Siti Khoirotun Niswah
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Al-Istinbath : Jurnal Ilmu Hukum dan Hukum Keluarga Islam

PERCERAIAN AKIBAT NIKAH PAKSA PERSPEKTIF FIKIH EMANSIPATORIS KH. HUSEIN MUHAMMAD (Studi Putusan Hakim Pengadilan Agama Pasuruan Nomor 1287/Pdt.G/2020/PA.Pas) Siti Khoirotun Niswah
Al-Istinbath : Jurnal Ilmu Hukum dan Hukum Keluarga Islam Vol. 1 No. 3 (2024): Ilmu Hukum dan Hukum Keluarga Islam
Publisher : Al-Istinbath : Jurnal Ilmu Hukum dan Hukum Keluarga Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.71242/cnpfap46

Abstract

Sebagaimana penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui; 1) Bagaimana Perceraian Akibat Nikah Paksa dalam Putusan Hakim Pengadilan Agama Pasuruan Nomor 1287/Pdt.G/2020/PA.Pas. 2) Guna mengetahui Perspektif Fikih Emansipatoris Husein Muhammad terhadap Putusan Hakim Pengadilan Agama Pasuruan Nomor 1287/Pdt.G/2020/PA.Pas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian Kualitatif dengan pendekatan Kepustakaan (library research). Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan cara mengumpulkan data, berusaha membaca, menelaah, mencatat dan membuat ulasan dari dokumen kepustakaan yang berkaitan dengan perceraian dan nikah paksa. Dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Bahwasannya seorang perempuan memiliki hak untuk memilih pasangan. Jika seorang wali mendalilkan ijbār sebagai hak untuk memaksakan seorang anak untuk menikah dengan yang bukan pilihan anaknya, maka itu bukan masuk pada kategori “ijbār”, namun perlakuan tersebut, dalam pemikiran Husein Muhammad, masuk pada kategori “ikrāh”. Apabila ditemukan sebuah kasus di mana seorang perempuan mengalami pemaksaan di dalam melangsungkan suatu pernikahan, apalagi disertai dampak-dampak negatif seperti terjadinya sebuah perselisihan dan pertengkaran hingga pula tidak mendapatkan hak nafkah, dalam kasus tersebut pernikahannya harus segera dibatalkan melalui sebuah perceraian. Dalam pertimbangan yang dilakukan oleh Hakim tentunya Hakim menggunakan kaidah fiqih yaitu: jika ada beberapa kemaslahatan berbenturan, maka maslahat yang lebih besar (lebih tinggi) harus didahulukan. Dan jika ada beberapa mafsadah (bahaya, kerusakan) bertabrakan, maka yang dipilih adalah mafsadah yang paling ringan. Maka pertimbangan Hakim telah memenuhi kesesuaian dengan pemikiran Husein Muhammad, karena Hakim berupaya meminimalisir adanya kerusakan berkelanjutan yang ada di dalam pernikahan sehingga pernikahan tersebut dibatalkan. Abstract This research aims to determine: 1) How the divorce due to forced marriage is addressed in the Verdict of the Religious Court of Pasuruan Number 1287/Pdt.G/2020/PA.Pas, and 2) To understand Husein Muhammad's Emancipatory Fiqh perspective on the Verdict of the Religious Court of Pasuruan Number 1287/Pdt.G/2020/PA.Pas. The method used in this research is Qualitative research with a Library Research approach. The data collection technique used is by gathering data, reading, studying, taking notes, and providing reviews of literature documents related to divorce and forced marriage. From the conducted research, the following conclusions can be drawn: It is stated that a woman has the right to choose her partner. If a guardian (wali) argues that " ijbār" gives them the right to force a child to marry someone who is not the child's choice, then it does not fall under the category of " ijbār ". Instead, according to Husein Muhammad's thoughts, such an action falls under the category of "ikrāh" (coercion). If a case is found where a woman is subjected to coercion in getting married, especially accompanied by negative impacts such as conflicts and disputes and being denied the right to maintenance (nafkah), in that case, the marriage must be immediately annulled through a divorce. In the consideration made by the judge, they naturally use the legal maxims of Islamic jurisprudence (fiqih), which state that if multiple benefits (maslahat) collide, the greater (higher) benefit should take precedence. And if multiple harms (mafsadah) collide, the lighter harm should be chosen. Therefore, the judge's consideration is in line with Husein Muhammad's thoughts because the judge seeks to minimize the ongoing harm within the marriage, leading to the cancellation of the marriage.
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Perjanjian Pra Nikah Siti Khoirotun Niswah
Al-Istinbath : Jurnal Ilmu Hukum dan Hukum Keluarga Islam Vol. 2 No. 1 (2025): Al-Istinbath : Jurnal Ilmu Hukum dan Hukum Keluarga Islam
Publisher : Al-Istinbath : Jurnal Ilmu Hukum dan Hukum Keluarga Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.71242/8xbsmf23

