cover
Contact Name
Endang Sriyati
Contact Email
jppi.puslitbangkan@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
jppi.puslitbangkan@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kab. karawang,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia
ISSN : 08535884     EISSN : 25026542     DOI : -
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia accepts articles in the field of fisheries, both sea and inland public waters. The journal presents results of research resources, arrest, oceanography, environmental, environmental remediation and enrichment of fish stocks.
Arjuna Subject : -
Articles 9 Documents
Search results for , issue "Vol 14, No 4 (2008): (Desember 2008)" : 9 Documents clear
REPRODUKSI ASEKSUAL PADA Holothuria atra (ECHINODERMATA) DI TELUK MEDANA, LOMBOK BARAT Sigit Anggoro Putro Dwiono; Pradina Purwati; Varian Fahmi; Lisa F. Indriana
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 14, No 4 (2008): (Desember 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (139.96 KB) | DOI: 10.15578/jppi.14.4.2008.415-521

Abstract

Beberapa jenis timun laut secara alamiah memiliki kemampuan untuk berkembang biak secara aseksual melalui pembelahan (fission). Penelitian ini merupakan studi pertama tentang reproduksi aseksual alamiah timun laut di perairan Indonesia. Di Teluk Medana, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat fenomena reproduksi aseksual ini ditunjukkan oleh populasi Holothuria atra. Untuk mengetahui intensitas, musim, dan peran reproduksi ini dalam memelihara populasi, dilakukan monitoring bulanan mulai bulan Pebruari 2007 sampai Pebruari 2008. Hasil tersebut menunjukkan bahwa reproduksi aseksual pada populasi Holothuria atra ini terjadi sepanjang tahun. Intensitas pembelahan (fission intensity) maksimum mencapai 32,69%, yang berarti bahwa 1/3 dari populasi melakukan pembelahan. Variasi laju pembelahan (fission rate) berkisar antara 1,79 dan 23,68%. Pada bulan Mei 2007, komponen individu hasil pembelahan hampir mencapai separuh (47,4%) dari jumlah individu keseluruhan. Ketiga indikator ini cukup untuk menyimpulkan bahwa reproduksi aseksual pada Holothuria atra di Medana berperan dalam memelihara populasi di habitat tersebut. Topik ini sangat penting diteliti mengingat peran reproduksi aseksual ini dalam mempertahankan keberadaan di alam. Several species of sea cucumbers are able to reproduce asexually through fission. This study is the first report on fission of holothurian populations in Indonesian waters. At Medana Bay,West Lombok, fission was demonstrated by Holothuria atra population. To determine the intensity, season, and the role of fission on the population maintenance, monitoring was conducted on monthly basis, from February 2007 until February 2008. This study revealed that fission occurred throughout the year. Maximum fission intensity was 32,69%, implying that one third of the population underwent fission. Fission rate which was illustrated by the frequency of fission products during 13 month of observations, varied between 1.79 and 23.68%. In May 2007, fission products composed nearly half (47.4%) of the population. These three indicators may be sufficient to conclude that asexual reproduction in Holothuria atra population at Medana Bay might contribute significantly in maintaining its population size. This research topic seems important to be carried out considering the role of asexual reproduction in maintaining its natural population.
KOMPOSISI DAN FLUKTUASI HASIL TANGKAPAN IKAN CUCUT DOMINAN YANG TERTANGKAP RAWAI TUNA PERMUKAAN Dharmadi Dharmadi; Suprapto Suprapto; Agustinus Anung Widodo
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 14, No 4 (2008): (Desember 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (107.98 KB) | DOI: 10.15578/jppi.14.4.2008.371-377

