Nomor 1, Januari - Juni 2018
Publisher : Jurusan Tradisi Lisan, Fakultas Ilmu Budaya, Univeritas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/lisani.v1i1.849

Abstract

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana tahapan pelaksanaan ritual kafonisino sangia pada masyarakat Muna, 2) Bagaimana makna simbolik yang terkandung dalam ritual kafonisino sangia pada masyarakat Muna. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif, dengan informan penelitian yang diambil secara sengaja (purposive sampling). Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kafonisino sangia adalah ritual yang dilakukan mengunjungi beberapa tempat yang dianggap keramat dan kuburan leluhur. Penelitian ini menunjukkan bahwa proses pelaksanaan ritual kafonisino sangia pada masyarakat Muna Desa Waale-Ale Kecamatan Tongkuno Selatan Kabupaten Muna, masih melakukan ritual Kafonisino sangia yang terdiri atas tiga tahapan yaitu: a) tahapan persiapan merupakan perencanaan pelaksanaan tradisi Kafonisino Sangia, b) tahap pelaksanaan merupakan pokok dari rangkaian acara tradisi Kafonisino Sangia, c) tahap penutup merupakan kegiatan akhir dari rangkaian pelaksanaan ritual Kafonisino Sangia yang ditandai dengan pembacaan doa di rumah BontonoTa’u dan di di rumah Maampade serta pingitan gendang (kaombono ganda) di rumah Maampade. Makna yang terkandung dalam ritual Kafonisino Sangia bahwa manusia membentuk sebuah proses komunikasi berdasarkan tindakan dengan saling interaksi antara satu sama lain sehingga menimbulkan simbol tanda dari hasil kesepakatan yang sama.
TRADISI TO MA’ BADONG DALAM UPACARA RAMBU SOLO’ PADA SUKU TORAJA Mutiara Patandean; Wa Kuasa Baka; Sitti Hermina
LISANI: Jurnal Kelisanan, Sastra, dan Budaya Vol 1 No 2 (2018): Volume 1 Nomor 2, Juli-Desember 2018
Publisher : Jurusan Tradisi Lisan, Fakultas Ilmu Budaya, Univeritas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/lisani.v1i2.853

Abstract

Bagi suku Toraja, riwayat leluhur mereka harus dijaga dengan menghormati mereka yang sudah meninggal. Kebanyakan orang menganggap bahwa keunikan budaya dari suku Toraja terdapat pada upacara kematian atau prosesi penguburan orang meninggal. Akan tetapi, keunikan budaya tersebut sesungguhnya terletak pada kepercayaan dan praktik-praktik budaya dalam memperlakukan orang meninggal. Masalah yang dibahas dalam penelitian ini yakni proses dan makna yang terkandung dalam nyanyian To Ma’ Badong pada upacara Rambu Solo’ masyarakat Toraja di Desa Pongrakka, Kecamatan Walendrang Timur, Kabupaten Luwu. Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis deskriptif kualitatif dengan informan penelitian yakni kepala desa, tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh pemuda serta masyarakat umum di Desa Pongrakka, yang dipilih dengan sengaja (purposive sampling). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ma’ Badong adalah suatu bentuk tarian dan nyanyian tanpa diiringi alat musik, mendeklamasikan syair-syair pujian mengenai orang yang telah meninggal, ataupun ratapan-ratapan kesediaan pihak yang ditinggal. Makna yang terkandung dalam ritual Ma’ Badong ini di antaranya makna solidaritas dan makna religius. Masyarakat Toraja percaya akan adanya Tuhan sebagai pemberi kehidupan, keselamatan, keberkahan, kebaikan, maupun penderitaan dan kesengsaraan.
TRADISI HERAPO-RAPO PADA ORANG WANCI DESA WAHA KECAMATAN WANGI-WANGI KABUPATEN WAKATOBI Faris Faris Faris; La Ode Dirman; Sitti Hermina
LISANI: Jurnal Kelisanan, Sastra, dan Budaya Vol 3 No 1 (2020): Volume 3 Nomor 1, Januari-Juni 2020
Publisher : Jurusan Tradisi Lisan, Fakultas Ilmu Budaya, Univeritas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/lisani.v3i1.1013

Abstract

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Waha Kecamatan Wangi-wangi Kabupaten Wakatobi dengan tujuan untuk mengetahui proses pelaksanaan dan makna simbolik yang terkandung dalam tradisi Herapo-rapo pada suku Buton di Desa Waham Kecamatan Wangi-Wangi, Kabupaten Wakatobi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik pengamatan (observasi), wawancara mendalam dan studi dokumentasi. Tradisi Herapo-rapo dilakukan pada saat bulan Ramadhan. Proses pelaksanaan tradisi Herapo-rapo memiliki beberapa tahap yaitu (1) tahap persiapan, (2) tahap pelaksanaan, dan (3) tahap perempuan menjual kacang yang sudah disangrai sambil menunggu laki-laki yang singgah membeli kacang tersebut. Makna simbolik dalam tradisi Herapo-rapo ini yaitu makna alat dan bahan tradisi Herapo-rapo tersebut berupa kacang sangrai, meja, kursi, lampu pelita. Secara umum makna tradisi Herapo-rapo yaitu agar cepat mendapatkan jodoh atau pasangan hidup.
RITUAL KAFOLODONO MAESA PADA ETNIK MUNA (STUDI DI DESA ONDOKE KECAMATAN SAWERIGADI KABUPATEN MUNA BARAT) Wa Liagus; Wa Kuasa Baka; Sitti Hermina
LISANI: Jurnal Kelisanan, Sastra, dan Budaya Vol 3 No 2 (2020): Volume 3 Nomor 2, Juli-Desember 2020
Publisher : Jurusan Tradisi Lisan, Fakultas Ilmu Budaya, Univeritas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/lisani.v3i2.1173

