Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Sabua : Jurnal Lingkungan Binaan dan Arsitektur

REKAYASA LANSEKAP UNTUK PENANGANAN BANJIR (Studi Kasus: Bukit Duri, Kampung Pulo, Kampung Melayu dan Kali Bata Jakarta) Rudi Purwono; Lely Mustika
Sabua : Jurnal Lingkungan Binaan dan Arsitektur Vol. 8 No. 3 (2017): sabua
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35793/sabua.v8i3.18922

Abstract

Banjir merupakan permasalahan yang rutin untuk DKI Jakarta, salah satu penyebabnya adalah meluapnya air Sungai Ciliwung. Pada kondisi normal tinggi muka air 0.5-2 m, dengan debit 5-60 m3/detik. Pada waktu tertentu di musim penghujan di hulu, aliran yang dibawanya ≥250 m3/detik, ditambah dengan intensitas hujan >100 mm dan berdurasi >1 jam di wilayah Jakarta, menyebabkan muka air sungai naik menjadi ±3-4 m, yang merendam bantaran sungai di Kali Bata, Kampung Melayu, Kampung Pulo, dan Bukit Duri. Bantaran sungai menjadi tempat perdagangan, permukiman, bengkel funitur, dsb, kurangnya vegetasi dan Ruang Terbuka Hijau, KDB rata-rata 95% dan menyempitnya sungai menjadi ±16-20 m, dengan kedalaman ±1 meter. Berdasarkan hal tersebut dilakukan kajian analisis dimensi sungai untuk mengalirkan debit sungai dari hulu dan debit larian, dengan asumsi lebar sungai 16-70 m, kedalaman 2-3 m, tinggi tanggul 1 m. Hasil analisis lebar sungai 50-70 m, pada debit 600 m3/detik dan RTH 50% dari wilayah tangkapan, terjadi kondisi muka air -0.50 m dari tanggul, untuk itu konsep Rekayasa Lanskap sungai dibuat lebar 50-70 m, kedalaman 3 m, tinggi tanggul 1 m, dengan sempadan ±10-25 m untuk wilayah perkotaan, dan ≥50 m untuk wilayah hulu. Vegetasi peneduh, pelindung dan penutup tanah, dipilih untuk mengurangi erosi, longsor, dan menurunkan aliran permukaan, dan material dibuat dari batu kali sebagai penjaga ekosistem sungai. 
Kajian Kondisi Lanskap Pegunungan Rudi Purwono; Lely Mustika
Sabua : Jurnal Lingkungan Binaan dan Arsitektur Vol. 9 No. 1 (2020): SABUA : JURNAL LINGKUNGAN BINAAN DAN ARSITEKTUR
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35793/sabua.v9i1.31726

Abstract

Lanskap alam berupa gunung dan pegunungan adalah kenampakan alam yang indah, oleh sebab itu akan menjadi tujuan wisata dan tempat yang dicari oleh masyarakat untuk dijadikan kawasan wisata, tempat tinggal, dan aktifitas lainnya oleh sebab itu tak heran masyarakat semakin meningkatkan intensitas pembangunan di lereng gunung dan di punggung gunung, dari citra satelit google earth terlihat bahwa kenampakan hutan alamiah di sejumlah gunung dan perbukitan sudah mulai rusak, hanya berkisar 15% yang masih alamiah, ditambah pembangunan dilakukan hanya menyisakan sedikit resapan, sehingga air tidak dapat meresap ke dalam tanah, hal ini yang menimbulkan banjir, tanah longsor, air bah, susahnya air tanah, intrusi air laut dan kenaikan suhu kawasan, oleh sebab itu berdasarkan rumus debit sangat jelas bahwa luas lahan dan coeefisien limpasan adalah indikator yang harus diperhatikan, dari pembahasan dapat dilihat bahwa lanskap pegunungan dengan hutan alamiahnya harus dipertahankan dan tidak boleh ada lagi pengrusakan atau perambahan, ataupun alih fungsi kawasan hutan, sedangkan untuk kawasan punggung dan keliling punggung gunung pembangunan dan penutupan lahan tidak boleh melebihi 20%, dan sisanya adalah hutan buatan ataupun hutan tanaman industri sedangkan untuk kawasan penyangga, kawasan terbangun dan penutupan lahan maksimal 60% dan 40% adalah murni berupa tanah dan tumbuhan untuk resapan air sebagai ruang terbuka hijau. Kata Kunci: lanskap pegunungan, hutan alamiah, kawasan terbangun, penutupan lahan