cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
LEX CRIMEN
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal ini merupakan jurnal elektronik (e-journal) Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, yang dimaksudkan sebagai wadah publikasi tulisan-tulisan tentang dan yang berkaitan dengan hukum pidana. Artikel-artikel skripsi mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat merupakan salah satu prioritas dengan tetap memberi kesempatan untuk karya-karya tulis lainnya dari mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Unsrat, dengan tidak menutup kemungkinan bagi pihak-pihak lainnya, sepanjang menyangkut hukum pidana. Tulisan-tulisan yang dimuat di sini merupakan pendapat pribadi penulisnya dan bukan pendapat Fakultas Hukum Unsrat.
Arjuna Subject : -
Articles 20 Documents
Search results for , issue "Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen" : 20 Documents clear
PENGAMBILAN PAKSA ATAS BARANG ORANG LAIN OLEH DEBT COLLECTOR DITINJAU DARI PASAL 362 KUHP Kalesaran, Reymond I.
LEX CRIMEN Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui apakah Tindakan Pengambilan Paksa Atas Barang Orang Lain Oleh Debt Collector Sebagai Tindak Pidana dan bagaimana Bentuk sanksi Pidana Debt Collector Yang Melakukan Pengambilan Paksa Atas Barang Orang Lain, yang dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: 1. Bahwa Segala macam tindakan debt collector yang mengambil unit jaminan fidusia ( unit kendaraan bermontor ) harus mengikuti prosedur yang ada dan sesuai dengan peraturan Kementrian Keuangan No. 10 tahun 2012. Kenyataan yang terjadi di masyarakat, dimana oknum debt collector sering melakukan penagihan kredit bermasalah terhadap nasabah tidak sesuai dengan SOP mengakibatkan oknum  debt collector tersebut dapat dikategorikan sebagai suatu perbuatan pidana yang dalam hal ini adalah pencurian. 2. Tindakan personal dari seorang debt collector dapat diukur batasannya dengan menggunakan batasan hukum pidana, yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (“KUHP”). Upaya yang dapat dilakukan apabila debt collector telah melangkahi batas-batas kepatutan menurut hukum pidana, adalah dengan melaporkan tindakan debt collector yang diluar batas tersebut kepada yang berwenang, yakni dalam hal ini adalah pihak Kepolisian.Kata kunci: pengambilan paksa; debt collector;
ALASAN PENGAJUAN KASASI DALAM PRAKTEK PERKARA PIDANA Paususeke, Almer
LEX CRIMEN Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses pemeriksaan atas permohonan kasasi dalam praktik perkara pidana dan bagaimana pengaturan dan alasan pemeriksaan tingkat kasasi dalam praktik perkara pidana. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Alasan pengajuan kasasi merupakan upaya hukum yang dilakukan terhadap putusan Pengadilan Tinggi (Banding) karena pihak yang merasa tidak puas terhadap putusan yang diberikan padanya, permohonan kasasi diajukan kepada Mahkamah Agung.  Oleh pihak yang berperkara, kuasa hukum khusus secara tertulis/lisan dan Jaksa Agung karena jabatannya melalui panitera Pengadilan negeri dalam tenggang waktu 14 hari kerja, apabila lewat 14 hari maka pihak yang berperkara dianggap telah menerima putusan tersebut.Pemeriksaan tingkat kasasi pemohon wajib menyampaikan memori kasasi yang memuat alasan-alasan permohonan kasasi dalam waktu 14 hari sebagai syarat mutlak, dan pihak lawan memberikan jawaban terhadap memori kasasi kepada panitera Pengadilan Negeri.Setelah menerima memori kasasi dan jawaban terhadap memori kasasi, panitera Pengadilan Negeri menggabungkan dengan berkas perkaranya mengirim kepada Mahkamah Agung paling lama/lambat 30 hari kerja. 2. Pengaturan dan pemeriksaan tingkat kasasi sebagai upaya hukum bagi pihak yang tidak menerima atas putusan Pengadilan Tinggi (Banding) yang diatur dalam KUHAP, dengan tujuan utama terdapat suatu kepastian hukum bagi pencari keadilan, hal ini tertuang dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP.  Untuk mencapai kesatuan peradilan dan penerapan undang-undang setepat-tepatnya serta keragaman dalam peradilan.  Ketentuan kasasi demi kepentingan hukum terhadap pengadilan (peradilan umum) berlalu juga terhadap peradilan militer.
