Penelitian ini mengkaji problematika normatif dan implementatif dalam pemenuhan hak restitusi bagi anak korban perkosaan di Indonesia. Meskipun kerangka hukum telah diperkuat melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2022, implementasinya masih menghadapi hambatan serius. Penelitian ini menggunakan pendekatan hukum normatif dengan analisis peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, serta teori viktimologi dan keadilan restoratif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan restitusi sering terhambat oleh minimnya kesadaran korban, keterbatasan kapasitas Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, serta paradigma penegak hukum yang masih berorientasi pada pemidanaan retributif. Sebagai alternatif, penelitian ini menawarkan Model Restitusi Sosial yang mengintegrasikan pemulihan finansial, psikologis, dan sosial, dengan dukungan mekanisme dana talangan negara serta kolaborasi lintas lembaga. Implikasi penelitian ini menegaskan pentingnya pergeseran paradigma dari keadilan retributif menuju keadilan restoratif yang lebih berpihak pada korban anak