Wali nikah ialah seseorang yang bertindak atas nama mempelai perempuan saat akad nikah. Dalam mengenai wali nikah, Imam Syafi’i dan Imam Hanafi memiliki perbedaan dan kesamaan pendapat, yang menjadi perbedaannya ialah Imam Syafi’Imengatakan bahwa menikah harus ada wali dalam prosesi akad nikah baik wanita itu seorang gadis ataupun janda, sekufu ataupun tidak, yang menjadi landasan Imam Syafi'i ialah tertuju pada hadits Nabi yang artinya" Tidak sah menikah tanpa adanya wali". Oleh karena itu imam syafi'i mempunyai pandangan bahwa wali adalah salah satu rukun dari pernikahan. sedangkan imam Hanafi berpendapat bahwa pernikahan tanpa wali atau menikahkan dirinya sendiri atau meminta orang lain di luar walinasab, baik wanita itu gadis atau pun janda, sekufu atau tidak, maka hal tersebut di perbolehkan. Yang menjadi landasan Imam Hanafi pada hadits Nabi yang artinya" Janda tidak boleh dinikahkan kecuali setelah dimintai pendapat, dan perawan tidak bolehdinikahkan kecuali setelah dimintai persetujuannya". Oleh karena itu golongan Hanafiyyah berpendapat bahwa wali dalam pernikahan hukumnya adalah sunnat. Adapun yang menjadi kesamaan pendapat mengenai wali ialah Imam Syafi’imengatakan bahwa menikah harus menghadirkan adanya wali dalam prosesi akad nikah baik wanita itu seorang gadis ataupun janda, sekufu ataupun tidak, begitu juga dengan Imam Hanafi ia berpendapat bahwa menikah harus menggunakan (ada) walidalam akad pernikahan, dengan syarat pasangan wanita (laki-laki) yang hendak menikah tidak sekufu. Tujuan dari skripsi ini yaitu untuk mengetahui kedudukan wali dalam pernikahan dan untuk mengetahui pandangan imam syafi'i dan Imam Hanafitentang kedudukan wali dalam pernikahan. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis ialah deskriptif kualitatif dengan jenis penelitian studi literatur. Melalui jenis penelitian ini penulis memperoleh berbagai macam sumber penelitian yang penulisbutuhkan.
Copyrights © 2017