Abstract

Perikanan rawai tuna memiliki kontribusi cukup besar terhadap hasil tangkapan ikan cucut (Requiem shark sp.) di perairan Samudera Hindia. Hasil tangkapan rawai tuna sebagian besar didaratkan di 2 pendaratan ikan utama yaitu Pelabuhan Perikanan Pelabuhan Ratu dan Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap. Kegiatan penelitian untuk mengetahui komposisi dan fluktuasi hasil tangkapan ikan cucut (Requiem shark sp.) dominan pada rawai tuna permukaan berbasis di 2 lokasi pendaratan ikan tersebut dilakukan pada tahun 2004. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi hasil tangkapan cucut (Requiem shark sp.) pada rawai tuna permukaan didominansi oleh jenis ikan cucut karet atau selendang (Prionace glauca) antara 40 sampai dengan 90%, sedangkan komposisi jenis ikan cucut lain seperti ikan cucut lanjaman (Carcharhinus falciformis dan Carcharhinus sorrah), cucut paitan (Alopias superciliosus), cucut tikusan (Alopias pelagicus), dan cucut mako (Isurus sp.) antara 3 sampai dengan 30%. Hasil tangkapan ikan cucut (Requiem shark sp.) terhadap hasil tangkapan total rawai tuna permukaan antara 5 sampai dengan 25% pada tahun 2004 dari rata-rata 85 unit kapal rawai tuna yang beroperasi di perairan Samudera Hindia. Hasil tangkapan ikan cucut (Requiem shark sp.) tertinggi terjadi pada bulan Juli sampai dengan Agustus. Hasil tangkapan ini berkaitan dengan kondisi cuaca (Requiem shark sp.) pada saat nelayan melakukan penangkapan ikan di laut. Tuna long lines fisheries have more contributed on the catch of shark (Requiem shark sp.) in the Indian Ocean. Most of catch from tuna long lines landed at two main landing sites of tuna long line which operated in the Indian Ocean were Pelabuhan Ratu and Cilacap. This study was conducted at that two landing sites during 2004. The result showed that shark (Requiemshark sp.) catch composition on tuna long line was dominated by blue shark, Prionace glauca (40 to 90%), while other sharks i.e. silky shark (Carcharhinus falciformis), spot tail shark (Carcharhinus sorrah), big eye thresher (Alopias superciliosus), pelagic thresher (Alopias pelagicus), and mako shark (Isurus sp.) between 3 to 30% from the total catch of shark (Requiem shark sp.). Percentage catch of sharks (Requiem shark sp.) againts total catch of tuna surface long line during 2004 was ranging 5 to 25% from everage of 85 unit of tuna long line boat that operated in the Indian Ocean. Catch fluctuation related with the weather conditon when the fishers are fishing activity at sea. The high catch of shark (Requiem shark sp.) was occur on July until August.
KUALITAS PERAIRAN SUNGAI MUSI BAGIAN TENGAH DAN HILIR SERTA KELIMPAHAN JENIS IKAN Susilo Adjie
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 14, No 4 (2008): (Desember 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1335.412 KB) | DOI: 10.15578/jppi.14.4.2008.335-344

Abstract

Penelitian untuk mengetahui kualitas lingkungan perairan Sungai Musi bagian tengah dan hilir serta kelimpahan jenis ikan, telah dilakukan dari bulan April sampai dengan Oktober 2003. Metode penelitian menggunakan metode survei dengan menetapkan 15 stasiun pengamatan dari Sungai Musi bagian tengah sampai dengan hilir. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dari hasil pemeriksaan parameter fisika kimia air secara umum perairan Sungai Musi bagian tengah sampai dengan hilir belum terlihat ada indikasi pencemaran. Kehidupan ikan di Sungai Musi bagian tengah sampai dengan hilir belum terlihat ada gangguan akibat pencemaran air. Jenis-jenis ikan yang dijumpai di sepanjang stasiun pengamatan terdapat sekitar 85 jenis yang didominansi oleh famili Cyprinidae. Penyebaran jenis ikan terkonsentrasi di Sungai Musi bagian tengah +- 75 jenis dan bagian hilir +- 58 jenis. A study to determine the water quality in the middle and lower parts of Musi River as well as its fish distribution was conducted from April until October 2003. Research was done under survey method by setting 15 stations in the middle and lower parts of Musi River. Results of the features of the physico chemical parameters showed that Musi River waters in the middle and lower parts were not polluted. There were 85 fish founded in the observed areas and they were dominated by family of cyprinidae. 75 fish species were distributed in the middle part of Musi River and 58 fish species were scattered in the lower.
BIOLOGI REPRODUKSI DAN DUGAAN MUSIM PEMIJAHAN IKAN PELAGIS KECIL DI LAUT CINA SELATAN Suwarso Suwarso; Achmad Zamroni; Wudianto Wudianto
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 14, No 4 (2008): (Desember 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (372.514 KB) | DOI: 10.15578/jppi.14.4.2008.379-391

