cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
LEX CRIMEN
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal ini merupakan jurnal elektronik (e-journal) Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, yang dimaksudkan sebagai wadah publikasi tulisan-tulisan tentang dan yang berkaitan dengan hukum pidana. Artikel-artikel skripsi mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat merupakan salah satu prioritas dengan tetap memberi kesempatan untuk karya-karya tulis lainnya dari mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Unsrat, dengan tidak menutup kemungkinan bagi pihak-pihak lainnya, sepanjang menyangkut hukum pidana. Tulisan-tulisan yang dimuat di sini merupakan pendapat pribadi penulisnya dan bukan pendapat Fakultas Hukum Unsrat.
Arjuna Subject : -
Articles 20 Documents
Search results for , issue "Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen" : 20 Documents clear
PENERAPAN SANKSI TINDAK PIDANA DENDA MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA Rantung, Christian
LEX CRIMEN Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan pidana denda menurut KUHPidana dan bagaimana penerapan sanksi tindak pidana denda dalam KUHPidana, yang dengan menggunakanb metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: 1. Kedudukan pidana denda merupakan salah satu pidana pokok yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan menjadi salah satu pilihan utama bagi hakim untuk dijatuhkan terhadap terdakwa. 2. Perubahan umum terdahap pidana denda dalam KUHPidana dan di luar KUHPidana penerapan sanksi pidana dilakukan melalui Undang-Undang Nomor 18/Perppu/1960 tentang “Perubahan Jumlah Hukuman Denda Dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana dan Dalam Ketentuan Ketentuan Pidana Lainnya Yang Dikeluarkan Sebelum Tanggal 17 Agustus 1945”, selanjutnya ada diterbitkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP.Kata kunci: denda; sanksi;
TINDAK PIDANA DENGAN SENGAJA DAN MELAWAN HUKUM MERAMPAS KEMERDEKAAN SESEORANG MENURUT PASAL 333 KUHP (KAJIAN PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 233 K/PID/2013) Menajang, Jisril Timotius
LEX CRIMEN Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan tindak pidana merampas kemerdekaan seseorang atau meneruskan perampasan kemerdekaan yang demikian menurut Pasal 333 KUHP dan bagaimana praktik penerapan Pasal 333 KUHP dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 233 K/Pid/2013. Dengan mneggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pengaturan merampas kemerdekaan seseorang atau meneruskan perampasan kemerdekaan yang demikian menurut Pasal 333 KUHP, terdiri dari unsur-unsur: 1) barang siapa, 2) dengan sengaja, 3) dan melawan hukum, 4) merampas kemerdekaan seseorang, atau meneruskan perampasan kemerdekaan yang demikian; di mana mengenai pengertian merampas kemerdekaan ini adalah perbedaan pandangan antara Wirjono Prodjodikoro dan S.R. Sianturi di satu pihak dan R. Soesilo di lain pihak.  Menurut Wirjono Prodjodikoro dan S.R. Sianturi, perlu adanya pengekangan fisik yang ketat, seperti  tangan seseorang sudah diikat atau disekap dalam suatu kamar dan dikunci dari luar, sedangkan menurut R. Soesilo, tiak perlu pengekangan fisik yang ketat melainkan sudah merupakan perampasan kemerdekaan jika seorang disuruh tinggal dalam suatu rumah yang luas tetapi dijaga dan dibatasi kebebasan hidupnya.  2. Praktik penerapan Pasal 333 KUHP dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 233 K/Pid/2013, yaitu sudah merupakan perbuatan merampas kemerdekaan “perbuatan menempatkan korban dalam ruang sempit dan tertutup, serta melarang keluar dari ruang sampai ada kepastian pembayaran tunggakan hutang”. Praktik ini lebih mendukung pandangan R. Soesilo bahwa untuk perampasan kemerdekaan tidak harus ada pengekangan fisik yang ketat.Kata kunci: Tindak Pidana, Sengaja, Melawan Hukum, Merampas Kemerdekaan Seseorang, Pasal 333 KUHP.