Abstract

Ritual kafolodono maesa merupakan ritual yang dilaksanakan oleh etnik Muna khususnya di Desa Ondoke pada saat keseratus hari atau bisa juga dilakukan lebih dari seratus hari pasca kematian yang dilakukan pada malam hari dan diakukan hanya semalam saja. Ritual ini dilakukan karena merupakan tradisi yang diwariskan secara turun-temurun. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan proses pelaksaan dan mengetahui makna ritual kafolodono maesa pada Etnik Muna di Desa Ondoke Kecamatan Sawerigadi Kabupaten Muna Barat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa ritual kafolodono maesa terdiri dari beberapa tahap pelaksanaan yaitu tahap persiapan alat dan bahan; batu, air, kapur, daun pisang, kuas, dua lembar sarung, bantal dan guling. Tahap pelaksanaan yaitu; tahap kakadiuno maesa, tahap kaburakino maesa, tahap kafolodono maesa. Tahap akhir yaitu; tahap kaladuno maesa dan tahap pembacaan doa. Adapun makna kafolodono maesa yaitu agar yang telah meninggal dunia dapat diberikan ketengan dan mendapatkan tempat yang layak disisi Allah SWT.
TRADISI MAPPASAU BOTTING DALAM PERNIKAHAN SUKU BUGIS DI KELURAHAN LAPAI KABUPATEN KOLAKA UTARA Hartina Darwis Darwis; Wa Kuasa Baka; Sitti Hermina
LISANI: Jurnal Kelisanan, Sastra, dan Budaya Vol 3 No 2 (2020): Volume 3 Nomor 2, Juli-Desember 2020
Publisher : Jurusan Tradisi Lisan, Fakultas Ilmu Budaya, Univeritas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/lisani.v3i2.1174

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pelaksanaan tradisi mappasau botting, mendeskripsikan makna simbolik yang terdapat pada tradisi mappassau botting, dan pola pewarisan tradisi mappasau botting. Lokasi penelitian di Kelurahan Lapai Kabupaten Kolaka Utara. Metode penelitian secara deskriptif kualitatif dengan metode pengumpulan data melalui pengamatan secara langsung, wawancara mendalam dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tradisi mappasau botting dalam pernikahan suku Bugis di Kelurahan Lapai Kabupaten Kolaka Utara merupakan tradisi yang pelaksanaannya memiliki tujuan untuk mencegah keringat yang tidak baik di badan calon pengantin sehingga keringat yang dikeluarkan hanya berbau harum. Setiap dan bahan yang digunakan memiliki makna simbolik sebagai bentuk harapan agar calon pengantin menjadi keluarga yang harmonis. Dalam pola pewarisan tradisi mappasau botting yaitu dengan belajar kepada orang tua atau masyarakat yang melakukan praktik mappasau botting.
TRADISI KAFOFINDA NE WITE PADA ETNIK MUNA DESA WALELEI KECAMATAN BARANGKA KABUPATEN MUNA BARAT Munawar Munawar; Wa Kuasa Baka; Sitti Hermina
LISANI: Jurnal Kelisanan, Sastra, dan Budaya Vol 3 No 2 (2020): Volume 3 Nomor 2, Juli-Desember 2020
Publisher : Jurusan Tradisi Lisan, Fakultas Ilmu Budaya, Univeritas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/lisani.v3i2.1175

Abstract

Tradisi kafofinda ne wite adalah suatu upacara yang bertujuan untuk mengatasi hal-hal yang dapat menyulitkan bayi tersebut pada saat melakukan aktivitas. Menginjakkan kaki bayi pertama kali merupakan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas keselamatan bayi sehingga dapat menginjakkan kaki di muka bumi. Kafofinda ne wite merupakan salah satu tradisi leluhur pada etnik Muna yang diwariskan secara turun-temurun dan di dalamnya banyak terkandung nilai-nilai budaya daerah, sehingga sampai sekarang tradisi ini masih dilakukan. Tujuan penelitian ini Untuk mendeskripsikan proses untuk mengetahui makna simbolik dalam tradisi kafofinda ne wite pada etnik Muna di Desa Walelei Kecamatan Barangka Kabupaten Muna Barat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Hasil penelitian tradisi kafofinda ne wite terdiri beberapa tahap pelaksanaan. Tahap Persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap. Makna tradisi kafofinda ne wite yaitu sebagai rasa syukur kepada Allah SWT yang telah mengizinkan seorang anak manusia untuk berpijak di Bumi ini.