Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

AKIBAT HUKUM DALUARSA ATAS PEMBELIAN AGUNAN DEBITUR OLEH KREDITUR (BANK) SECARA LELANG ATAU PENYERAHAN SUKARELA MENGGUNAKAN MEKANISME AGUNAN YANG DIAMBIL ALIH (AYDA) hasan siahaan; Budiman Ginting; O. K Saidin
Nommensen Journal of Legal Opinion Vol. 5 No. 1 Januari 2024
Publisher : Magister Hukum Universitas HKBP Nommensen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51622/njlo.v5i1.404

Abstract

Penjualan agunan kepada kreditur khususnya bank mendapat pengecualian dari UU No.7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Pasal 12A yang mengatur bahwa “Bank” dapat membeli agunan debiturnya sendiri dengan ketentuan agunan yang tersebut wajib dicairkan secepatnya selambat-lambatnya dalam jangka waktu (1) satu tahun. Selain itu, bank juga dilarang memiliki agunan yang telah dibeli. Ketentuan ini merupakan hukum memaksa (dwingendrecht) yang wajib (mandatory)  dijalankan oleh bank tetapi Undang-Undang tidak mengatur akibat hukum terhadap kedudukan Agunan apabila kewajiban menjaul terlampaui. Semantara daluarsa menentukan “adakalanya Undang-Undang memberikan haknya untuk suatu waktu tertentu. Apabila tidak dipergunakan dalam jangka waktu tersebut, maka gugurlah hak tersebut. Di sisi lain, bank telah membayar lunas harga agunan dan set-off kredit. Aturan pelaksanaan lelang keabsahan lelang tidak mengatur daluarsa terkait pembeli lelang AYDA. Maka berdasarkan asas Lex Superior derogat legi inferiori, aturan pelaksanaan lelang dalam hal bank menjadi pembeli lelang agunan debiturnya harus berpedoman pada Pasal 12A UU Perbankan selaku Undang-Undang yang lebih tinggi. Setelah bank membeli agunan tanah menggunakan mekanisme AYDA, Maka bank memperoleh hak menguasai/mengalihkan agunan selama dalam kurun waktu 1 tahun, Apabila hak menjual agunan terlampaui (daluarsa)/tidak digunakan, maka hak tersebut hangus karena daluarsa menurut Undang-Undang. Selain karena telah kehilangan hak, Agunan tanah yang dijadikan aset fixed asset batal demi hukum karena tidak memenuhi syarat sah perjanjian karena bertentangan dengan larangan pemilikan agunan yang diatur dalam Pasal 12A UU Perbankan. Karena itu kedudukan agunan kembali menjadi hak debitur/pemilik agunan dengan tidak mengurangi hak kreditur untuk menagih piutangnya.