Anak Agung Sagung Laksmi Dewi
Fakultas Hukum, Universitas Warmadewa, Denpasar, Indonesia

Published : 13 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search
Journal : Jurnal Preferensi Hukum (JPH)

Kekuatan Alat Bukti Media Sosial Dalam Perkara Tindak Pidana Judi Online Gusti Ayu Gita Dharma Vahini Mahiratna; Anak Agung Sagung Laksmi Dewi; Ketut Adi Wirawan
Jurnal Preferensi Hukum Vol. 4 No. 1 (2023): Jurnal Preferensi Hukum
Publisher : Warmadewa Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55637/jph.4.1.6677.1-5

Abstract

Pada masa saat ini banyak terjadi kasus tindak pidana yang meresahkan salah satunya adalah judi online. Dalam penanganan kasusnya judi online menggunakan media sosial sebagai alat bukti di persidangan. Sehubungan dengan hal tersebut bagaimana pengaturan hukum terhadap tindak pidana judi online?. Dan bagaimana kekuatan alat bukti media sosial dalam perkara tindak pidana judi online?. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian normatif. Pengaturan tindak pidana mengenai perjudian diatur dalam Pasal 303 KUHP dan Pasal 303 BIS KUHP, sedangkan mengenai pengaturan judi online diatur dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Kekuatan alat bukti media sosial dalam perkara judi online merupakan alat bukti yang kuat dan sah. Sahnya suatu alat bukti maka diperlukannya validasi bukti elektronik yang di mana persyaratan dan ketentuan alat bukti yang diatur dalam KUHAP maka bukti elektronik harus memenuhi persyaratan formil dan materiil sebagai suatu alat bukti yang akan dapat dinyatakan sah dan dipergunakan di persidangan. Pemerintah dan masyarakat harus sigap serta waspada.
Penanganan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi Dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Pada Kejaksaan Negeri Denpasar I Gusti Ngurah Budiyasa; Anak Agung Sagung Laksmi Dewi; Ni Made Sukaryati Karma
Jurnal Preferensi Hukum Vol. 4 No. 1 (2023): Jurnal Preferensi Hukum
Publisher : Warmadewa Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55637/jph.4.1.6729.45-50

Abstract

Surat Perintah Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 memberikan kewenangan kepada kejaksaan untuk mengambil keputusan rehabilitasi dalam kasus penyalahgunaan narkoba selama proses penuntutan. Namun dalam prakteknya, Kejaksaan Negeri Denpasar tidak dapat melaksanakan perintah tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian terhadap penerapan pedoman tersebut dan hambatan pelaksanaannya oleh Kejaksaan Negeri Denpasar. Diharapkan kajian ini menjadi bahan sosialisasi dan kontribusi pemerintah. Metode penelitian hukum empiris digunakan dalam metode penelitian. Sumber data penelitian ini adalah informasi yang diperoleh melalui wawancara di Kejaksaan Negeri Denpasar dan informasi yang diperoleh dari studi kepustakaan. Hasil dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi tentang persyaratan, definisi dan pelaksanaan rehabilitasi serta hambatan pelaksanaannya.
Efektivitas Program Desa Bersinar (Bersih Narkoba) di Desa Pemogan Kota Denpasar Sebagai Implementasi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Dewa Krisna Putra; Anak Agung Sagung Laksmi Dewi; Luh Putu Suryani
Jurnal Preferensi Hukum Vol. 4 No. 1 (2023): Jurnal Preferensi Hukum
Publisher : Warmadewa Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55637/jph.4.1.6731.6-10

Abstract

Desa Pemogan merupakan salah satu desa yang dipilih oleh BNN sebagai pilot dari program desa bersinar dikarenakan memiliki jenis masyarakat yang heterogen, dekat dengan daerah pariwisata seperti Sanur dan Kuta, daerah tersebut diketahui banyak tempat hiburan malam yang sangat rentan penyalahgunaan narkoba. Rumusan masalah yang diangkat yaitu bagaimanakah implementasi Undang-Undang No 35 Tahun 2009 terhadap program desa bersinar di Desa Pemogan dan faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program desa bersinar di desa Pemogan. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian hukum empiris yaitu sebuah metode penelitian hukum yang berupaya untuk melihat hukum dalam artian yang nyata. Hasil penelitian menjelaskan implementasi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 terhadap program desa bersinar di Desa Pemogan telah berjalan dengan baik terbukti dengan adanya penurunan penggunaan narkoba serta diberikan piagam penghargaan oleh BNN RI. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program desa bersinar di desa Pemogan yakni adanya kesadaran masyarakat terhadap bahaya narkotika serta dibentuk relawan anti narkoba dan di support oleh Yayasan Bali Samsara yang bergerak di bidang rehabilitasi.
Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Korupsi oleh Pengurus Lembaga Pekreditan Desa (Studi Kasus Putusan Nomor 37/Pid.Sus Tpk/2021/Pengadilan Negeri Denpasar) I Putu Cipta Mahendra Arinda; Anak Agung Sagung Laksmi Dewi; Kade Richa Mulyawati
Jurnal Preferensi Hukum Vol. 4 No. 1 (2023): Jurnal Preferensi Hukum
Publisher : Warmadewa Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55637/jph.4.1.6735.74-78