Abstract

Perkawinan mampunyai makna yang sangat penting dalam menata kehidupan manusia tujuan dari perkawinan adalah sakinah, mawaddah dan rahmah, agar tujuan di atas bisa terealisasikan upaya yang dilakukan oleh pasangan suami istri baik itu sebelum menikah ataupun setelah menikah. Salah satunya dengan dilakukannya perjanjian pra nikah antara suami dan juga istri. Dibuatnya perjanjian perkawinan bisa menjadi alat proteksi dan tindakan preventif apabila terjadi perceraian. Masih sedikit calon pengantin yang memandang perjanjian perkawinan sebagai sesuatu yang positif dikarenakan masih dianggap tabu dan larangan di masyarakat di sebabkan adanya pandangan negatif yang menganggap perjanjian perkawinan sebagai sesuatu yang tidak umum. Penelitian akan meneliti lebih jauh mengenai perjanjian pra-nikah dan akan dianalisisi dengan menggunakan teori hukum Islam. Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Data penelitian diperoleh secara langsung dari sumber asli atau sumber utama dengan wawancara dan observasi yang kemudian data tersebut disusun dan dianalisis dengan model naratif untuk dapat menjelaskan bagaimana praktik perjanjian pra nikah dan analisis dengan menggunakan hukum Islam. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa Ditinjau dari teori Maslahah al-Mursalah akta perjanjian yang dibuat oleh suami dan isteri yang tercatat di KUA termasuk kepada Maslahah al-Tahsiniyah (kepentingan-kepentingan pelengkap). Yang jika tidak terpenuhi maka tidak akan mengakibatkan kesempitan dalam kehidupannya, sebab ia tidak begitu membutuhkannya, hanya sebagai pelengkap atau hiasan hidupnya.  AbstractMarriage has a very important meaning in arranging human life, the purpose of marriage is sakinah, mawaddah and rahmah, so that the above goals can be realized efforts made by married couples both before marriage and after marriage. One of them is by making a prenuptial agreement between husband and wife. Making a marriage agreement can be a means of protection and preventive action in the event of divorce. There are still few brides-to-be who view the marriage agreement as something positive because it is still considered taboo and prohibition in society due to negative views that consider the marriage agreement as something uncommon. From the background above, the researcher wants to examine h. Research data is obtained directly from original sources or primary sources with interviews and observations which then the data is compiled and analyzed with a narrative model to be able to explain how the practice of prenuptial agreements in KUA. The results of this study concluded that couples who enter into a marriage par agreement in KUA Gubeng Surabaya City in terms of applicable law in Indonesia have met the requirements in accordance with theory of Maslahah al-Mursalah the deed of agreement made by husband and wife recorded in the KUA of Gubeng District is included in Maslahah al-Tahsiniyah is (complementary interests). Which if not fulfilled will not cause narrowness in his life, because he does not really need it, only as a complement or decoration of his life.