PERAN BNPT DALAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME MENURUT PERPRES NO. 46 TAHUN 2010 TENTANG BNPT Ibrahim, Alfrialdo
LEX CRIMEN Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Peran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dalam mencegah terorisme dan bagaimana Peran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dalam menanggulangi terorisme. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Peran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dalam mencegah  terorisme adalah dengan melakukan tindakan mulai dari pengawasan, kontra propaganda, penangkalan dan kewaspadaan yang dilakukan secara sistematis, terukur dan komprehensif untuk mencegah terjadinya aksi terorisme di Indonesia. 2. Peran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dalam menanggulangi terorisme adalah dengan melaksanakan program deradikalisasi yang dilakukan di dalam dan di luar lapas yang meliputi identifikasi, rehabilitasi, reedukasi, dan resosialisasi yang dilakukan dengan pendekatan agama, pendekatan psikologis, pendekatan sosial budaya, pendekatan ekonomi, pendekatan hukum, pendekatan politik, dan pendekatan teknologi. Dengan tetap menjunjung tinggi prinsip supremasi hukum, prinsip Hak Asasi Manusia, prinsip kesetaraan dan prinsip pembinaan dan pemberdayaan.Kata kunci: Peran BNPT, pencegahan dan penanggulangan, terorisme
SANKSI PIDANA TERHADAP KORPORASI YANG MEMPERJUALBELIKAN ORGAN ATAU JARINGAN TUBUH MANUSIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN Dien, Riliya Aprodita
LEX CRIMEN Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimanakah pengaturan hukum mengenai transplantasi organ atau jaringan tubuh manusia dari pihak donor kepada pihak lain yang membutuhkannya untuk kepentingan kemanusiaan dan bagaimanakah pemberlakuan sanksi pidana terhadap korporasi yang memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh manusia untuk tujuan komersial, yang dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: 1. Pengaturan hukum mengenai transplantasi organ atau jaringan tubuh manusia, dari pihak donor kepada pihak lain yang membutuhkannya telah menegaskan transplantasi hanya dapat dilakukan untuk kepentingan kemanusiaan dan dilarang memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh manusia untuk tujuan komersial.  Apabila korporasi terbukti secara sah memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh manusia, maka perbuatan tersebut merupakan tindak pidana dan dapat dikenakan sanksi pidana sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Pemberlakuan sanksi pidana terhadap korporasi sebagai pelaku jual-beli organ atau jaringan tubuh manusia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yakni pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) terhadap pengurus korporasi dan khusus untuk korporasi pidana denda diberlakukan dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda yang dikenakan pada pengurus korporasi. Selain pidana denda, korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa: pencabutan izin usaha; dan/atau  pencabutan status badan hukum.Kata kunci: korporasi; jual beli organ manusia;
PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN SERTA PENUNTUTAN TINDAK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA Mandak, Allan Dodi L.