Abstract

Indonesia menjadi salah satu negara yang marak terjadi tindakan korupsi khususnya pada instansi pemerintah maupun swasta, adapun banyak motif yang dilakukan oleh pelaku. Pada perkembangan mengenai korupsi, adanya permakluman yang selama ini dilakukan oleh berbagai pihak yang melakukan pemberantasan. Salah satu korupsi yang terjadi yaitu di LPD Desa Adat Ped Nusa Penida, pelaku melakukan tindakan untuk memperkaya dirinya sendiri. Adapun yang akan dibahas penulis dalam penelitian ini yaitu mengenai sanksi pemidanaan yang diberikan untuk pelaku dan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi tindak pidana korupsi yang telah dilakukan pengurus LPD sesuai Putusan Nomor 37/Pid.Sus-TPK/2021/PN.DPS. Penulis dalam hal ini menggunakan penelitian hukum normatif. Sanksi yang diberikan kepada terdakwa (pelaku) yang diberikan oleh hakim yaitu pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan 9 (sembilan) bulan serta pidana denda sebesar Rp.250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah). Hakim dalam pertimbangan nya menghukum terdakwa (pelaku) tidak saja pidana pokok akan tetapi juga terdakwa harus memberikan penggantian uang secara tanggung renteng sebesar Rp.4.345.315.060,- (empat miliar tiga ratus empat puluh lima juta tiga ratus lima belas ribu enam puluh rupiah).
Tindak Pidana Terhadap Pelaku Kejahatan Perdagangan Seksual Pada Anak di Bawah Umur Sebagai Bentuk Pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) di Kota Bandung Nurul Aisyah Fitriani; Anak Agung Sagung Laksmi Dewi; I Made Minggu Widyantara
Jurnal Preferensi Hukum Vol. 4 No. 1 (2023): Jurnal Preferensi Hukum
Publisher : Warmadewa Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55637/jph.4.1.6738.79-84

Abstract

Kejahatan mengenai perdagangan seksual terhadap anak di bawah umur termasuk ke dalam eksploitasi anak, yang dimana perdagangan terhadap anak dilakukan melalui pengancaman dan pemaksaan terhadap anak. Bahwa pelaku yang melakukan perdagangan seksual terhadap anak di bawah umur dapat dikatakan sebagai “trafficker”. Timbulnya kejahatan perdagangan seksual pada anak di bawah umur terjadi dikarenakan oleh beberapa faktor. Maka permasalahan yang ditimbulkan yaitu 1) Apakah faktor penyebab terjadinya perdagangan seksual pada anak di bawah umur di Kota Bandung? 2) Bagaimana sanksi pidana kejahatan perdagangan seksual pada anak di bawah umur dikategorikan sebagai bentuk dari pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia)? Penelitian ini menggunakan tipe penelitian empiris. Bahwa proses terjadinya perdagangan seksual pada anak di bawah umur yaitu melalui proses perekrutan penipuan pekerjaan, dan adanya faktor ekonomi. Dimana tindak pidana pada pelaku perdagangan seksual pada anak di bawah umur diatur dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Perdagangan seksual pada anak di bawah umur di kategorikan sebagai pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) berat, karena perdagangan seksual ini mencederai harkat dan martabat seorang anak dimana pelacuran secara paksa ini merenggut terhadap hak anak.
Penerapan Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL) Dalam Pendaftaran Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Pada Pemilihan Bupati Dan Wakil Bupati Tahun 2020 “Studi Kasus Di Kabupaten Badung” Anak Agung Istri Riskhanna Indira Nakula; Anak Agung Sagung Laksmi Dewi; Luh Putu Suryani
Jurnal Preferensi Hukum Vol. 4 No. 2 (2023): Jurnal Preferensi Hukum
Publisher : Warmadewa Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55637/jph.4.2.6582.137-142

