cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
LEX CRIMEN
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal ini merupakan jurnal elektronik (e-journal) Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, yang dimaksudkan sebagai wadah publikasi tulisan-tulisan tentang dan yang berkaitan dengan hukum pidana. Artikel-artikel skripsi mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat merupakan salah satu prioritas dengan tetap memberi kesempatan untuk karya-karya tulis lainnya dari mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Unsrat, dengan tidak menutup kemungkinan bagi pihak-pihak lainnya, sepanjang menyangkut hukum pidana. Tulisan-tulisan yang dimuat di sini merupakan pendapat pribadi penulisnya dan bukan pendapat Fakultas Hukum Unsrat.
Arjuna Subject : -
Articles 21 Documents
Search results for , issue "Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen" : 21 Documents clear
PENANGKAPAN ANAK DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA Hontong, Joice H.
LEX CRIMEN Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara penangkapan anak dalam perkara pidana menurut sistem peradilan pidana anak dan bagaimana perlindungan anak dalam proses penyidikan menurut sistem peradilan pidana anak. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah yuridis normatif dan dapat disimpulkan: 1. Penangkapan anak dalam perkara pidana menurut sistem peradilan pidana anak dilakukan guna kepentingan penyidikan paling lama 24 (dua puluh empat) jam. Anak yang ditangkap wajib ditempatkan dalam ruang pelayanan khusus Anak. Dalam hal ruang pelayanan khusus Anak belum ada di wilayah yang bersangkutan, Anak dititipkan di LPKS. Penangkapan terhadap Anak wajib dilakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya dan biaya bagi setiap Anak yang ditempatkan di LPKS dibebankan pada anggaran kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial.  2. Perlindungan anak dalam proses penyidikan menurut sistem peradilan pidana anak dilakukan dengan memperhatikan anak secara manusiawi dan kebutuhannya sesuai dengan umur anak. Anak perlu dipisahkan dari orang dewasa dan memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif. Anak tidak tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat dan dalam sidang yang tertutup untuk umum dan tidak dipublikasikan identitasnya serta memperoleh pendampingan orang tua/Wali dan orang yang dipercaya oleh Anak. Kata kunci: Penangkapan, anak
KAJIAN HUKUM TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA MENURUT PASAL 340 KUHP Hafid, Azhar
LEX CRIMEN Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana makna unsur direncanakan terlebih dahulu dalam pembunuhan berencana dan bagaimana ancaman hukuman terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana menurut Pasal 340 KUHP. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Perbuatan pembunuhan merupakan perbuatan yang dilakukan dengan  sengaja menghilangkan nyawa orang lain. Pasal dasar pembunuhan adalah Pasal 338 KUHP yang kemudian ditambah unsur direncanakan terlebih dahulu dalam pasal 340 KUHPidana. Pembunuhan adalah merupakan istilah yang umum digunakan dalam hukum pidana untuk mendeskripsikan tindak pidana kejahatan dimana tersangka/terdakwa menyebabkan kematian pada orang lain.2. Karena besarnya dampak negative pembunuhan, maka tidak mengherankan bila tindak pembunuhan tersebut secara tegas dilarang oleh hukum posity yang sangat berat.  Bahkan terhadap pembunuhan berencana oleh ketentuan Pasal 340 KUHPidana, pelaku diancam dengan hukuman mati. Salah satu dampak yang ditimbulkan oleh kejahatan pembunuhan adalah hilangnya nyawa si korban padahal nyawa adalah sesuatu milik yang paling berharga bagi setiap orang. Karenanya adalah wajar bila masyarakat melalui norma hukum positifnya melindungi nyawa setiap warganya dari segala upaya pelanggaran oleh orang lain dengan memberi ancaman hukuman yang sangat berat kepada pelaku pembunuhan. Kata kunci: Pembunuhan berencana, Pasal 340 KUHP
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK ANAK YANG TELAH DIPIDANA MENURUT SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK Lombogia, Beatrix
LEX CRIMEN Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pemberlakuan sanksi terhadap anak yang terbukti telah melakukan tindak pidana menurut sistem peradilan pidana anak dan bagaimana perlindungan hukum terhadap hak-hak anak yang telah dijatuhi pidana menurut sistem peradilan pidana anak. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Pemberlakuan sanksi terhadap anak yang terbukti telah melakukan tindak pidana menurut sistem peradilan pidana anak, dilarang melanggar harkat dan martabat Anak. Pidana pokok bagi Anak terdiri atas: pidana peringatan; pidana dengan syarat: pembinaan di luar lembaga; pelayanan masyarakat; atau pengawasan, pelatihan kerja;  pembinaan dalam lembaga; dan penjara. Pidana tambahan terdiri atas: perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau pemenuhan kewajiban adat. Apabila dalam hukum materiil diancam pidana kumulatif berupa penjara dan denda, pidana denda diganti dengan pelatihan kerja. Bagi anak yang belum berusia 14 (empat belas) tahun hanya dapat dikenai tindakan meliputi: pengembalian kepada orang tua/Wali; penyerahan kepada seseorang; perawatan di rumah sakit jiwa; perawatan di Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS); kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta; pencabutan surat izin mengemudi; dan/atau perbaikan akibat tindak pidana. 2. Perlindungan hukum terhadap hak-hak anak yang telah dijatuhi pidana menurut sistem peradilan pidana, yakni selama penahanan dan ditempatkan di Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS) dan Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) selama anak menjalani masa pidana, anak berhak untuk memperoleh pemenuhan dalam pelayanan dan perawatan kesehatan, dapat mengikuti pendidikan dan pelatihan serta pembimbingan dan pendampingan, yang memadai sesuai peraturan perundang-undangan. Kata kunci: Perlindungan hukum, hak anak, peradilan anak.
PENYELESAIAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN TERHADAP PELAKU GANGGUAN KEJIWAAN Pandensolang, Willy Gabriel
LEX CRIMEN Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penyelesaian perkara tindak pidana pembunuhan terhadap pelaku gangguan kejiwaan, ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan bagaimana implementasi dari Pasal 44 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terhadap pelaku perkara tindak pidana pembunuhan yang mengalami gangguan kejiwaan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Indonesia adalah negara hukum (Rechtstaat). Ini berarti hukum menjadi dasar kekuasaan dan sumber segala kekuasaan untuk mengatur dan menegakkan negara Indonesia demi terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang sejahtera, cerdas, tertib, damai dan berkeadilan sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan (Preambule) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Adalah merupakan suatu tindakan yang tepat jika kepada pelaku tindak pidana pembunuhan diberikan sanksi/hukuman yang setimpal dengan perbuatannya. Dengan demikian harapan untuk suatu kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang sejahtera, cerdas, tertib, damai dan berkeadilan dapat terwujud. Berdasarkan hal tersebut, maka untuk penyelesaian perkara tindak pidana pembunuhan terhadap pelaku yang mengalami gangguan kejiwaan pun sama halnya dengan pelaku pembunuhan yang tidak mengalami gangguan kejiwaan lainnya, walaupun ada beberapa hal yang menjadi pembandingnya. 2. Implementasi dari Pasal 44 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) terhadap pelaku perkara tindak pidana pembunuhan yang mengalami gangguan kejiwaan masih menjadi perdebatan. Hal ini disebabkan karena untuk kata “jiwanya cacat dalam pertumbuhan” tidak lebih detil lagi dijelaskan sehingga dalam pelaksanaannya pun hakim masih ragu dalam memutuskan ya atau tidaknya seorang pelaku tindak pidana mengalami gangguan kejiwaan. Kata kunci: Pembunuhan, gangguan kejiwaan
DAMPAK YURIDIS DALAM PRANATA SISTEM PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DI INDONESIA Rorimpandey, Rolando W.
LEX CRIMEN Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana konsep pertanggungjawaban pidana menurut ilmu pengetahuan hokum dan bagaimana dampak yuridis dalam pranata sistem pertanggungjawaban pidana di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian yuridis normatif sehingga dapat disimpulkan: 1.  Hukum pidana Indonesia pada dasarnya menganut “asas kesalahan” sebagai asas yang fundamental dalam mempertanggungjawabkan seseorang yang melakukan tindak pidana. Namun dalam perjalanan sejarah dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, yang berdampak pula pada perkembangan kejahatan itu sendiri, asas kesalahan itu tidak lagi dapat digunakan sebagai asas satu-satunya dalam pertanggungjawaban pidana. Untuk mengantisipasi kemajuan tersebut, timbul pemikiran untuk menerapkan “asas ketiadaan kesalahan” sebagai penyimpangan atau pengecualian terhadap asas kesalahan. 2. Ada empat tolok ukur untuk menilai apakah relevan untuk diterapkan di Indonesia dalam rangka pembaharuan hukum pidana nasional. Ke empat tolok ukur tersebut adalah relevansi teoritis, relevansi yuridis, relevansi sosiologis, relevansi filosofis. Ke empat tolok ukur ini sangat mendukung di dalam penerimaan penyimpangan asas kesalahan dalam pertanggungjawaban pidana, sehingga sudah merupakan suatu kelaziman apabila hukum pidana Indonesia menerima penyimpangan asas kesalahan itu. Kata kunci:  Dampak yuridis, pertanggungjawaban pidana.