KEJAHATAN TRANSNASIONAL DAN IMPLEMENTASI HUKUM PIDANA INDONESIA Hasan, Muh. Irfansyah
LEX CRIMEN Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk/jenis kejahatan yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan transnasional dan bagaimana konsep penanganan dan penanggulangan kejahatan transnasional dalam hukum Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Kejahatan transnasional merupakan ancaman yang nyata bagi negara Indonesia khususnya; baik berupa terorisme, illegal logging, cyber crime, drug trafficking, narkoba mengalami perkembangan yang signifikan sebagaimana dapat digolongkan kejahatan yang selalu menjadi prioritas seperti: kejahatan konvensional, kejahatan transnasional, kejahatan terhadap kekayaan negara dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia, sebagai asumsi kejahatan transnasional sebagai fenomena baru, baik kualitas maupun modusnya, ini sebagai bagian dari proses globalisasi. Kejahatan transnasional yang cenderung melibatkan jaringan-jaringan di berbagai negara mengakibatkan perlunya kerjasama baik regional maupun internasional dengan negara lain dalam hal pertukaran data dan informasi. 2. Penanganan dan penanggulangan kejahatan transnasional merupakan bentuk sangat potensial mengancam kehidupan masyarakat di bidang ekonomi, sosial budaya, ketertiban,  dan keamanan baik nasional maupun regional, ini terindikasi teknologi transportasi, komunikasi, dan informasi ini merupakan dampak modernisasi teknologi. Indonesia sebagai negara kepulauan, padat penduduk sangat berpotensi bagi pelaku kejahatan transnasional untuk mengembangkan sayapnya, sebaliknya bagi Indonesia ini sebagai ancaman keamanan, ancaman generasi bangsa (karena perdagangan orang, narkoba) khususnya, dan penanganannya dalam berbagai peraturan perundang-undangan.Kata kunci: Kejahatan Transnasional, Implementasi, Hukum Pidana Indonesia
PUTUSAN BEBAS PERKARA PIDANA KORUPSI PADA PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI PENGADILAN NEGERI MANADO (STUDI TENTANG PUTUSAN NOMOR 23/PID.SUS-TPK/2017/PN.MDO) Lohonauman, Christ Yuando
LEX CRIMEN Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana bentuk putusan pengadilan dalam perkara pidana dan apa alasan terdakwa dibebaskan dari dakwaan dalam putusan perkara pidana nomor 23/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Mdo, di mana dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Undang-Undang No. 8 Tahun 1981) mengatur secara tegas tentang bentuk putusan dalam perkara pidana yang meliputi: Putusan bebas, Putusan lepas dari tuntutan hokum, Putusan pemidanaan. 2. Putusan bebas dijatuhkan oleh hakim yang mengadili perkara apabila kesalahan terdakwa tidak terbukti sebagaimana dakwaan seperti dalam Putusan No. 23/Pid-Sus-TPK/2017/PN.Mdo.Kata kunci: putusan bebas; korupsi;
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN PELECEHAN SEKSUAL ANAK DI KOTA MANADO Regang, Shapitri M. S.
LEX CRIMEN Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah  Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Pelecehan Seksual Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 dan bagaimana Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Pelecehan Seksual di Wilayah Kota Manado. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis empiris, disimpulkan: 1. Perlindungan hukum terhadap korban pelecehan seksual anak di kota Manado diwujudkan dalam bentuk perlakuan yang diterima korban selama proses peradilan pidana. Unit perlindungan perempuan dan anak Di Polresta Manado menyediakan ruang pelayanan khusus untuk korban terutama anak yang mengalami pelecehan seksual. Selain itu Unit PPA Di Polresta Manado berupaya memberikan rehabilitasi pada anak sebagai korban pelecehan seksual yaitu dengan bekerja sama dengan Pusat pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2T2A), Yayasan  Lembaga Perlindungan Anak (YLPA) dan Balai Perlindungan dan Pelayanan Masyarakat (BPPM). 2. Hambatan yang dialami dalam memberikan perlindungan hukum terhadap anak yaitu karena kejadian yang dilaporkan korban sudah lama sehingga kepolisian kesulitan dalam mencari bukti dan saksi, selain itu dari pihak korban sendiri tidak mau di proses, karena trauma, malu apabila di proses, sehingga korban tidak mau untuk melaporkan kejadian pelecehan tersebut.Kata kunci: Perlindungan hukum; korban pelecehan seksual; anak.