Abstract

Jenis ikan pelagis kecil merupakan sumber daya ikan dominan yang terdapat di wilayah perairan Laut Cina Selatan. Terdapat beberapa jenis ikan pelagis kecil yang merupakan hasil tangkapan utama antara lain adalah ikan layang (Decapterus sp.) dan kembung (Rastrelliger brachysoma). Penelitian terhadap biologi reproduksi (perkembangan kematangan gonad, sex ratio, dugaan musim pemijahan, dan length at first maturity) telah dilakukan terhadap 3 jenis ikan pelagis kecil (Decapterus russelli, Decapterus macrosoma, dan Rastrelliger kanagurta) yang tertangkap di Laut Cina Selatan. Pengambilan contoh biologi terhadap ke-3 spesies ikan dilakukan di tempat pendaratan ikan Palembang, Pemangkat, dan Pekalongan pada tahun 2003 sampai dengan 2005. Hasil penelitian menunjukkan ada peningkatan nilai gonado somatic index yang seiring dengan bertambah ukuran ikan. Kejadian ini mengindikasikan perkembangan gonad ke arah kematangan. Pola fluktuasi gonado somatic index yang terjadi berdasarkan pada musim (cenderung lebih rendah pada musim barat, semakin meningkat pada akhir musim barat, dan mencapai maksimum pada musim timur dengan diikuti ada penurunan gonado somatic index). Dengan pola demikian ini, mengindikasikan pemijahan utama terjadi sejak akhir musim timur dan berlangsung beberapa bulan sampai dengan musim peralihan. Secara umum, populasi ikan yang tertangkap didominansi oleh ikan yang dalam kondisi belum matang gonad. Jenis Decapterus russelli mencapai kematangan gonad yang pertama (length at first mature) pada kisaran ukuran 18,6 sampai dengan 21,2 cm TL; Decapterus macrosoma pada ukuran 20,5 sampai dengan 21,9 cm TL, sedangkan Rastrelliger kanagurta pada kisaran ukuran 20,4 sampai dengan 22,3 cm TL. Small pelagic fish is one of the most dominant species caught in South China Sea which round scad and Indian meckerel are the main catches. Research on biological reproduction such as gonad somatic index, sex ratio, spawning season, and length at first maturity for three main pelagic species, i.e., Decapterus russelli, Decapterus macrosoma, and Rastrelliger kanagurta, was carried out during 2003 to 2005. Research result shows that there was a tendency that the increasing value of gonad somatic index occurred together with increasing the size of fish. The fluctuation of gonad somatic index was affected by season, the low value of gonad somatic index was found during northwest monsoon, conversely the high value of gonad somatic index occurred during southeast monsoon. This phenomenon indicated that the main spawning season occurred during southeast monsoon on several months before the next intermoon son coming. Generally, the small pelagic species in this area caught abundantly on the mature stage. Length at first maturity for Decapterus russelli observed in the range of 18.6 to 21.2 cm in TL, Decapterus macrosoma recorded in the range of 20.5 to 21.9 cm in TL, and Rastrelliger kanagurta found in the range of 20.4 to 22.3 cm in TL.
KOMPOSISI JENIS, DISTRIBUSI, DAN KEPADATAN STOK IKAN EKOR TIKUS (MACROURIDAE) DI PERAIRAN LAUT DALAM ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA SAMUDERA HINDIA Suprapto Suprapto
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 14, No 4 (2008): (Desember 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (697.383 KB) | DOI: 10.15578/jppi.14.4.2008.403-414

