Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : Jurnal Bina Mulia Hukum

TANGGUNGJAWAB PEMEGANG SAHAM MAYORITAS YANG MERANGKAP SEBAGAI DIREKSI TERHADAP KERUGIAN PIHAK KETIGA AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM PERSEROAN Sudaryat, Sudaryat
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 4, No 2 (2020): VOL 4, NO 2 (2020): JURNAL BINA MULIA HUKUM
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23920/jbmh.v4i2.293

Abstract

Perseroan Terbatas menjadi bentuk perusahaan yang banyak dipilih oleh investor sebagai sarana usahanya. Hal ini tidak  lepas dari keistimewaan Perseroan Terbatas yang berstatus badan hukum dengan kekayaan yang terpisah dari kekayaan pemegang sahamnya. Banyak kasus dimana pemegang saham mayoritas perseroan sekaligus sebagai direksi perseroan. Apabila hal itu terjadi dan perseroan melakukan pelanggaran hukum dan menimbulkan kerugian pada pihak lain, dapatkah harta pribadi dari pemegang saham dijadikan jaminan guna penggantian kerugian kepada pihak lain yang dirugikan dengan perbuatan perseroan tersebut. Harta pribadi pemegang saham mayoritas yang juga menjadi direksi perseroan dapat  diminta pertanggungjawaban tidak terbatas  untuk menutupi kerugian yang  dialami pihak ketiga yang ditimbulkan oleh tindakan perbuatan melawan hukum peseroan  berdasarkan doktrin piercing the corporate veil, Pasal 3 Ayat (2) dan Pasal 97 Ayat (3) Undang-Undang No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas mengingat sulit dipisahkannya tindakan perseroan dengan tindakan direksi yang juga sebagai pemegang saham mayoritas dalam pengendalian perseroan dalam pribadi yang sama.
TANGGUNG JAWAB PEMEGANG SAHAM MAYORITAS YANG MERANGKAP SEBAGAI DIREKSI TERHADAP KERUGIAN PIHAK KETIGA AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM PERSEROAN Sudaryat
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 4 No. 2 (2020): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 4 Nomor 2 Maret 2020
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Perseroan Terbatas menjadi bentuk perusahaan yang banyak dipilih oleh investor sebagai sarana usahanya. Hal ini tidak lepas dari keistimewaan Perseroan Terbatas yang berstatus badan hukum dengan kekayaan yang terpisah dari kekayaan pemegang sahamnya. Banyak kasus dimana pemegang saham mayoritas perseroan sekaligus sebagai direksi perseroan. Ini menjadi persoalan saat perseroan melakukan perbuatan melawan hukum dan menimbulkan kerugian pada pihak lain, sementara pemegang saham tersebut berlindung dari tanggung jawab terbatas pemegang saham. Harta pribadi pemegang saham mayoritas yang juga menjadi direksi perseroan dapat diminta pertanggungjawaban tidak terbatas untuk menutupi kerugian yang dialami pihak ketiga yang ditimbulkan oleh tindakan perbuatan melawan hukum perseroan berdasarkan doktrin piercing the corporate veil, Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 97 ayat (3) Undang-Undang No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas mengingat sulit dipisahkannya tindakan perseroan dengan tindakan direksi yang juga sebagai pemegang saham mayoritas dalam pengendalian perseroan karena orangnya sama. Kata kunci: direksi; mayoritas; perseroan; saham. ABSTRACT Limited liability company becomes a form of companies that are widely selected by investors as a means of business. It is not separated from the limited liability company with the status of a legal entity with a separate wealth of shareholders. Many cases where the majority shareholder of the company as well as directors of the company. This becomes a problem when the company violates the law and causes losses to other parties, while the shareholders protect from the limited liability of shareholders. The personal property of the majority shareholder who is also a director of the company can be asked unlimited liability to cover the losses incurred by third parties caused by acts of action against the law of the company based on doctrine Piercing the corporate veil, article 3 paragraph (2) and Article 97 paragraph (3) of law No. 40 year 2007 about the limited liability company considering the difficult to separate actions of the company with the Act of directors who also as the majority shareholder in control Company in the same person. Keywords: company; directors; majority; stock.
PRINSIP KESEIMBANGAN (TASWIYAH) DALAM PERJANJIAN (AKAD) WARALABA BERDASARKAN SISTEM SYARIAH Sudaryat Sudaryat
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 2 No. 2 (2018): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 2 Nomor 2 Maret 2018
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKWaralaba merupakan pola kemitraan usaha sekaligus sarana untuk memperluas pemasaran barang dan/atau jasa juga sarana pemberdayaan UMKM. Perkembangan waralaba tidak hanya yang bersifat konvensional namun berkembang pula waralaba berdasarkan system syariah (waralaba syariah). Perjanjian waralaba pun terbagi dalam dua katagori yaitu perjanjian waralaba konvensional dan perjanjian waralaba syariah. Perjanjian (akad) waralaba bersifat standard, namun bagaimana penerapan prinsip keseimbangan (taswiyah) berdasarkan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah pada akad waralaba syariah. Hasil analisis menunjukan bahwa prinsip keseimbangan (taswiyah) dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah diterapkan dalam Perjanjian (akad) waralaba berdasarkan sistem syariah dengan pembuktian bahwa pada akad waralaba syariah mengutamakan taawun (tolong menolong), menghilangkan franchisee fee dan royalty fee, adanya kedudukan yang setara antara pemberi waralaba dan penerima waralaba, adanya keseimbangan hak dan kewajiban baik dari sisi kuantitas maupun kualitas, serta pembagian keuntungan dan risiko (profit and risk sharing) antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba sehingga menjadi sarana sesungguhnya dalam pemberdayaan UMKM. Guna lebih memastikan diterapkannya prinsip keseimbangan (taswiyah) maka sebaiknya dalam perancangan akad waralaba syariah memperhatikan masukan dari penerima waralaba (UMKM), dipublikasi melalui media sebelum diberlakukan, mengingat stigma masyarakat UMKM bahwa perjanjian waralaba bersifat standar dan lebih dominannya kepentingan pemberi waralaba dibandingkan penerima waralaba.Kata kunci: akad; keseimbangan; risiko; syariah; waralaba. ABSTRACTFranchise is a pattern of business partnership as well as means to add goods and/or facilities for the empowerment of UMKM. The growth of franchise is not only conventional but also developing a franchise system based on sharia (sharia franchise). Meet the franchise was divided into two categories namely conventional franchise agreement and sharia franchise agreement. Agreement (akad) franchise is standard, but how to do the principle of balance (taswiyah) based on Compilation of Economic Law on sharia franchise contract. The results show that the principle of equilibrium (taswiyah) in the Compilation of Islamic Economic Law is given in the agreement (akad) based on the syariah system by proving in the shariah franchise contract prioritizing taawun (please help), eliminating the franchise’s fee and royalty fee, including the position given between the franchisor and recipients of franchises, guarantees and responsibilities both in terms of quantity and quality, as well as profit and risk sharing (profit sharing and risk) between franchisor and franchisor become an important tool in the empowerment of MSMEs. To further emphasize the application of the principle of balance (taswiyah), in the sharia franchise agreement, consider the input of the franchise recipients (UMKM), published through the media before it is enacted, given the stigma of UMKM community that the franchise agreement is the standard and franchisor is more dominant than franchisee.Keywords: akad; balance; risk; franchise; sharia.