LEX CRIMEN Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana tahap  penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana dan bagaimana tahap penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif disimpulkan: 1. Penanganan tindak pidana di luar persidangan terdiri dari penyelidikan, penyidikan. Hal ini merupakan kewenangan dari Kepolisian Negara RI, PNS yang berwenang khusus dan kejaksaan (Jaksa) pada kasus pidana tertentu sesuai dengan aturan yang tertuang dalam KUHAP. Penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh Kepolisian Negara RI, bila selesai pemberkasan dilanjutkan penyerahan berkas tersebut kepada jaksa penuntut umum, apabila belum sempurna/lengkap maka jaksa akan mengembalikan berkas tersebut untuk diperbaiki dalam waktu 7 hari harus dikembalikan. 2. Penanganan tindak pidana di dalam persidangan adalah jaksa penuntut umum sebagai penuntut dalam acara pidana. Adapun hakim selaku pemeriksa dan penuntut dalam acara pidana/persidangan yang dipimpinnya, tuntutan jaksa selaku penuntut umum sesuai atau berdasarkan pada hasil penyidikan yang dilakukan oleh Kepolisian Negara RI, atau oleh Jaksa sendiri (kasus pidana tertentu). Adapun hakim dalam mengambil putusan dalam persidangan berdasarkan pertimbangan, fakta hukum yang terlihat dalam persidangan, bukti-bukti yang sah menurut hukum, keyakinan, hakim dan hasil musyawarah para hakim yang tergabung dalam majelis hakim yang sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.Kata kunci: Penyelidikan dan Penyidikan, Penuntutan, Tindak Pidana
PENERAPAN ASAS KEKHUSUSAN SISTEMATIS SEBAGAI LIMITASI ANTARA HUKUM PIDANA DAN HUKUM PIDANA ADMINISTRASI Mewengkang, Marchellino Christian Nathaniel
LEX CRIMEN Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana eksistensi asas kekhususan sistematis dalam ketentuan perundang-undangan pidana dan bagaimana penerapan asas kekhususan sistematis dalam limitasi hukum pidana administrasi dengan hukum pidana. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Secara garis besar tentang Korupsi Sistemik, keterkaitan antara “Beleid” dengan Tindak Pidana Korupsi dirangkumkan antara lain sebagai berikut: Kewenangan diskresioner (“discretionary power”) dari aparatur Negara, baik perbuatannya dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan (kewenangan mengikat) maupun menyimpangi peraturan perundang-undangan (kewenangan aktif), dan dilakukan sesuai pula dengan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik, dalam kondisi yang mendesak, urgensi dan atau darurat sifatnya merupakan “overheidsbeleid” dalam area Hukum Administrasi Negara (“Administratiefrechtelijk”) yang tidak menjadi yurisdiksi dan makna “menyalahgunakan kewenangan” maupun “melawan hukum” (formiel dan materiel) dalam Hukum Pidana, khususnya tindak pidana korupsi. 2. Penerapan asas kekhususan sistematis dalam produk hukum administrative penal law di bidang perbankan merupakan upaya untuk menjustifikasi, baik secara kualititatif dan kuantitatif atas efektivitas dan efisiensi yang diharapkan dapat tercapai.Kata kunci: Penerapan Asas Kekhususan Sistematis, Limitasi, Hukum Pidana, Hukum Pidana Administrasi
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA CYBERSHOP MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK Oroh, Venessa Esteria
LEX CRIMEN Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara pembuktian tindak pidana penipuan melalui media cybershop di tinjau dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 dan bagaimana cara menanggulangi tindak pidana penipuan melalui media cybershop. Dengan menggunakan metode penel;itian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Penggunaan sistem pembuktian dan alat-alat bukti bedasarkan KUHAP mampu menjangkau pembuktian untuk tindak pidana cyber. Penelusuran terhadap alat-alat bukti seperti keterangan saksi, keterangan ahli, alat bukti surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa, sangat bisa membuat terang kasus cybercrime dalam sidang pengadilan. Pengaturan tindak pidana cyber mengalami kemajuan yang sangat baik setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Infromasi dan Transaksi Elektronik. Meskipun penerapannya dalam sidang pengadilan tidak lepas dari pertimbangan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, lebih khusus mengenai sistem pembuktian dan alat-alat bukti. 2. Tindak pidana penipuan dalam media cybershop tidak akan terjadi, jika kita sebagai pengguna media cybershop teliti dan berhati-hati dalam menggunakan media cybershop. Pemeriksaaan menyeluruh terhadap identitas penjual dan prodak yang ditawarkan harus dilakukan sebelum kita mentransfer sejumlah uang. Jika kita sudah terlanjur mentransfer sejumlah uang pada si penjual, bukti transaksi baik itu bukti chat atau bukti transfer harus kita simpan dengan baik.Kata kunci: Tinjauan Yuridis, Tindak Pidana Cybershop, Informasi dan Transaksi Elektronik.