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji, komposisi jenis, penyebaran, dan kepadatan stok ikan ekor tikus (Macrouridae) di perairan laut dalam zona ekonomi eksklusif Indonesia Samudera Hindia meliputi selatan Jawa dan barat Sumatera. Data yang dianalisis merupakan sebagian hasil survei yang dilakukan bulan Juni sampai dengan Agustus 2005 dengan menggunakan K. R. Baruna Jaya (1.219 GT). Estimasi kepadatan stok dilakukan dengan menggunakan metode sapuan dengan pengambilan contoh acak bertingkat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, ikan ekor tikus (Macrouridae) yang tertangkap terdiri atas 35 spesies, mewakili 11 genera. Komposisi hasil tangkapan didominansi oleh spesies Caelorinchus divergens dan Caelorinchus smithi, (19,2 sampai dengan 77,2%). Penyebaran laju tangkap secara horisontal, paling tinggi ditemukan di perairan selatan Jawa, sebaliknya semakin ke arah perairan barat Sumatera, cenderung rendah. Sedangkan secara vertikal, laju tangkap cenderung meningkat seiring dengan bertambah kedalaman. Laju tangkap paling tinggi pada umumnya berada pada kedalaman mulai dari 500 sampai dengan 1.200 m. Jumlah spesies yang tertangkap pada kedalaman lebih dangkal (200 sampai dengan 300 m) relatif sedikit, selanjutnya semakin bertambah kedalaman, jumlah spesies tersebut cenderung meningkat. Spesies yang memperlihatkan penyebaran paling luas terdiri atas Coryphaenoides sp.1 dan Macrouridae sp.1. Kelimpahan stok ikan ekor tikus (Macrouridae) tertinggi ditemukan pada kisaran kedalaman 800 sampai dengan 900 m dan terendah pada kedalaman 200 sampai dengan 300 m. Kepadatan stok di perairan sebelah selatan Jawa, berkisar antara 4 sampai dengan 1.221 kg km-2, rata-rata sekitar 336,53 kg km-2. Sedangkan di perairan barat Sumatera berkisar antara 0,85 sampai dengan 478,4 kg km-2, rata-rata sekitar 167,30 kg km-2. The objective of this research is to study species composition, distribution, and stock density of rattail fish (Macrouridae) in the waters of southern Java and western Sumatera of the Indian Ocean Indonesian ekslusive economic zone. The study was done based on the data collected from the survey conducted between June and August 2005 using R. V. Baruna Jaya IV (1,219 GT). The study was basically conducted by applying swept area method with stratified random sampling. The results show that the species composition of rattail fish in the of the waters Indian Ocean consisted of 35 spesies and 11 genera. The catch of Macrouridae was dominated by Caelorinchus divergens and Caelorinchus smithi about 19.2 to 77.2%. The widest species distribution of this resources was Coryphaenoides sp.1 and Macrouridae sp.1. The highest abundance of rattail fish resources was caught at the depth of 800 to 900 m and the lowest at the depth of 200 to 300 m. Stock density in southern off Java waters ranging from 4 to 1.221 kg km-2 and about 0,85 to 478,4 kg km-2 in western off Sumatera waters.
ASPEK BIOLOGI IKAN PARI BLENTIK (Dasyatis cf. kuhlii) YANG TERTANGKAP DI LAUT JAWA Dharmadi Dharmadi
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 14, No 4 (2008): (Desember 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (96.775 KB) | DOI: 10.15578/jppi.14.4.2008.363-370

Abstract

Penelitian dilakukan pada tahun 2002 sampai dengan 2003 di tempat pendaratan ikan Muara Angke dan Laboratorium Balai Riset Perikanan Laut Muara Baru, Jakarta. Data aspek biologi reproduksi ikan pari blentik (Dasyatis cf. kuhlii), berasal dari hasil tangkapan sampingan dari alat tangkap jaring dasar yang beroperasi di Laut Jawa dan didaratkan di tempat pendaratan ikan Muara Angke. Hasil penelitian menunjukkan ukuran lebar tubuh ikan pari blentik (Dasyatis cf. kuhlii) terkecil antara 170 sampai dengan 190 mm dan ukuran terbesar antara 330 sampai dengan 350 mm. Hubungan antara lebar cawan dan panjang klasper ikan pari blentik (Dasyatis cf. kuhlii) menunjukan hubungan yang linier (R2=0,7629). Kondisi klasper belum terjadi pengapuran atau sebagian mengandung zat kapur (non or partially calcified claspers) terdapat pada ukuran lebar tubuh <200 mm, sedangkan kondisi klasper penuh zat kapur (fully calcified claspers) terdapat pada ukuran lebar tubuh >250 mm. Ukuran embrio terkecil dijumpai pada bulan Januari yaitu antara 25 sampai dengan 30 mm dan terbesar antara 110 sampai dengan 115 pada bulan Agustus. Sebagian besar ikan pari blentik (Dasyatis cf. kuhlii) jantan yang tertangkap di Laut Jawa dalam kondisi matang kelamin. Berdasarkan pada uji X2, perbandingan kelamin jantan dan betina berbeda nyata (P<0,1). This study was conducted at Muara Angke fish landing site and Research Institute for Marine Fisheries Laboratory Muara Baru Jakarta on 2002 to 2003. Reproduction biology data of Dasyatis cf. kuhlii were taken from catched of bottom net fishing gear that operated in the Java Sea. The result showed that the smallest and the biggest of Dasyatis cf. kuhlii ranging from 170 to 190 mm and 330 to 350 mm disc width, respectively. Relationship between clasper length and disc width was linier (R2=0.7629). Condition of sex maturity stage of male was non or partially calcified claspers found at size <200 mm Wd, while fully calcified claspers was found at size >250 mm Wd. The smallest size embryo of ranging from 25 to 30 mm was found in January and the biggest ranging from 110 to 115 mm was found from in August. Most of Dasyatis cf. kuhlii caught in the Java Sea were mature. Sex ratio was significant different between male and female (X2 test, P<0.1).
RASIO AREA OTAK DAN ORGAN PENGLIHATAN KERAPU MACAN (Ephinephelus fuscoguttatus) HUBUNGANNYADENGAN POLAMAKAN Aristi Dian Purnama Fitri; Ari Purbayanto
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 14, No 4 (2008): (Desember 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (78.113 KB) | DOI: 10.15578/jppi.14.4.2008.345-351

