Perkembangan luas lahan kritis dicerminkan oleh semakin besarnya jumlah daerah aliran sungai (DAS) dalam kondisi kritis yakni 22 DAS pada tahun 1984 menjadi berturut-turut sebesar 39 dan 62 DAS pada tahun 1992 dan 1998, serta pada tahun 2004 diperkirakan sekitar 282 DAS. Padahal upaya pengendalianlahan kritis telah digaungkan secara intensif sejak tahun 1976 melalui program Inpres (Instruksi Presiden) Reboisasi dan Penghijauan dan mulai tahun 2003 telah didorong melalui Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan/GN-RHL). Kondisi tersebut terjadi karena aspek monitoring dan evaluasi keberhasilan Gerhan/GN-RHL dititikberatkan kepada persen tumbuh, tolok ukur keberhasilan kegiatan tanam-menanam yang hanya pada persen tumbuh terutama pada jenis pohon lambat tumbuh (slow growth), seperti jati adalah sangat riskan untuk dijadikan acuan dalam penilaian yang dikaitkan dengan aspek perlindungan, baik cakupan secara lokal erosi dan sedimentasi maupun cakupan secara luas, suatu daerah aliran sungai. Tulisan ini akan mengkaji keragaan jati yang ditanam oleh masyarakat dalam kegiatanGerhan/GN-RHL pada Sub DAS Samin.