cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
LEX CRIMEN
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal ini merupakan jurnal elektronik (e-journal) Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, yang dimaksudkan sebagai wadah publikasi tulisan-tulisan tentang dan yang berkaitan dengan hukum pidana. Artikel-artikel skripsi mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat merupakan salah satu prioritas dengan tetap memberi kesempatan untuk karya-karya tulis lainnya dari mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Unsrat, dengan tidak menutup kemungkinan bagi pihak-pihak lainnya, sepanjang menyangkut hukum pidana. Tulisan-tulisan yang dimuat di sini merupakan pendapat pribadi penulisnya dan bukan pendapat Fakultas Hukum Unsrat.
Arjuna Subject : -
Articles 20 Documents
Search results for , issue "Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen" : 20 Documents clear
PEMBERLAKUAN KETENTUAN PIDANA DENDA TERHADAP KORPORASI AKIBAT MELAKUKAN TINDAK PIDANA RUPIAH Kakalang, Jerry Ch.
LEX CRIMEN Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk-bentuk tindak pidana rupiah yang dilakukan korporasi sehingga dapat dikenakan pidana denda dan bagaimana pemberlakuan ketentuan pidana denda terhadap korporasi akibat melakukan tindak pidana rupiah. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Bentuk-bentuk tindak pidana yang dilakukan korporasi sehingga dapat dikenakan pidana denda, telah diatur dalam  Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang. Hal ini menunjukkan pemberlakuan sanksi pidana penjara dan denda tidak hanya dikenakan terhadap pengurus korporasi, tetapi juga terhadap korporasi itu sendiri dapat dikenakan pidana denda yang tentunya wajib ditanggung oleh pengurus korporasi. 2. Pemberlakuan ketentuan pidana denda terhadap korporasi akibat melakukan tindak pidana rupiah. Pidana yang dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan ketentuan ancaman pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, atau Pasal 37 ditambah 1/3 (satu per tiga). Dalam hal terpidana korporasi tidak mampu membayar pidana denda, dalam putusan pengadilan dicantumkan perintah penyitaan harta benda korporasi dan/atau harta benda pengurus korporasi. Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, atau Pasal 37, setiap orang dapat dikenai pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha dan/atau perampasan terhadap barang tertentu milik terpidana. Dalam hal terpidana perseorangan tidak mampu membayar pidana denda pidana denda diganti dengan pidana kurungan dengan ketentuan untuk setiap pidana denda sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan. Lama pidana kurungan pengganti harus dicantumkan dalam putusan pengadilan.Kata kunci: Pemberlakuan Ketentuan Pidana Denda, Korporasi, Tindak  Pidana  Rupiah
FUNGSI PSIKOLOGI HUKUM DALAM PENEGAKAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA Malonda, Jaclyene Rachel
LEX CRIMEN Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apa fungsi dari psikologi hukum dalam proses hukum secara umum dan bagaimana fungsi psikologi hukum dalam penegakan hukum pidana di  Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative, disimpulkan: 1. Sebagai cabang dari ilmu hukum, psikologi hukum mempelajari perilaku atau sikap psikis/jiwa individu maupun kelompok. Psikologi hukum hadir dan memiliki fungsi dan bagiannya dalam berbagai proses hukum seperti dalam proses penyidikan, pengadilan maupun dalam Lembaga Permasyarakatan. Dalam proses penyidikan, membantu penyidik dalam melakukan penyidikan pada korban, saksi dan pelaku. Dalam pengadilan, adanya saksi ahli seperti psikolog dalam persidangan. Dalam Lembaga Permasyarakatan adanya asesmen dan intervensi psikologi pada narapidana. Memberi manfaat dan kemudahan dalam penuntasan tindak pidana hukum sesuai perspektif psikologi. 2. Psikologi hukum berkontribusi dalam penegakan hukum pidana dalam bentuk memberikan pengetahuan yang berguna dalam proses penegakan hukum. Digunakan untuk menjelaskan perilaku terdakwa maupun korban yang dapat digunakan dalam proses persidangan. Berperan juga dalam 4 tahapan penegakan hukum pidana di Indonesia dimulai dari pencegahan, penanganan, pemidanaan, dan pemenjaraan. Mempertimbangkan kondisi psikologis pelaku maupun korban, serta sebanyak mungkin menghindari penggunaan kekerasan dalam penegakan hukum.Kata kunci: Fungsi psikologi hokum, penegakan hukum pidana, di indonesia