Abstract

Otak merupakan cerminan indera-indera yang berfungsi dan berkembang pada ikan. Pemahaman tentang otak ikan akan sangat membantu dalam mempelajari adaptasi tingkah laku ikan. Ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) merupakan jenis ikan yang hidup di wilayah eufotik dengan habitat kompleks, di mana ikan-ikan yang hidup pada habitat yang kompleks memiliki area otak telencephalon yang besar dan organ penglihatan yang lebih baik. Penelitian ini menggambarkan seberapa penting organ penglihatan yang dicerminkan oleh struktur otak Ephinephelus fuscoguttatus dalam hubungan dengan pola aktivitas makan. Penelitian dilakukan dengan metode eksperimen laboratorium. Ephinephelus fuscoguttatus yang digunakan memiliki panjang total rata-rata 225 sampai dengan 280 mm. Data penelitian meliputi rasio bobot otak dan data fisiologi organ penglihatan serta waktu respon makan Ephinephelus fuscoguttatus. Data diuji secara statistik dengan uji-t. Hasil penelitian menunjukkan persentase rasio area optic tectum lebih tinggi dibandingkan dengan persentase rasio area otak yang lain, yaitu 40,87 sampai dengan 49,13%. Hal tersebut, mengindikasikan bahwa indera yang berkembang adalah penglihatan. Kemampuan jarak pandang maksimum (maximum sighting distance) Ephinephelus fuscoguttatus 3,93 sampai dengan 4,74 m untuk benda berdiameter 20 mm, 4,91 sampai dengan 5,92 m untuk benda berdiameter 25 mm, serta 5,89 sampai dengan 7,11 m untuk benda berdiameter 30 mm. Pola makan Ephinephelus fuscoguttatus yang diasumsikan sebagai waktu respon makan antara kondisi siang dan malam hari tidak berbeda nyata (nilai t-hitung 1,37). Dapat diklarifikasi bahwa Ephinephelus fuscoguttatus dikelompokkan sebagai ikan karang dengan pola aktivitas makan crescupular yang menggunakan organ penglihatan untuk mencari makan.  Brain is reflection of senses which is functioning and growing in fish. Understanding about fish brain would hardly assist in studying adaptation of fish behaviour. Ephinephelus fuscoguttatus is a type of fish living in euphotic zone with complex habitat. The fish that lives at complex habitat have a big brain area of telencephalon which indicate better vision organ. This research describes how the important of vision organ that expressed by brain structure of Ephinephelus fuscoguttatus related to its feeding activity pattern. Research was done using laboratory experiment method. Ephinephelus fuscoguttatus used has average total length of 225 to 280 mm. Research data covered brain weight ratio and data of visual organ and response time for feeding of Ephinephelus fuscoguttatus. Data were statistically tested using t student test. The result showed ratio area of optic tectum was higher (40.87 to 49.13%) compared to other brain area. This condition indicates that visual sense of Ephinephelus fuscoguttatus is well developed compared to other senses. The maximum sighting distance of Ephinephelus fuscoguttatus was 3.93 to 4.74 m for visual object of 20 mm diameter, 4.91 to 5.92 m for object of 25 mm and 5.89 to 7.11 m for object of 30 mm. The feeding pattern of Ephinephelus fuscoguttatus assumed as response time for feeding between noon and night time condition was not significantly (t-test was 1.37). It can be clarified that Ephinephelus fuscoguttatus grouped as reef fish with crescupular activity pattern that use their visual organ for feeding activity.
TINGKAT PEMANFAATAN IKAN LAYANG (Decapterus russelli dan Decapterus macrosoma) DARI PERAIRAN ZONA EKONOMI EKSLUSIF LAUT CINA SELATAN Tuti Hariati; Wudianto Wudianto; Subagja Subagja
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 14, No 4 (2008): (Desember 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (79.367 KB) | DOI: 10.15578/jppi.14.4.2008.393-401