TINDAKAN DISKRESI POLISI DALAMPELAKSANAAN TUGAS PENYIDIKAN Kojongian, Dennis
LEX CRIMEN Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa faktor yang mendorong Penyidik dalam menggunakan wewenang Diskresinya untuk Penyidikan dan bagaimana Jaminan Hukum mengenai Tindakan Diskresi yang dilakukan oleh Aparat Kepolisian. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode peneltian yuridis normatif dan dapat disimpulkan: 1. Diskresi oleh polisi merupakan serangkaian kebijaksanaan yang diambil oleh polisi sebagai jalan keluar yang ditempuh berdasarkan penilaiannya sendiri atas permasalahan yang belum diatur oleh hukum ataupun yang sudah diatur hukum, namun apabila diberlakukan secara kaku justru menimbulkan ketidak efisienan. Sekalipun diskresi oleh polisi terkesan melawan hukum akan tetapi diskresi tersebut mempunyai dasar hukum yang menjaminnya, sehingga diskresi oleh polisi bukan perbuatan sewenang - wenang. Dasar hukum tersebut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, Hukum tidak tertulis, Pendapat para ahli hukum dan yurisprudensi. 2. Dalam penerapan wewenang diskresi yang dimiliki polisi terdapat faktor-faktor yang mendorong dan menghambat petugas penyidik untuk melakukannnya. Faktor yang mendorong tersebut terdiri dari faktor intern maupun faktor ekstern. Faktor intern terdiri dari substansi undang-undang yang memadai, dukungan dari pihak atasan, faktor petugas penyidik dan faktor fasilitas. Sedangkan faktor ekstern terdiri dari masyarakat dan dukungan dari tokoh - tokoh masyarakat serta faktor budaya. Kata kunci: Diskresi, polisi, penyidikan.
ALAT BUKTI DAN PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA INFORMASI TEKNOLOGI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK Rumondor, Rifandy
LEX CRIMEN Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana alat bukti dalam pemeriksaan perkara tindak pidana teknologi   informasi dan bagaimana pembuktian perkara tindak pidana teknologi informasi di pengadilan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Alat bukti yang sah dalam pemeriksaan perkara tindak pidana teknologi informasi dalam penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan yaitu alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam hukum acara pidana, termasuk Informasi Elektronik dan Dokumen Elektronik atau hasil cetaknya yang merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksaksi Elektronik. 2.      Pembuktian perkara tindak pidana teknologi informasi di pengadilan didasarkan pada Pasal 183 KUHAP, yang menyatakan: Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah. Hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tidak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya didasarkan minimal dua alat bukti sah sesuai dengan Pasal 184 KUHAP, yaitu: Keterangan saksi; Keterangan ahli; Surat; Petunjuk; Keterangan terdakwa, hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan dan termasuk pula alat bukti lain berupa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentangInformasi dan transaksi elektronik. Artinya apabila hanya ada satu alat bukti saja tidaklah dapat dipakai untuk membuktikan kesalahan terdakwa, sehingga harus ditambah alat bukti lain. Kata kunci: Alat bukti, informasi teknologi, transaksi elektronik
PERAN KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN DAN PENUNTUTAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Karaseran, Instary O.
LEX CRIMEN Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pa yang menjadi tugas dan wewenang kejaksaan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia dan bagaimana peran kejaksaan dalam penyidikan dan penuntutan tindak pidana pencucian uang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif dan dapat disimpulkan:  1. Penyidikan dan penunutan Tindak Pidana Pencucian Uang bukanlah pekerjaan yang mudah. Kejaksaan atau Jaksa berwenang melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang yang terjadi sebelum lahirnya Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang Nomor 8 Tahun 2010. 2. Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang pada prakteknya terdapat kelemahan-kelemahan yang menghambat proses penyidikan maupun penuntutan yaitu terkait maslah pembuktian tindak pidana asal, cara penuntutan tindak pidana asal dari tindak pidana pencucian uang, perluasan alat bukti, serta masalah pembalikan beban pembuktian. Kata kunci: Penyidikan, penuntutan, pencucian uang
FUNGSI PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN (PPATK) DALAM MELACAK TRANSAKSI KEUANGAN YANG MENCURIGAKAN Kusheri, Della Destafri
LEX CRIMEN Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Fungsi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam melacak transaksi keuangan yang mencurigakan dan bagaimana upaya yang dilakukan  Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. PPATK adalah lembaga independen di bawah Presiden yang disahkan dalam UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Lembaga ini memiliki fungsi: Mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang; Mengelola data dan informasi yang diperoleh PPATK; Mengawasi kepatuhan pihak pelapor; serta Menganalisis atau memeriksa laporan dan informasi transaksi keuangan yang berindifikasi tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Dari tugas dan kewenangan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang, maka PPATK setidaknya memiliki 5 fungsi yaitu intelijen keuangan, regulator, koordinator, mediator dan pembantuan dalam penegakan hukum. 2. Upaya pencegahan dan pemberantasan kejahatan pencucian uang antara lain dilakukan dengan pengesahan undang-undang yang melarang dan menghukum pelaku kejahatan pencucian uang sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Selain itu pemerintah juga membentuk Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebuah lembaga independen yang melakukan fungsi penyelidikan, yaitu mengumpulkan, menyimpan, menganalisis dan mengevaluasi informasi transaksi yang dicurigai serta diduga sebagai perbuatan pencucian uang. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) atau The Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre (INTRAC) dibentuk dengan kewenangan untuk melaksanakan kebijakan pencegahan dan pemberantasan pencucian uang sekaligus membangun rezim anti pencucian uang di Indonesia. Kata kunci:  PPATK,  transaksi keuangan.