PERLINDUNGAN KORBAN DALAM PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA BERDASARKAN UURI NO. TAHUN 2014 Pangalila, Afiano
LEX CRIMEN Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelindungan terhadap hak-hak korban dalam proses penyelesaian perkara pidana dan bagaimana peran dan kedudukan koban dalam proses penyelesaian perkara pidana. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) kedudukan korban merupakan salah satu alat bukti yang sesuai pasal 184 KUHAP, dan sesuai pasal 1 KUHAP, saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan alami sendiri. 2. LPSK atau lembaga perlindungan saksi dan korban adalah lembaga mandiri yang mandiri yang didirikan dan bertanggungjawab untuk menangani pemberian perlindungan dan bantuan pada saksi dan korban berdasarkan tugas dan kewenangan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang 31 Tahun 2014.Kata kunci: Perlindungan korban, penyelesaian perkara pidana.
KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENANGGULANGAN CYBERPORN DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA DI INDONESIA Paseki, Winston Ceasar
LEX CRIMEN Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk mengetahui bagaimana penanggulangan cyberporn dalam Hukum Pidana Indonesia dan apa yang menjadi kendala dalam menanggulangi Tindak Pidana Pornografi, di mana dengan menggunakan metode penelitian hukum normarif disimpulkan: 1. Bahwa pemerintah Republik Indonesia telah sangat sering untuk menanggulangi tindak pidana pornografi terbukti dalam perkembangan pengaturan ketentuan pidana seperti yang diatur dalam KUHP, Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi serta Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 juncto perubahannya yakni Undang-Undang No. 19 Tahun 2016. 2. Kendala dalam penanggulangan tindak pidana pornografi karena kurangnya sumber daya manusia yang memiliki kemampuan di bidang ITE serta kurangnya sarana prasarana beserta anggaran yang tersedia.Kata kunci: cyberporn; pidana
PERAN KESALAHAN KORBAN DALAM PERBUATAN KARENA KEALPAAN MENYEBABKAN MATINYA ORANG LAIN (PASAL 359 KUHP) (KAJIAN PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 354 K/KR/1980) Opit, Joy Deres Yudhaclaus
LEX CRIMEN Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peran kesalahan korban dalam perbuatan karena kealpaan (kelalaian) mengakibatkan matinya orang (Pasal 359 KUHP) dan bagaimana penerapan peran korban dalam putusan pengadilan. Dengan menggunakan metode penelitian yuyridis normatif, disimpulkan:  1. Dalam tindak pidana karena kealpaan (kelalaian) menyebabkan orang lain mati, kesalahan korban tidak mempunyai peran yang dapat menghapuskan kesalahan pelaku; di mana hal ini juga didukung oleh penelitian victimology (ilmu tentang korban) yang menyatakan sebagai salah satu tipe korban yaitu korban yang turut mempunyai andil untuk terjadinya kejahatan, sehingga kesalahan terletak pada pelaku dan korban. 2. Penerapan peran kesalahan korban dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 354 K/Kr/1980, tanggal 21 Januari 1981, yaitu Mahkamah Agung menegaskan bahwa adanya kesalahan korban tidak menghapuskan kesalahan terdakwa.Kata kunci: Peran kesalahan, korban, kealpaan, matinya orang lain.

Page 1 of 2 | Total Record : 20


Filter by Year

2018 2018


Filter By Issues
All Issue Vol. 12 No. 5 (2024): Lex Crimen Vol. 12 No. 4 (2024): Lex crimen Vol. 12 No. 3 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 2 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 1 (2023): Lex Crimen Vol. 11 No. 5 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 2 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 1 (2022): Lex Crimen Vol 10, No 13 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 12 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 11 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 10 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 9 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 8 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 7 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 6 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 4 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 3 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 1 (2021): Lex Crimen Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 3 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 2 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 1 (2020): Lex Crimen Vol 8, No 12 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 11 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 8 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 6 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 4 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 3 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 2 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 1 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 6 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 5 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 3 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 2 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen Vol 6, No 10 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 8 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 7 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 6 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 4 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 3 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 2 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 1 (2017): Lex Crimen Vol 5, No 7 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 6 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 5 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 4 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 3 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 2 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 1 (2016): Lex Crimen Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 6 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 3 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 2 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 1 (2015): Lex Crimen Vol 3, No 4 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 3 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 2 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen Vol 2, No 7 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 6 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 5 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 3 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 2 (2013): Lex Crimen Vol. 2 No. 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 1 (2013): Lex Crimen Vol 1, No 4 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 3 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 2 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 1 (2012) More Issue