Abstract

Untuk memperoleh dugaan tingkat pemanfaatan (E) dari 2 spesies ikan layang (Decapterus russelli dan Decapterus macrosoma), telah dilakukan analisis terhadap 12 set data bulanan frekuensi panjang ke 2 spesies selama tahun 2003, 2004, dan 2005 dari 2 daerah penangkapan pukat cincin di perairan Laut Cina Selatan (perairan Natuna dan Anambas), yang diperoleh dari 3 lokasi pendaratan kapal pukat cincin. Analisis dimulai dengan pendugaan parameter pertumbuhan dan parameter kematian. Seluruh analisis dilakukan dengan paket program FiSAT, dengan pilihan model progression analysis (metode Bhatacharya dan Gulland & Holt Plot) dalam pendugaan parameter pertumbuhan. Hasil analisis menunjukkan, kisaran E tiap tahun untuk Decapterus russelli di perairan Natuna 0,65 sampai dengan 0,67 dan di perairan Anambas 0,52 sampai dengan 0,54; untuk Decapterus macrosoma di perairan Natuna 0,65 sampai dengan 0,66 dan di perairan Anambas 0,60 sampai dengan 0,62. Tingkat pemanfaatan ke-2 spesies ikan layang (Decapterus russelli dan Decapterus macrosoma) di perairan Laut Cina Selatan Indonesia selama tahun 2003 sampai dengan 2005 sudah tinggi sehingga disarankan tidak dilakukan penambahan jumlah kapal pukat cincin yang diizinkan beroperasi di perairan Laut Cina Selatan Indonesia. To obtain the estimation of exploitation rates (E) of the two species of scads (Decapterus russelli and Decapterus macrosoma), the analysis on 12 sets of monthly length frequencies data of both species during years 2003, 2004, and 2005 from 2 fishing grounds in the South China Sea was conducted. The analysis is started by estimating growth and mortality parameters. Analysis was done using the FiSAT package program, with model progression analysis (Bhatacharya dan Gulland & Holt Plot methods). The results show that the exploitation rate of Decapterus russelli each year in the Natuna waters were 0.65 to 0.67, and in the Anambas waters were 0.52 to 0.54; for Decapterus macrosoma in the Natuna waters were 0.65 to 0.66 while in Anambas waters 0.60 to 0.62. The Evalues of both species of scad in the South China Sea of Indonesia during years 2003 to 2005 have already high. Therefore, it is suggested not to allow the addision the number of purse seiners operated in the South China Sea of Indonesia.
SELEKTIVITAS KISI-KISI JUVENILE AND TRASH EXCLUDER DEVICES PADAALAT TANGKAP TRAWL MINI DI PERAIRAN UTARA JAWA Hufiadi Hufiadi; Mahiswara Mahiswara; Erfind Nurdin
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 14, No 4 (2008): (Desember 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (214.493 KB) | DOI: 10.15578/jppi.14.4.2008.353-361

Abstract

Perikanan trawl mini dasar yang berkembang merupakan alat tangkap yang efektif dalam memanfaatkan sumber daya ikan demersal. Permasalahan utama pada perikanan ini banyak jumlah hasil tangkap sampingan berukuran kecil yang belum layak tangkap. Penelitian observasi dan uji coba operasi penangkapan untuk mengetahui tipe perikanan trawl mini dan upaya untuk mengurangi tangkapan ikan muda telah dilakukan di perairan utara Jawa. Uji coba operasi penangkapan dilakukan melalui penggunaan perangkat juvenile and trash excluder devices pada alat tangkap trawl mini. Perangkat juvenile and trash excluder devices yang digunakan dibedakan pada ukuran jarak antar kisi-kisi 10,0; 17,5; dan 25,4 mm. Analisis selektivitas kisi menggunakan model kurva logistik dengan bantuan solver pada microsoft excel. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan juvenile and trash excluder devices pada trawl mini dapat meloloskan ikan muda atau ukuran kecil berkisar 2,42 sampai dengan 63,45%. Juvenile and trash excluder devices dengan ukuran kisi-kisi 17,5 mm memiliki tingkat pelolosan ikan-ikan muda atau rucah paling efektif pada tingkat seleksi 50% (FL50%). Mini bottom trawls are effective fishing gear to exploit demersal fish resources. However, the gears operation have serious problem on amount of bycatch caught especially for juvenile and trash fish. Observation and experimental fishing were conducted to know type of mini bottom trawls in northern Java waters and to reduce catches of juvenile and trash fish. Juvenile and trash excluder devices are a selective device that equipped on mini trawl in the experimental fishing with different space bar of the juvenile and trash excluder devices (i.e.10.0; 17.5; and 25.4 mm). The selectivity analysis of logistic curve by using solver on microsoft excel was applied. The results show that juvenile and trash excluder devices could reduced catches of juvenile and trash fish about 2.42 to 63.45%. Juvenile and trash excluder devices with 17.5 mm of the space bar was better for juvenile selection length of 50% (FL50%) selection level.