TINDAK PIDANA PERUSAKAN BARANG DALAM PASAL 406 AYAT (1) KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KAJIAN PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 619 K/PID/2017) Kevin, Kembuan Bryan
LEX CRIMEN Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan tindak pidana perusakan barang dalam Pasal 406 ayat (1) KUHP dan bagaimana praktik penerapan tindak pidana perusakan barang (Pasal 406 ayat (1) KUHP) dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 619 K/Pid/2017. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pengaturan tindak pidana perusakan barang dalam Pasal 406 ayat (1) KUHP merupakan perusakan barang biasa atau dalam bentuk pokok yang unsur-unsurnya: 1) Barang siapa; 2) Dengan sengaja; 3) Dan melawan hukum; 4)  Menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu;  5) Yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain; di mana menurut Wirjono Prodjodikoro banyak kali kesulitan pasal perusakan barang yaitu dalam menentukan mana yang masih merupakan wanprestasi dalam bidang hukum perdata dan mana yang sudah merupakan delik perusakan barang. 2. Praktik penerapan tindak pidana perusakan barang dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 619 K/Pid/2017, yaitu menurut Mahkamah Agung dalam peristiwa di mana seseorang telah melakukan take over (pengambilan alihan) suatu perusahaan dan kemudian menyebabkan tidak dapat dipakainya barang/mesin tertentu dalam perusahaan yang berada di luar perjanjian take over itu, maka perbuatan terdakwa tersebut semata-mata merupakan wanprestasi yang menjadi persoalan bidang hukum perdata dan bukan merupakan tindak pidana perusakan barang.Kata kunci: Tindak pidana, perusakan barang,
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA GRATIFIKASI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI Mamesah, Fabian Ratulangi
LEX CRIMEN Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana upaya pemerintah memberantas tindak pidana gratifikasi guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan bagaimana partisipasi masyarakat dalam penyidikan tindak pidana gratifikasi berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative, disimpulkan: 1. Upaya pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana gratifikasi guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat dititikberatkan pada upaya pencegahan dan upaya penindakan. Upaya pencegahan dilakukan melalui penguatan integritas dan etika penyelenggara negara. Optimalisasi program reformasi birokrasi, optimalisasi program keterbukaan informasi publik dan optimalisasi pendidikan dan kampanye antikorupsi. Upaya penindakan dilakukan melalui harmonisasi peraturan perundang-undangan, optimalisasi penanganan perkara dan optimalisasi penyelamatan kerugian negara. 2. Partisipasi masyarakat dalam penyidikan tindak pidana gratifikasi dapat diwujudkan dalam bentuk mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana gratifikasi. Namun partisipasi masyarakat baik perorangan maupun organisasi kemasyarakatan dalam penyidikan tindak pidana gratifikasi masih kurang terutama karena terhambat masalah keuangan atau pembiayaan.Kata kunci: Partisipasi Masyarakat, Penyidikan Tindak Pidana Gratifikasi, Komisi Pemberantasan Korupsi
PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA GRATIFIKASI MENURUT HUKUM POSITIF INDONESIA Lalu, Ricardo
LEX CRIMEN Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah gratifikasi merupakan suatu perbuatan yang dilarang dan bagaimana penegakan hukum bagi pelaku tindak pidana gratifikasi menurut hukum pidana positif Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Gratifikasi dianggap sebagai perbuatan yang dilarang karena gratifikasi diberikan karena ada hubungan kerja atau kedinasan antara pemberi dengan pejabat yang menerima. Gratifikasi yang diterima oleh penerima gratifikasi yaitu pegawai negeri atau penyelenggara negara berhubungan dengan jabatan mereka. Penerimaan tersebut dilarang oleh peraturan yang berlaku, bertentangan dengan kode etik, memiliki konflik kepentingan atau merupakan penerimaan yang tidak patut/tidak wajar. 2. Penegakan hukum bagi penerima gratifikasi adalah sebagaimana yang ditentukan dalamPasal 12 B ayat (2) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).Kata kunci:  Penegakan Hukum, Tindak Pidana Gratifikasi, Hukum Positif Indonesia
PASAL 14 DAN PASAL 15 UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1946 TENTANG PERATURAN HUKUM PIDANA SEBAGAI DASAR PENUNTUTAN PERBUATAN MENYIARKAN KABAR BOHONG (HOAX) Lawan, Eldmer C. G.