PENJATUHAN PIDANA BERDASARKAN DUA ALAT BUKTI DAN KEYAKINAN HAKIM Oleh : Fransisco Jero Runturambi Runturambi, Fransisco Jero
LEX CRIMEN Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana keberadaan alat-alat bukti dalam praktik peradilan dan bagaimana keberadaan sistem pembuktian dengan menggunakan dua alat bukti dan keyakinan hakim. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan dapat disimpulkan: 1. Pada dasarnya perihal alat-alat bukti diatur Pasal 184 ayat (1) KUHAP.  1) Keterangan Saksi. Perihal batasan keterangan saksi secara eksplisit Pasal 1 angka 27 KUHAP menentukan, bahwa keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu. 2) Keterangan Ahli. Esensi keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan (Pasal 1 angka 28 KUHAP). 2. Suatu alat bukti haruslah dipergunakan dan diberi penilaian secara cermat, agar tercapai kebenaran sejati sekaligus tanpa mengabaikan hak asasi terdakwa. Secara konkret, bahwasanya jikalau Hakim telah dapat menetapkan perihal adanya kebenaran, aspek ini merupakan pembuktian tentang suatu hal. Pasal 183 tersebut. Minimum pembuktian berarti dalam memutuskan suatu perkara pidana hakim harus memutuskan berdasarkan sejumlah alat bukti. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana memberikan batasan minimal penggunaan alat bukti, yaitu minimal dua alat bukti, yaitu minimal dua alat bukti disertai oleh keyakinan hakim. Menurut kajian teoritik sistem pembuktian yang dianut Pasal 183 KUHAP adalah sistem pembuktian secara negatif. Akan tetapi, dalam praktiknya, ternyata, sistem pembuktiannya telah bergeser menjadi sistem pembuktian secara positif oleh karena walaupun hakim tidak yakin akan kesalahan terdakwa, tetapi telah didukung oleh dua alat bukti maka hakim tetap menjatuhkan pidana kepada terdakwa. Kata kunci: Penjatuhan pidana, dua alat bukti, keyakinan Hakim.

Page 2 of 3 | Total Record : 21


Filter by Year

2015 2015


Filter By Issues
All Issue Vol. 12 No. 5 (2024): Lex Crimen Vol. 12 No. 4 (2024): Lex crimen Vol. 12 No. 3 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 2 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 1 (2023): Lex Crimen Vol. 11 No. 5 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 2 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 1 (2022): Lex Crimen Vol 10, No 13 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 12 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 11 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 10 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 9 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 8 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 7 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 6 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 4 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 3 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 1 (2021): Lex Crimen Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 3 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 2 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 1 (2020): Lex Crimen Vol 8, No 12 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 11 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 8 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 6 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 4 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 3 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 2 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 1 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 6 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 5 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 3 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 2 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen Vol 6, No 10 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 8 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 7 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 6 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 4 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 3 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 2 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 1 (2017): Lex Crimen Vol 5, No 7 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 6 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 5 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 4 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 3 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 2 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 1 (2016): Lex Crimen Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 6 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 3 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 2 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 1 (2015): Lex Crimen Vol 3, No 4 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 3 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 2 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen Vol 2, No 7 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 6 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 5 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 3 (2013): Lex Crimen Vol. 2 No. 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 1 (2013): Lex Crimen Vol 1, No 4 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 3 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 2 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 1 (2012) More Issue