Page 1 of 1 | Total Record : 9


Filter by Year

2008 2008


Filter By Issues
All Issue Vol 31, No 4 (2025): (Desember 2025) Vol 31, No 3 (2025): (September 2025) Vol 31, No 2 (2025): (Juni 2025) Vol 31, No 1 (2025): (Maret 2025) Vol 30, No 4 (2024): (Desember 2024) Vol 30, No 3 (2024): (September) 2024 Vol 30, No 2 (2024): (Juni) 2024 Vol 30, No 1 (2024): (Maret) 2024 Vol 29, No 4 (2023): (Desember) 2023 Vol 29, No 3 (2023): (September) 2023 Vol 29, No 1 (2023): (Maret) 2023 Vol 28, No 4 (2022): (Desember) 2022 Vol 28, No 3 (2022): (September) 2022 Vol 28, No 2 (2022): (Juni) 2022 Vol 28, No 1 (2022): (Maret) 2022 Vol 27, No 4 (2021): (Desember) 2021 Vol 27, No 3 (2021): (September) 2021 Vol 27, No 2 (2021): (Juni) 2021 Vol 27, No 1 (2021): (Maret) 2021 Vol 26, No 4 (2020): (Desember) 2020 Vol 26, No 3 (2020): (September) 2020 Vol 26, No 2 (2020): (Juni) 2020 Vol 26, No 1 (2020): (Maret) 2020 Vol 25, No 4 (2019): (Desember) 2019 Vol 25, No 3 (2019): (September) 2019 Vol 25, No 2 (2019): (Juni) 2019 Vol 25, No 1 (2019): (Maret) 2019 Vol 24, No 4 (2018): (Desember) 2018 Vol 24, No 3 (2018): (September) 2018 Vol 24, No 2 (2018): (Juni 2018) Vol 24, No 1 (2018): (Maret 2018) Vol 23, No 4 (2017): (Desember 2017) Vol 23, No 3 (2017): (September 2017) Vol 23, No 2 (2017): (Juni 2017) Vol 23, No 1 (2017): (Maret, 2017) Vol 22, No 4 (2016): (Desember 2016) Vol 22, No 3 (2016): (September) 2016 Vol 22, No 2 (2016): (Juni 2016) Vol 22, No 1 (2016): (Maret 2016) Vol 21, No 4 (2015): (Desember 2015) Vol 21, No 3 (2015): (September 2015) Vol 21, No 2 (2015): (Juni 2015) Vol 21, No 1 (2015): (Maret 2015) Vol 20, No 4 (2014): (Desember 2014) Vol 20, No 3 (2014): (September 2014) Vol 20, No 2 (2014): (Juni 2014) Vol 20, No 1 (2014): (Maret 2014) Vol 19, No 4 (2013): (Desember 2013) Vol 19, No 3 (2013): (September 2013) Vol 19, No 2 (2013): (Juni 2013) Vol 19, No 1 (2013): (Maret 2013) Vol 18, No 4 (2012): (Desember 2012) Vol 18, No 3 (2012): (September 2012) Vol 18, No 2 (2012): (Juni) 2012 Vol 18, No 1 (2012): (Maret 2012) Vol 17, No 4 (2011): (Desember 2011) Vol 17, No 3 (2011): (September 2011) Vol 17, No 2 (2011): (Juni 2011) Vol 17, No 1 (2011): (Maret 2011) Vol 16, No 4 (2010): (Desember 2010) Vol 16, No 3 (2010): (September 2010) Vol 16, No 2 (2010): (Juni 2010) Vol 16, No 1 (2010): (Maret 2010) Vol 15, No 4 (2009): (Desember 2009) Vol 15, No 3 (2009): (September 2009) Vol 15, No 2 (2009): (Juni 2009) Vol 15, No 1 (2009): (Maret 