LEX CRIMEN Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana pengaturan Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang tindak pidana menyiarkan kabar bohong dan bagaimana Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Indang Nomor 1 Tahun 1946 sebagai dasar penuntutan perbuatan menyiarkan kabar bohong, yang dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif disimpulkan:  1. Pengaturan Pasal 14 ayat (1), Pasal 14 ayat (2), dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang tindak pidana menyiarkan kabar bohong dapat mencakup perbuatan-perbuatan yang sekarang dikenal sebagai menyiarkan hoaks (kabar bohong) sekalipun dilakukan tidak melalui media elektronik. 2. Pasal 14 ayat (1), Pasal 14 ayat (2), dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 merupakan delik biasa, bukan delik aduan, sehingga penuntutan dapat dilakukan dengan tidak memerlukan adanya pengaduan dari pihak yang berkepentingan/pihak yang dirugikan.Kata kunci: kabar bohong; hoaks;
PEMBERLAKUAN KETENTUAN PIDANA DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN Sondakh, Devan Happy
LEX CRIMEN Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana jenis-jenis tindak pidana pelanggaran yang dapat dikenakan sanksi pidana menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dan bagaimana pemberlakuan ketentuan pidana dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Jenis-jenis tindak pidana pelanggaran yang dapat dikenakan sanksi pidana, menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yaitu bagi setiap orang yang tidak bersedia diminta keterangannya, termasuk membukakan buku dan memperlihatkan surat-surat yang diperlukan oleh mediator, konsiliator, arbiter atau majelis arbiter dan hakim untuk penyelesaian perselisihan hubungan industrial berdasarkan undang-undang. Tidak bersedia melaksanakan kewajiban untuk dipanggil untuk menjadi saksi atau saksi ahli memenuhi panggilan dan memberikan kesaksiannya di bawah sumpah. Konsiliator, Arbiter dan Hakim tindak melaksanakan kewajiban merahasiakan semua keterangan yang diminta. 2. Pemberlakuan ketentuan pidana terhadap tindak pidana pelanggaran dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial dapat dikenakan terhadap setiap orang, Konsiliator, Arbiter dan Hakim apabila melanggar Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dengan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan dan atau denda paling sedikit Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Kata kunci: Pemberlakuan ketentuan pidana, penyelesaian Perselisihan, hubungan industrial.
PEMBERLAKUAN PIDANA DENDA TERHADAP KORPORASI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Umbas, Revan
LEX CRIMEN Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pemberlakuan pidana denda terhadap korporasi apabila melakukan perbuatan pidana terhadap saksi dan korban dan bagaimana tindak pidana korporasi yang dilakukan sehingga dapat dikenakan pidana denda menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban dikenakan pidana denda korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa: pencabutan izin usaha; pencabutan status badan hukum; dan/atau pemecatan pengurus. 2. Tindak pidana korporasi yang dilakukan sehingga dapat dikenakan pidana denda yaitu: memaksakan kehendaknya dengan menggunakan kekerasan atau cara tertentu, yang menyebabkan saksi dan/atau korban tidak memperoleh perlindungan serta akibat perbuatan tersebut menimbulkan luka berat dan matinya saksi dan/atau korban. menghalang-halangi saksi dan/atau korban secara melawan hukum sehingga saksi dan/atau korban tidak memperoleh perlindungan atau bantuan, serta menyebabkan saksi dan/atau korban atau keluarganya kehilangan pekerjaan karena saksi dan/atau korban tersebut memberikan kesaksian yang benar dalam proses peradilan dan dikuranginya hak-hak saksi dan korban sebagai manusia. secara melawan hukum memberitahukan keberadaan Saksi dan/atau korban yang sedang dilindungi dalam suatu tempat kediaman sementara atau tempat kediaman baru.Kata kunci:  Pemberlakuan Pidana Denda, Korporasi, Perlindungan Saksi Dan Korban
PENGATURAN ALAT BUKTI ELEKTRONIK DALAM SISTEM PEMBUKTIAN HUKUM ACARA PIDANA DI INDONESIA Damopolii, Setyo Prayogo
LEX CRIMEN Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan alat bukti elektronik dalam sistem pembuktian hukum  acara pidana di Indonesia dan bagaimana pembatasan dalam memperoleh alat bukti elektronik menurut hukum acara pidana di Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pengaturan alat bukti elektronik dalam sistem pembuktian hukum  acara pidana di Indonesia, yaitu sekalipun KUHAP, yaitu KUHAP belum mengenal alat bukti elektronik, sebagaimana terlihat dari alat-alat bukti dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, tetapi beberapa undang-undang di luar KUHAP yang memiliki ketentuan khusus acara pidana telah menerima alat bukti elektronik untuk pemeriksaan dan pembuktian tindak pidana yang diatur dalam masing-masing undang-undang yang bersangkutan. 2. Pembatasan dalam memperoleh alat bukti elektronik menurut hukum acara pidana di Indonesia menurut putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016 tanggal 07/09/2016 yaitu ketika aparat penegak hukum menggunakan alat bukti yang diperoleh dengan cara yang tidak sah (unlawful legal evidence) maka bukti dimaksud dikesampingkan oleh hakim atau dianggap tidak mempunyai nilai pembuktian oleh pengadilan.Kata kunci:  Pengaturan Alat Bukti Elektronik,  Sistem Pembuktian, Hukum Acara Pidana
