Pernikahan merupakan peristiwa hukum yang sakral, oleh karena itu keabsahan status perkawinan menjadi hal penting yang harus diperhatikan. Kemudian timbul suatu persoalan yakni bagaimana bila pernikahan yang didasarkan pada aturan Agama namun tidak dilakukan pencatatan di Kantor Pencatatan Nikah atau Kantor Urusan Agama. Hal tersebut tentunya akan menimbulkan dampak negatif, salah satunya perlindungan hukum dan kepastian hukum terhadap anak yang dilahirkan dari hubungan suami-istri. Namun hal menarik lainnya, pemerintah telah berupaya untuk membentuk suatu kebijakan yakni pasangan yang telah melangsungkan pernikahan secara sirri dapat dicatatkan status pernikahannya pada Kartu Keluarga dengan tujuan memberikan perlindungan hukum bagi pasangan nikah sirri. Kebijakan ini kemudian menimbulkan pertanyaan, bagaimana fungsi lembaga Isbat Nikah ketika melihat fenomena legitimasi pernikahan sirri yang dicatatkan pada Kartu Keluarga. Metode penelitian ini dilakukan menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan melakukan pendekatan wawancara terstruktur dan dokumentasi penelitian. Adapun hasil dari penelitian ini ialah anak yang dihasilkan dari pernikahan secara sirri menjadi legal statusnya sebagai anak sah dibuktikan dengan pencatatan administrasi kependudukan. Namun dalam keabsahan, secara yuridis formal masih perlu untuk dilakukan Isbat nikah. Status yang ada pada Kartu Keluarga dan Akta Kelahiran anak yang menunjukkan status pernikahan yang belum tercatat dapat dijadikan alat bukti bagi hakim untuk menyetujui prosedur Isbat Nikah.