2009) Vol 14, No 4 (2008): (Desember 2008) Vol 14, No 3 (2008): (September 2008) Vol 14, No 2 (2008): (Juni 2008) Vol 14, No 1 (2008): (Maret 2008) Vol 13, No 3 (2007): (Desember 2007) Vol 13, No 2 (2007): (Agustus 2007) Vol 13, No 1 (2007): (April 2007) Vol 12, No 3 (2006): (Desember 2006) Vol 12, No 2 (2006): (Agustus 2006) Vol 12, No 1 (2006): (April 2006) Vol 11, No 9 (2005): (Vol. 11 No. 9 2005) Vol 11, No 8 (2005): (Vol. 11 No. 8 2005) Vol 11, No 7 (2005): (Vol. 11 No. 7 2005) Vol 11, No 6 (2005): (Vol. 11 No. 6 2005) Vol 11, No 5 (2005): (Vol. 11 No. 5 2005) Vol 11, No 4 (2005): (Vol. 11 No. 4 2005) Vol 11, No 3 (2005): (Vol. 11 No. 3 2005) Vol 11, No 2 (2005): (Vol. 11 No. 2 2005) Vol 11, No 1 (2005): (Vol. 11 No. 1 2005) Vol 10, No 7 (2004): (Vol. 10 No. 7 2004) Vol 10, No 6 (2004): (Vol. 10 No. 6 2004) Vol 10, No 5 (2004): (Vol. 10 No. 5 2004) Vol 10, No 4 (2004): (Vol. 10 No. 4 2004) Vol 10, No 3 (2004): (Vol. 10 No. 3 2004) Vol 10, No 2 (2004): (Vol. 10 No. 2 2004) Vol 10, No 1 (2004): (Vol. 10 No. 1 2004) Vol 9, No 7 (2003): (Vol.9 No.7 2003) Vol 9, No 6 (2003): (Vol.9 No.6 2003) Vol 9, No 5 (2003): Vol. 9 No. 5 2003) Vol 9, No 4 (2003): Vol. 9 No. 4 2003) Vol 9, No 3 (2003): (Vol.9 No.3 2003) Vol 9, No 2 (2003): (Vol, 9 No. 2 2003) Vol 9, No 1 (2003): (Vol.9 No.1 2003) Vol 8, No 7 (2002): (Vol.8 No.7 2002) Vol 8, No 6 (2002): (Vol.8 No.6 2002) Vol 8, No 5 (2002): (Vol.8 No.5 2002) Vol 8, No 4 (2002): (Vol.8 No.4 2002) Vol 8, No 3 (2002): (Vol.8 No.3 2002) Vol 8, No 2 (2002): (Vol. 8 No. 2 2002) Vol 8, No 1 (2002): (Vol.8 No.1 2002) Vol 7, No 4 (2001): (Vol. 7 No. 4 2001) Vol 7, No 2 (2001): (Vol.7 No. 2 2001) Vol 6, No 3-4 (2000): (Vol.6 No.3-4 2000) Vol 6, No 2 (2000): (Vol.6 No.2 2000) Vol 6, No 1 (2000): (Vol.6 No.1 2000) Vol 5, No 2 (1999): (Vol.5 No.2 1999) Vol 5, No 1 (1999): (Vol.5 No. 1 1999) Vol 4, No 4 (1998): (Vol.4 No.4 1998) Vol 4, No 3 (1998): (Vol.4 No.3 1998) Vol 4, No 2 (1998): (Vol.4 No.2 1998) Vol 4, No 1 (1998): (Vol.4 No.1 1998) Vol 3, No 4 (1997): (Vol.3 No.4 1997) Vol 3, No 3 (1997): (Vol.3 No.3 1997) Vol 3, No 2 (1997): (Vol.3 No.2 1997) Vol 3, No 1 (1997): (Vol.3 No.1 1997) Vol 2, No 4 (1996): (Vol.2 No.4 1996) Vol 2, No 3 (1996): (Vol.2 No.3 1996) Vol 2, No 2 (1996): (Vol.2 No.2 1996) Vol 2, No 1 (1996): (Vol.2 No.1 1996) Vol 1, No 4 (1995): (Vol.1 No.4 1995) Vol 1, No 3 (1995): (Vol.1 No.3 1995) Vol 1, No 2 (1995): (Vol.1 No.2 1995) Vol 1, No 1 (1995): (Vol.1 No.1 1995) More Issue