Penelitian ini bertujuan menganalisis pembagian harta benda dalam ketentuan hibah waris menurut Adat Minangkabau berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 1877 K/Pdt/2012 di tingkat kasasi. Dalam urgensi pengalihan aset pewaris yang telah meninggal dunia menjadi suatu hak untuk ahli waris dalam menerima bagian baik melalui metode individual, kolektif, serta mayorat. Pada kasus yang diangkat sebagai topik terdapat perkembangan kesetaraan hak perempuan dalam pembagian harta waris melalui terbitnya TAP MPRS Nomor II pada tanggal 3 Desember 1960 dan didukung Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 sehingga perempuan berhak atas warisan terlepas dari hubungan kekerabatan apapun. Di penyelesaian sengketa waris adat Minangkabau akan mengutamakan musyawarah, namun jika tidak bisa diselesaikan maka proses akan berlanjut ke Lembaga Kerapatan Adat Nagari (KAN) ataupun melewati pengadilan berdasarkan pengajuan. Selama proses penanganan hukum waris adat matrilineal Minangkabau yang tidak tertulis maka hakim bertugas untuk mencari peraturan yang berlaku maupun melakukan penemuan hukum jika peraturan hukum tidak memadai. Pada hukum adat Minangkabau, penghibahan terdiri dari hibah laleh, hibah bakeh, dan hibah pampeh dengan persyaratan tertentu.