BUKTI PERMULAAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA DALAM PENGARUHNYA TERHADAP PERKAPOLRI NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA Sambow, Jully Constantia
LEX CRIMEN Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengertian “bukti permulaan” dalam Pasal 1 angka 17 KUHAP sebelum dan sesudah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor Nomor 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015 dan bagaimana pengaruh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015, terhadap Pasal 1 angka 21 Perkapolri Nomor 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pengertian “bukti permulaan” dalam Pasal 1 angka 14 KUHAP telah mengalami perkembangan pengertian, di mana semula pengertiannya diserahkan sepenuhnya kepada penilaian penyidik sehingga sering diartikan cukup dengan 1 (satu) alat bukti saja, kemudian dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015, ditegaskan bahwa pengertiannya yaitu minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. 2. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, yang menegaskan pengertian bukti permulaan minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP, seharusnya ditaati juga dalam Perkapolri Perkapolri Nomor 14 Tahun 2012, karena suatu putusan Mahkamah Konstitusi tidak saja berpengaruh terhadap suatu Undang-Undang tetapi juga terhadap semua peraturan di bawah Undang-Undang, termasuk terhadap suatu Peraturan Kepala Keplisian Negara Republik Indonesia.Kata kunci : Bukti Permulaan, Manajemen Penyidikan, Tindak Pidana
PEMBERLAKUAN SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PERASURANSIAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN Wungkana, Arthur
LEX CRIMEN Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah jenis-jenis tindak pidana dalam perasuransian menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian dan bagaimanakah pemberlakuan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana peransuransian, yang dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Jenis-jenis tindak pidana dalam perasuransian menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian yang dapat dikenakan sanksi pidana meliputi: Tindak pidana berkaitan dengan adanya kegiatan usaha asuransi tanpa izin usaha; pemberian laporan, informasi, data, dan/atau dokumen kepada Otoritas Jasa Keuangan tidak benar dan palsu; penggelapan premi atau kontribusi;pemalsuan atas dokumen perusahaan asuransi;penandatanganan polis baru oleh anggota direksi dari perusahaan asuransi atau perusahaan asuransi syariah yang sedang dalam pengenaan sanksi pembatasan kegiatan usaha; dan pengungkapan informasi bersifat rahasia. 2. Pemberlakuan sanksi pidana baik pidana penjara atau pidana denda terhadap pelaku tindak pidana perasuransiansebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, dimaksudkan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya tindak pidana dan apabila tindak pidana perasuransian telah terjadi maka sanksi pidana diterapkan sesuai dengan unsur-unsur tidak pidana yang telah terbukti di pengadilan dimaksudkan memberikan efek jera bagi pelaku dan bagi pihak lain untuk tidak melakukan perbuatan yang sama.Kata kunci: pidana; asuransi; perasuransian;
SANKSI PIDANA BAGI PENYIDIK BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN) APABILA TIDAK MELAKSANAKAN KEWAJIBAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA Paat, Julio
LEX CRIMEN Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah bentuk-bentuk pelanggaran hukum dalam pelaksanaan kewajiban oleh penyidik Badan Narkotika Nasional (BNN) yang dapat dikenakan sanksi pidana dan bagaimanakah pemberlakuan sanksi pidana bagi penyidik Badan Narkotika Nasional (BNN) apabila tidak melaksanakan kewajiban menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, yang dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: 1. Bentuk-bentuk pelanggaran hukum atas kewajiban yang dapat dikenakan sanksi pidana, yakni penyidik Badan Narkotika Nasional (BNN) tidak melaksanakan kewajiban melakukan penyegelan dan membuat berita acara penyitaan pada hari penyitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika dan tidak memberitahukannya kepada Kepala Kejaksaan Negeri setempat dan tembusannya disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat, Menteri, dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Tidak melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab atas penyimpanan dan pengamanan barang sitaan yang berada di bawah penguasaannya dan tidak menyisihkan sebagian kecil barang sitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika untuk dijadikan sampel guna pengujian di laboratorium tertentu sejak dilakukan penyitaan. Tidak melaksanakan pemusnahan barang sitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika yang berada dalam penyimpanan dan pengamanan penyidik yang telah ditetapkan untuk dimusnahkan. Tidak membuat berita acara pemusnahan dan menyerahkan berita acara tersebut kepada penyidik BNN atau penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia setempat dan tembusan berita acaranya disampaikan kepada kepala kejaksaan negeri setempat, ketua pengadilan negeri setempat, Menteri, dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Tidak memusnahkan tanaman Narkotika yang ditemukan sejak saat ditemukan, setelah disisihkan sebagian kecil untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, dan dapat disisihkan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan dan dan untuk kepentingan pembuktian. 2. Pemberlakuan sanksi pidana bagi penyidik Badan Narkotika Nasional (BNN) yang tidak melaksanaakan kewajibannya menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).Kata kunci: penyidik; narkotika; badan narkotika nasional;
PERAN KEPOLISIAN SEBAGAI PENYIDIK UNTUK MENGUNGKAP KASUS BERITA BOHONG (HOAX) PADA MASYARAKAT DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 SEBAGAIMANA TELAH DI UBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG INFORMASI TELEKOMUNIKASI ELEKTRONIK Rauf, Ibrahim Febrianto