SANKSI ATAS TINDAK PIDANA PELANGGARAN KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG Robot, Julian Fernando
LEX CRIMEN Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini, Untuk mengetahui jenis-jenis tindak pidana pelanggaran atas ketentuan-ketentuan hukum di bidang ketenagakerjaan dan pemberlakuan sanksi atas tindak pidana pelanggaran Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif, disimpulkan:1)Jenis-jenis pelanggaran atas ketentuan-ketentuan hukum di bidang ketenagakerjaan, seperti pelaksana penempatan tenaga kerja atau pemberi kerja tidak melaksanakan kewajiban untuk memberikan perlindungan mencakup kesejahteraan, keselamatan, dan kesehatan baik mental maupun fisik tenaga kerja. Pemberi kerja melarang mogok kerja dan melanggar persyaratan bagi tenaga kerja asing Adanya pelanggaran terhadap pekerja penyandang cacat, anak dan perempuan dan jenis-jenis pelanggaran hukum lainnya sebagaimana diatur dalam Pasal 186 sampai dengan Pasal 188 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; 2) Pemberlakuan sanksi atas tindak pidana pelanggaran Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, berupa sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau sanksi pidana denda sesuai dengan jenis pelanggaran hukum yang terbukti secara sah dilakukan oleh pelaku.

Page 2 of 2 | Total Record : 20


Filter by Year

2019 2019


Filter By Issues
All Issue Vol. 12 No. 5 (2024): Lex Crimen Vol. 12 No. 4 (2024): Lex crimen Vol. 12 No. 3 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 2 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 1 (2023): Lex Crimen Vol. 11 No. 5 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 2 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 1 (2022): Lex Crimen Vol 10, No 13 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 12 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 11 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 10 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 9 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 8 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 7 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 6 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 4 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 3 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 1 (2021): Lex Crimen Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 3 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 2 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 1 (2020): Lex Crimen Vol 8, No 12 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 11 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 8 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 6 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 4 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 3 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 2 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 1 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 6 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 5 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 3 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 2 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen Vol 6, No 10 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 8 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 7 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 6 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 4 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 3 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 2 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 1 (2017): Lex Crimen Vol 5, No 7 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 6 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 5 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 4 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 3 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 2 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 1 (2016): Lex Crimen Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 6 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 3 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 2 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 1 (2015): Lex Crimen Vol 3, No 4 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 3 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 2 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen Vol 2, No 7 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 6 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 5 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 3 (2013): Lex Crimen Vol. 2 No. 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 1 (2013): Lex Crimen Vol 1, No 4 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 3 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 2 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 1 (2012) More Issue