Abstract

Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL) merupakan seperangkat sistem teknologi informasi yang berbasis web untuk melayani partai politik calon peserta pemilu untuk memenuhi persyaratan pendaftaran, sistem ini disediakan oleh KPU guna membantu partai politik dan penyelenggara pemilu dalam tahapan pemilu, penelitian administrasi, dan verifikasi faktual partai politik. KPU sebagai penyelenggaraan dalam proses rekrutmen badan adhoc melakukan pengecekan keanggotaan partai politik melalui Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL). Namun dalam proses pendaftaran, KPU melakukan klarifikasi kepada partai politik untuk memastikan apakah sebagai anggota partai politik ataupun tidak, tetapi bawaslu sebagai badan pengawas pemilihan untuk tetap berpedoman bahwa calon anggota PPK yang terdaftar dalam SIPOL di rekomendasikan untuk diganti. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum empiris. Sumber data yang digunakannya berasal dari data primer. Begitu ketatnya persyaratan menjadi penyelenggara pemilu atau panitia pemilihan Bupati Dan Wakil Bupati. Tentunya harus dilakukan antisipasi dan mencari penyabab untuk mencegah kerugian masyarakat yang tercatut namanya dalam SIPOL. Dengan menggunkan metode sensus dapat memberikan kepastian hukum terhadap dukungan keanggotaan masyarakat karena, KPU Kabupaten Kota dapat melakukan verifikasi langsung kepada para pendukung partai politik. Dengan metode sensus ini mampu mencegah adanya masyarakat yang tidak mendukung parpol tetapi masih tercatat dalam sipol karena tidak terkena sampling dalam verifikasi faktual. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa pada prinsipnya penyelenggaraan tahapan pendaftaran badan penyelenggara tingkat kecamatan atau PPK sesuai dengan tahapan, yaitu melakukan penelitian administrasi melalui SIPOL dan melakukan klarifikasi kepada calon PPK memastikan bahwa calon PPK tidak menjadi anggota partai politik selama 5 tahun.
Kedudukan Saksi Mahkota dalam Proses Pembuktian Tindak Pidana di Indonesia Ida Ayu Kade Cinthia Dewi; Anak Agung Sagung Laksmi Dewi; I Made Minggu Widyantara
Jurnal Preferensi Hukum Vol. 4 No. 2 (2023): Jurnal Preferensi Hukum
Publisher : Warmadewa Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55637/jph.4.2.6589.124-129

Abstract

Dalam tahap pembuktian perkara pidana kerap adanya istilah saksi mahkota. Adanya saksi mahkota menimbulkan banyak persepsi, beberapa pihak beranggapan jika kemunculan saksi mahkota diijinkan guna meberikan rasa adil. Tetapi beberapa beranggapan sebaliknya karena bertentangan dengan hak asasi, persepsi itu juga ada di berbagai yurispurdensi putusan Mahkamah Agung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kedudukan saksi mahkota dalam proses pembuktian tindak pidana di Indonesia. Oleh karenanya permasalahan ini menarik mengenai bagaimana pengaturan saksi mahkota dipersidangan? Dan kedudukan saksi mahkota pada pembuktiaan tindak pidanaa. Penelitian ini memakai tipe penelitian normatif serta pendekatan undang-undang dan konseptual. Hasil dari penelitian ini menjelaskan jika pengaturan saksi mahkota tercantum pada Pasal 168 huruf c KUHAP dimana saksi mahkota merupakan penerapan Pasal 142 KUHAP. Kesaksian oleh saksi mahkota sama dengan keterangan saksi pada umumnya ini karena saksi mahkota ditunjuk dari seorang terdakwa yang menjelaskan tindak kejahatan yang mereka lakukan bersamaan dengan terdakwa lain, terdakwa yang menjadi saksi mahkota akan dimaafkan dan didakwa dengan pelanggaran ringan. Adanya saksi mahkota dalam pembuktian pidana diperbolehkan menurut KUHAP. Namun dalam berbagai yurisprudensi saksi mahkota dilarang. Kedudukan saksi mahkota diperbolehkan apabila kurangnya alat bukti yang diajukan di persidangan.
Akibat Hukum Pembunuhan Berencana yang dilakukan Petinggi Kepolisian Wayan Ananta Adiwijaya; Anak Agung Sagung Laksmi Dewi; Luh Putu Suryani
Jurnal Preferensi Hukum Vol. 4 No. 2 (2023): Jurnal Preferensi Hukum
Publisher : Warmadewa Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55637/jph.4.2.7147.188-192

Abstract

Indonesia merupakan negara kesatuan yang masyarakatnya berada dalam satu ikatan peraturan yang membatasi kegiatan antara masyarakat satu dan yang lainnya. Aturan tersebut berisi larangan dan sanksi atas perbuatan karena melanggar larangan yang di buat. Hak asasi manusia adalah hak yang dibawa sejak lahir dan tidak bisa diganggu gugat dimana saat seseorang merasa dirinya terancam maka dapat melaporkan ke pihak yang berwajib. Dalam penelitian ini ada dua rumusan masalah diantaranya: 1) Bagaimanakah pengaturan tindak pidana pembunuhan berencana yang dilakukan petinggi kepolisian? 2) Bagaimanakah sanksi pidana bagi pelaku pembunuhan berencana yang dilakukan petinggi kepolisian?. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang berdasarkan peraturan perundang – undangan dan data yang di dapat penulis di media sosial. Pengaturan hukum tentang pembunuhan berencana ada pada pasal 340 KUHPidana dimana bagi pelaku yang dengan rencananya merenggut nyawa orang lain dapat dikenakan pidana penjara paling lama dua puluh tahun dan bahkan hukuman mati. Petinggi kepolisian yang ditetapkan sebagai tersangka juga melakukan pengancaman kepada anak buahnya yang merupakan anggota kepolisian untuk tidak melaporkan aksi pembunuhan berencana dan memberikan sogokan kepada anak buahnya sebagai imbalan tutup mulut.