LEX CRIMEN Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah peran kepolisian untuk menyikapi sekaligus menyelesaikan permasalahan berita bohongdan bagaimanakah pengaturan serta akibat hukum terkait penyebaran berita bohong ditinjau berdasarkan sistem hukum Indonesia, yang dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: 1. Penyebaran berita bohong yang dapat menimbulkan kebencian terhadap suatu golongan diatur dalam Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 dengan ketentuan setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Pasal ini sesungguhnya tidak memuat unsur ?perbuatan kebohongan?. Hanya saja, kembali pada peristiwa hukumnya, seringkali kecenderungan kesengajaan menyebarkan informasi baik benar ataupun tidak dengan tujuan menyebarkan kebencian semata. 2. Penyebaran berita bohong atau hoax di larang menurut hukum positif atau peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia.  Pengaturan mengenai penyebaran berita bohong lebih lanjut diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 sebagai perubahan atas Undang-Undang 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Akan  tetapi,  di dalam  UU Nomor 11 Tahun 2008, masih ada pasal-pasal  yang berlaku walaupun sudah dirubah  dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016. Oleh karena adanya Undang-Undang  atau hukum yang mengatur tersebut,  pihak kepolisian Republik Indonesia harus menjalankan tugasnya dalam hal penegakan hukum untuk mengungkap  masalah berita bohong tersebut. Sejalan dengan pendapat Barinbing Simpul, bahwa Penegakan hukum merupakan suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan dalam hukum  agar menjadi kewajiban dan ditaati oleh masyarakat.Kata kunci: berita bohong; hoax; penyidik
PENYIDIKAN TERHADAP PERKARA TINDAK PIDANA DI BIDANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA Wulandari, Laras Ayu
LEX CRIMEN Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana penyidikan terhadap tindak pidana di bidang pertambangan mineral dan batubara dan bagaimana bentuk-bentuk perbuatan yang terjadi, sehingga dapat digolongkan sebagai tindak pidana di bidang pertambangan mineral dan batubara. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Penyidikan tindak pidana pertambangan mineral dan batu bara dilakukan oleh penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri sipil yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang pertambangan yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyidikan merupakan serangkaian tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana pertambangan mineral dan batu bara yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. 2. Tindak pidana pertambangan, merupakan perbuatan seperti melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK. Pemegang IUP, IPR, atau IUPK dengan sengaja menyampaikan laporan dengan tidak benar atau menyampaikan keterangan palsu. Melakukan eksplorasi tanpa memiliki IUP atau IUPK dan mempunyai IUP Eksplorasi tetapi melakukan kegiatan operasi produksi dan pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian, pengangkutan, penjualan mineral dan batubara yang bukan dari pemegang IUP, IUPK, atau izin serta merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan dari pemegang IUP atau IUPK yang telah memenuhi syarat-syarat.Kata kunci: Penyidikan, Tindak Pidana, Pertambangan Mineral dan Batubara

Page 2 of 2 | Total Record : 20


Filter by Year

2018 2018


Filter By Issues
All Issue Vol. 12 No. 5 (2024): Lex Crimen Vol. 12 No. 4 (2024): Lex crimen Vol. 12 No. 3 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 2 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 1 (2023): Lex Crimen Vol. 11 No. 5 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 2 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 1 (2022): Lex Crimen Vol 10, No 13 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 12 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 11 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 10 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 9 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 8 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 7 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 6 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 4 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 3 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 1 (2021): Lex Crimen Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 3 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 2 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 1 (2020): Lex Crimen Vol 8, No 12 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 11 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 8 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 6 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 4 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 3 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 2 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 1 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 6 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 5 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 3 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 2 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen Vol 6, No 10 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 8 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 7 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 6 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 4 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 3 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 2 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 1 (2017): Lex Crimen Vol 5, No 7 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 6 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 5 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 4 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 3 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 2 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 1 (2016): Lex Crimen Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 6 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 3 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 2 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 1 (2015): Lex Crimen Vol 3, No 4 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 3 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 2 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen Vol 2, No 7 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 6 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 5 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 3 (2013): Lex Crimen Vol. 2 No. 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 1 (2013): Lex Crimen Vol 1, No 4 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 3 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 2 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 1 (2012) More Issue