Secara perlahan, perilaku selfie yang telah menjadi kebiasaan dapat memicu terjadinya selfitis, yang dianggap potensial untuk ditambahkan dalam gangguan kesehatan mental terkait penggunaan teknologi. Selfitis terjadi ketika seseorang melakukan pengambilan gambar selfie secara obsesif dan kompulsif. Imaginary audience dapat terfasilitasi dengan adanya perilaku selfitis, yaitu ketika remaja merasa menjadi pusat perhatian dan selalu dinilai oleh audien. Begitu pula sebaliknya, selfitis akan semakin menguat dengan adanya imaginary audience. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah hubungan perilaku selfitis dengan imaginary audience pada remaja di Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan sampel 164 remaja berusia 13-19 tahun di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Skala yang digunakan adalah instrumen modifikasi dari selfitis behavior scale dan new imaginary audience. Analisis data dilakukan menggunakan product moment Pearson. Temuan menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku selfitis dengan imaginary audience pada remaja. Sebagian remaja di Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki perilaku selfitis dan imaginary audience pada taraf sedang