Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Rekontruksi Gending Lelambatan Klasik Gilak Embat dan Tabuh Pisan pada Sekaa Gong Desa Kwanji Sempidi Mariyana, I Nyoman; Putra, I Made Dwi Andika; Bawa, Putu Tiodore Adi
Abdi Widya: Jurnal Pengabdian Masyarakat Vol 3 No 2 (2024): Abdi Widya: Jurnal Pengabdian Masyarakat
Publisher : UPT Pusat Penerbitan LP2MPP ISI Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59997/awjpm.v3i2.4349

Abstract

Di Desa Kwanji Sempidi, terdapat salah satu Gong Kebyar yang konon adalah Gong Kebyar pertama yang ada di Kelurahan Sempidi. Sekaa Gong Desa Kwanji, memiliki beberapa jenis tabuh lelambatan klasik yang menjadi ciri khas dari Gong Desa Kwanji seperti : Gilak Embat, Tabuh Pisan Kwanji, Tabuh Telu (Tabuh Telu Dang, Tabuh Telu Dung, Bebonangan) Tabuh Pat (Gagak, Semarandana, Lodra, Subandar, Saga Manis), Tabuh Lima, Tabuh Nem (Galang Kangin, Tangis), Tabuh Kutus, (Lasem Kwanji, Pelayon). Tabuh-tabuh lelambatan tersebut sangat menarik dan mempunyai perbedaan dari jenis-jenis atau gaya penyajian gending lelambatan klasik pagongan pada umumnya. Akibat usia pemain yang semakin menua bahkan beberapa pemain (penglingsir) yang meninggal, ada beberapa jenis gending asli Gong Kwanji yang perlu “diselamatkan” dengan merekontruksinya kembali bersama regenerasi pemainnya yakni gending Gilak Embat dan Tabuh Pisan. Melalui metode wawancara dan demontrasi gending-gending ini dapat direkontruksi kembali dan dimainkan oleh generasi penerusnya dengan tetap mempertahankan gaya permainan dan pola-pola pukulan kekendangan, yang menjadi ciri khas dari Gong Kwanji. Proses rekontruksi ini melibatkan penglingsir Gong Kwanji dan Bendasa Adat Kwanji sebagai pengayom Gong Desa Kwanji.
“GANGGARAM” PERTUNJUKAN CAK AIR Mariyana, I Nyoman; Putra, I Made Dwi Andika; Santika, Sang Nyoman Gede Adhi
Prosiding Bali Dwipantara Waskita: Seminar Nasional Republik Seni Nusantara Vol. 3 (2023): Prosiding Bali Dwipantara Waskita: Seminar Nasional Republik Seni Nusantara
Publisher : UPT Pusat Penerbitan LP2MPP ISI Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perkembangan kesenian kecak dari awal terciptanya hingga kini terus melaju dengan pesat. Telah banyak tumbuh sekaa-sekaa kecak di daerah baik dalam bentuk kecak tradisi maupun kecak yang sudah dikembangkan dari segi pertunjukannya. Sebagai pewarisan tradisi, kesenian kecak kerap kali kita jumpai pada pertunjukan wisata yang disajikan di hadapan wisatawan. Pada umumnya konsep penyajiannya masih menggunakan pola-pola tradisional, baik kostum, tema, maupun garap musikalnya. Saat ini penyajian kesenian kecak lebih sering kita jumpai mempergunakan api sebagai pendukung garapan yang sering dikenal dengan sebutan kecak api. Diperlukan gubahan baru dalam penciptaannya. Kecak air, sebuah tawaran baru dalam penyajian kecak yang diciptakan sebagai penunjang komoditi pariwisata. Pertunjukan cak ini menggunakan air sebagai media pendukung garapan dengan judul “GanggaRam”. GanggaRam diambil dari kata Gangga sebagai simbol pemujaan Dewi Gangga, dan kata Ram dalam bahasa Sansekerta berarti yang menyenangkan. “GanggaRam” adalah pertunjukan kecak sebagai simbol pemujaan kepada Dewi Gangga yang memberikan sumber kehidupan dan kebahagian kepada manusia. Penciptaan karya “GanggaRam” ini menggunakan metode penciptaan dari Alma M. Hawkins melalui 3 tahapan, yaitu Exploration (eksplorasi), Improvisation (improvisasi), dan Forming (pembentukan). Tercipta sebuah karya gubahan baru dari penyajian cak air yang mampu bersaing dalam industi pariwisata sebagai produk unggulan wisata air terjun. Pesan yang ingin disampaikan dari karya ini adalah manusia harus mampu menjaga alam dan memanfaatkan air dengan baik untuk kelangsungan semua mahluk hidup di bumi.
Bridging tradition and modernity: exploring patutan (the modal system) in Balinese music through the hybrid composition ‘cane’ Kartawan, I Made; Putra, I Made Dwi Andika; Hartini, Ni Putu
International Journal of Visual and Performing Arts Vol 6, No 2 (2024)
Publisher : ASSOCIATION FOR SCIENTIFIC COMPUTING ELECTRICAL AND ENGINEERING (ASCEE)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31763/viperarts.v6i2.1590

Abstract

This paper examines how the composer integrates traditional Balinese gamelan elements with Western musical concepts in the creation of the piece "Cane," focusing on two main aspects: the creative process and aesthetic analysis. Several strategies are employed, such as adopting, borrowing, transforming, elaborating, ornamenting, and combining musical elements from various genres and cultural traditions. The hybrid work "Cane" exemplifies this approach by blending motifs, patterns, and ornamentation from both Balinese and Western music. Additionally, the piece incorporates the processing of patutan/patet (modal system) from the Semar Pagulingan Saih Pitu gamelan ensemble. Rooted in research and experimentation, "Cane" is structured into five distinct parts, each utilizing one or more of these strategies. The music emphasizes melodic development intertwined with rhythmic, dynamic, and tempo variations. In the context of hybridization, the combination of musical elements includes: (1) Balinese traditions such as kekenyongan, nyongcag, ngempyung, and kekilitan motifs, and (2) Western elements like unison, harmony, dissonance, polyphony, and imitation